Jane Toppan namanya. Ia adalah seorang gadis cantik dengan kulit putih mulus. Matanya bening dengan rambut hitam legam.
Sifatnya periang, mudah bergaul dengan siapa saja. Jane dibesarkan oleh keluarga yang terpandang. Ia adalah seorang gadis yang disenangi di lingkungannya.
Meskipun ia hanyalah anak angkat, orangtua asuhnya sangat menyanyanginya. Sekolahnya pun bagus, favorit di kasawan Lowell, Amerika Serikat.
Senyumnya yang khas, membuat setiap orang tak mampu melupakannya.
**
Satu dasawarsa kemudian Jane berada di penjara Taunton Lunatic Asylum. Penjara untuk orang sakit jiwa. Semua keceriaannya hilang. Ia Selalu tampak tegang dan tubuhnya kurus kering.
Tak jarang Jane berteriak histeris saat perawat menghampirinya. Ia takut diracun. Setiap malam Jane juga selalu ketakutan. Ia mengaku didatangi banyak "orang" untuk meminta pertanggungjawaban.
Senyumnya yang khas, tidak bisa lagi ia tunjukkan.
**
Antara pertengahan dan akhir tahun 1901, sebanyak tiga orang mati mendadak di RS Cambridge, AS. Kendati dokter telah menyatakan kematian mereka wajar adanya, tapi ketiga korban tersebut adalah satu keluarga.
Nyonya Davis yang meninggal pada tanggal 4 Juli 1901, disusul oleh Nyonya Gordon pada 29 Juli dan Nyonya Gibbs pada tanggal 13 Agustus 1901. Nyonya Davis adalah ibu dari Nyonya Gordon dan Nyonya Gibbs.
Polisi kemudian melakukan otopsi terhadap mayat Nyonya Gibs. Professor Woods yang melakukan otopsi menemukan adanya 10 butir tablet morfin dan sejenis obat racun tanaman.
Penyidikan pun dilanjutkan, dan suster rumah sakit terakhir yang merawat mereka adalah Jane Toppan. Namun, dalam prosedur medis, pemberian morfin oleh Jane tidak bisa dijadikan alibi pembunuhan.
Hanya saja, dugaan polisi bahwa Jane telah meracuni pasiennya cukup kuat. Ketiga korban sebelumnya juga ditangani oleh Jane. Apalagi setelah kejadian kematian Pak Davis setelahnya. Memang bukan di rumah sakit yang sama, tetapi Jane juga mengenalnya.
Senyum khas Jane, membuat polisi curiga.
**
Pasangan suami istri Davis adalah tetangga Jane. Suatu hari mereka mengundang Jane untuk tinggal bersama mereka di rumahnya yang besar di Buzzard Beach.
Jane tinggal di sana sembari membantu mengurusi keperluan rumah tangga mereka. Nyonya Davis selama ini telah memiliki penyakit ginjal. Pada suatu hari penyakitnya mulai kambuh.
Jane pun menyarankan Nyonya Davis untuk pindah ke rumah sakit Cambridge, agar ia bisa merawatnya dengan baik. Nyonya Davis setuju, tapi itu adalah keputusan fatal. Ia meninggal.Â
Setelah kematian istrinya, Pak Davis lanjut meminta Jane untuk tinggal bersamanya dan kedua putrinya, Nyonya Gordon dan Nyonya Gibbs.
Senyum khas Jane, adalah petaka buat keluarga Davis.
**
Setelah kematian beruntun anggota keluarga Davis, kamar Jane digeledah polisi. Di sana polisi menemukan morfin dalam jumlah yang banyak. Jane bukanlah pecandu. Ia pun mengakui motifnya.
Jane ternyata pernah meminjam uang kepada keluarga itu. Sayangnya, ia tidak bisa melunasinya dalam tenggat waktu yang dijanjikan. Untuk itulah ia membunuh Nyonya Davis dan Nyonya Gordon.
Namun, Jane punya motif lain. Ia tertarik kepada Pak Davis dan ingin menikahinya. Tapi, Pak Davis tidak menanggapinya. Jane kemudian membunuh Nyonya Gordon sembari mengharapkan peluang bisa menikahi suaminya.
Ia tidak peduli dengan siapa ia akan menikah, yang penting kantongnya tebal.
Jane ternyata parno. Setelah melenyapkan tiga keluarganya, ia takut Jika Pak Davis dan anaknya Nyonya Gibbs curiga. Jane lanjut membunuh keduanya dengan racun.
Dokter menyatakan kematian keduanya wajar. Pak Davis meninggal akibat pecahnya pembuluh darah. Nyonya Gibbs meninggal akibat stres karena kematian sanak saudaranya.
Jane sangat lihai, ia mampu melihat peluang kapan harus melenyapkan. Ia juga bisa meyakinkan orang bahwa ia sangat memperhatikan pasiennya. Itulah mengapa selama ini tidak ada orang yang mencurigainya.
Pengakuan Jane berikutnya lebih mencengangkan. Ia dengan tenang mengaku kepada polisi bahwa ia menikmati acara pemakaman orang-orang yang ia kenal.
Senyum khas Jane, sungguh mengerikan.
**
Jane yang baik hati berubah menjadi kejam setelah pengalaman traumatik yang pernah ia lalui. Ia sudah pernah bertunangan dengan seorang lelaki idaman. Acara pertunangan mereka berlangsung meriah, dan menjadi bahan pembicaraan para warga.
Tapi, entah karena alasan apa, sang tunangan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Jane semakin sakit hati ketika mengetahui jika mantannya kemudian menikahi gadis lain.
Sejak itulah Jane berubah. Ia menjadi pendiam, sering mengurung diri, dan putus asa.
Jane baru berhasil bangkit setelah ia melamar di Rumah Sakit Cambridge. Ia adalah seorang gadis cerdas.
Prestasi cemerlang ia dapatkan dari pendidikannya. Ia dengan cepat menjadi perawat yang disukai oleh banyak orang.
Senyum khas Jane, membuat dirinya menjadi semakin terkenal.
**
Jane sebenarnya berasal dari keluarga yang amburadul. Ayahnya bernama Peter Kelly dan telah bercerai dengan ibunya.
Nama lahir Jane adalah Nora Kelly. Ia mengubah namanya, setelah Anne Toppan, setelah seorang warga setempat mengadopsinya.
Kendati demikian, Jane lebih banyak diasuh oleh putri Anne yang bernama Nyonya Bringham. Ia sudah menikah dan tidak memiliki anak.
Ternyata trauma yang ia alami telah membuat Jane menjadi orang yang benar-benar berbeda. Suatu waktu setelah Jane menjadi suster, ia kembali mengunjungi orangtua angkatnya ini.
Jane kembali mengingat memori indah masa kecilnya, khususnya bersama ayah angkatnya. Ia tidak terlalu akrab dengan Nyonya Brigham, bahkan membencinya. Menurut Jane, warisan yang ditinggalkan Anne seharusnya menjadi miliknya sebagai anak angkat.
Nyonya Brigham meninggal dunia. Tapi, menurut analisis dokter, kematian tersebut wajar karena gagal jantung.
Setelah kematian ibu angkatnya, Jane kemudian mengajak ayah angkatnya untuk meninggalkan rumahnya dan tinggal bersama Jane. Pak Brigham tidak mau. Ia masih mencintai kenangan bersama istrinya.
Jane berdalih jika ia sangat menyayangi ayahnya dan tidak mau ia larut dalam kesedihan. Yang tidak diketahui, maksud "sayang" Jane adalah romantisme dan hubungan intim.
Gegara ajakannya ditolak oleh Pak Brigham, Jane kemudian kembali membuat ulah.
Korban pertama adalah Nona Calkins, pembantu rumah tangga keluarga Brigham. Disusul kemudian oleh Nyonya Bannister, sepupu Pak Brigham yang pindah ke rumah keluarga untuk mendampinginya.
Senyum khas Jane, dipenuhi birahi terselubung.
**
Selama menjadi suster, Jane yang cerdas mempelajari banyak hal tentang pengobatan. Khususnya efek obat-obatan dan psikotropika. Namun, kelihaiannya inilah yang ia manfaatkan untuk menyalurkan hobi psikopatnya.
Kejadian pertama ketika ia memberikan laporan palsu kepada seorang dokter di rumah sakit. Jane memalsukan analisis tentang keadaan seorang pasien. Motifnya agar sang pasien harus rawat inap. Jane jatuh cinta padanya.
Senyum khas Jane, membuat dirinya dipecat.
**
Jane tidak putus asa. Ia lanjut mengambil pendidikannya tentang farmasi di Rumah Sakit Massachussetts, Boston, AS. Keinginannya menjadi perawat tetap menggebu-gebu. Tapi, kali ini Jane memilih untuk menjadi perawat privat yang bekerja di rumah orang-orang kaya.
Wajahnya yang menarik dan pembawaanya yang enerjik membuat Jane tidak terlalu sulit mencari pekerjaan. Begitu kembali ke kampung halamannya di Lowell, keluarga Dunham yang berkantong tebal menyewanya sebagai perawat pribadi.
Tak pakai waktu lama, Jane mendapat kepercayaan penuh dari keluarga Dunham. Ia sangat disayangi.
Hingga Pak Dunham yang mengidap hernia meninggal tiba-tiba. Dokter memberikan surat kematian dan tidak mencurigai apa-apa. Dua tahun kemudian, giliran istrinya yang meninggal akibat "gagal jantung."
Senyum khas Jane, kembali membawa korban.
**
Entah mengapa, Jane kembali tertarik bekerja di Rumah Sakit. Mungkin di sana ia berkesempatan mengisi amunisinya yang sudah mulai menipis.
Jane pun melamar di rumah sakit Cambridge lagi. Suatu hari, kepala perawat yang bernama Myra Connor jatuh sakit. Jane dengan telaten merawatnya hingga ia meninggal karena komplikasi.
Jane pun diangkat menjadi penggantinya. Tapi, tak berlangsung lama, karena aksi pembunuhannya telah diketahui polisi.
Senyum khas Jane, akan segera berakhir.
**
Dalam penyidikan polisi, Jane Toppan dianggap gila. Kesaksian yang ia berikan sungguh mengejutkan. Jane mengaku mendapat kepuasaan dengan kematian orang yang dicintainya, bahkan lebih daripada itu.
Jane mengaku terangsang secara seksual terhadap korban-korbannya yang hampir sekarat. Pria maupun wanita.
Salah satu pasien Jane yang selamat mengaku jika Jane pernah naik ke atas kasurnya sambil tertawa terbahak-bahak. Ia kemudian membelai dan menciumnya sembari mengatakan jika semua akan baik-baik saja.
Kendati tiga psikiater ahli yang membantu polisi menyelidiki kasus Jane telah menyatakan bahwa Jane gila, ternyata Jane dapat mengelabui mereka sesuai keinginannya.
Dalam sebuah wawancara Jane mengaku telah memahami arah pertanyaan psikiater. Ia mampu menjawab pertanyaan yang menjurus ke vonis gilanya. Tersebab ia lebih memilih rumah sakit jiwa, daripada harus menunggu kematian dari balik jeruji besi.
Sebagai contoh, Jane dengan lihainya membuat surat banding atas tuduhan dokter bahwa dirinya gila. Ia menyatakan dirinya masih waras dan keberatan harus dikirim ke rumah sakit jiwa.
Nyatanya, Jane tahu persis bahwa orang gila tidak pernah mengakui dirinya gila.
Senyum khas Jane, membuat dirinya berada pada level psikopat teratas.
**
Namun, karma berbuah dengan sangat cepat. Jane yang tidak gila, akhirnya benar-benar gila. Situasi di Rumah Sakit Jiwa Taunton telah mengubah dirinya menjadi seseorang yang berbahaya.
Jane tidak bisa lagi membunuh. Ia tidak bisa lagi bermain-main dengan morfin. Justru kini ia yang merasa akan menjadi korban pembunuhan. Oleh para perawat dan hantu-hantu korbannya yang menuntut pertanggungjawaban.
Senyum khas Jane, telah membuat dirinya benar-benar menjadi orang gila.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H