Siang ini Acek menderitah. Kegiatan bobok-bobok siang (bbs) terganggu. Padahal ritual ini penting. Di masa pandemi imun tubuh perlu ditingkatkan. Imron pun perlu dikuatkan.
Penyebabnya gegara risak Kompasianer Steven Chaniago (SC). Ia mengutip tip yang tidak headline dari Engkong Felix. Jelas masuk dalam jebakan betmen.
Mau keliatan lucu, jadinya sedih dan bingung. Risakan yang berakhir curhat dan tip bagaikan bikini merah yang ditutupi karton bekas.
Catatan:Â Acek masih galau dengan tulisan Bikini Merah yang dicabut labelnya sama admin.
Ada pula Kompasianer "R" yang masih misterius. Ia adalah tertuduh dari risakan si SC.
Sontak warga K gempar. Mencari tahu siapakah si "R" tersebut. Mata jelajatan, pikiran pun gentayangan. R bisa siapa saja. Mulai dari Rudy hingga Ini Budi.
Namun yang paling merasa bersalah adalah si Reba Lomeh. Ia pantas dituduh, karena sudah bersekongkol dengan kekuatan gelap. Anulakinya telah ia persembahkan kepada Kakartana.
Tapi, semuanya emang gegara Engkong. Tak usah dibantah lagi. Kompasianer Kenthir ini memang tukang risak. Tulisannya bak racun sianida, tetapi hatinya bak krim soda.
Ialah yang menelurkan konsep Pramillenial vs Millenial Plus di Kompasiana. Analogi sederhananya adalah Monyet Kliwon vs Monyet D'Luffy. "Benturan peradaban" pun jadi thesis.
Cocok! Terkait dengan teori Robert Darwin, monyet adalah sesepuh kita.
Bagaimana pun, tetap pokok permasalahannya berasal dari perbedaan selera literasi. Sudah dijelaskan dengan gamblang oleh si Engkong; Pramilenial suka stensilan, sementara Millinial Plus suka komik Hentai.
Jelas gak nyambung. Budaya literasi stensilan butuh imajinasi, sementara hentai hanya butuh maskerbasi. (baca: agar tidak dicabut labelnya).
Namun, sepertinya selera sudah bermutasi. Tidak heran jika si SC selalu bertenger di puncak penerima K-Rewards. Admin pun lebih suka gadis anime ketimbang stensilan tak bergambar.
Perolehan K-Rewards si SC memang bikin ngiler. Empat jutaan sebulan. Melebihi cuan Acek jualan headset limapuluh ribuan sekontainer.
Perdebatan manga dan mangga pun jadi seru. Tidak heran banyak yang bilang; "Aku tak butuh duit, yang penting tulisanku banyak dibaca." Eh... Â
Tapi, Acek tetap tenang. Seperti kata Engkong. Menulis palugada khas pedagang glodok yang masih pake simpoa.
Terkait selera pembaca, stensilan dan hentai ada masanya. Tapi, Kamasutra is forever. Dibutuhkan oleh Kners Pramilenial yang sudah mulai layu, dan juga para Millenial Plus yang mesin bor-nya masih butuh penyaluran.
Dua saran bijak terkait hal ini;
"Wahai Millenial Plus, kenikmatan fisik bukanlah segalanya, cinta berkualitas adalah abadi selamanya."
"Wahai Pramillenial, cinta abadi memang terpuji, tapi anulaki masih harus sering-sering diuji."
Nah, ini adalah contoh palugada. Tergantung bayaran, siapa pun bisa benar.
Untuk itu, Acek tenang-tenang saja.
Tapi, belum selesai kicauan Engkong, muncul lagi ulasan si Prof.Pebri. Kompasianer yang suka tersipu malu dengan rambutnya ini menelurkan teori baru.
Lima provokator di K, adalah:Â K-Rewards, Kolom Terpopuler, Label Headline, Topik Pilihan, dan Kualitas Kompasiana.
Jelas pernyataan ini tidak bisa diterima oleh Acek. Sangat tidak bisa diterima! Bukan karena teori provokator. Tapi, gegara Prof. Pebri mengajak Acek telanjang beserta tiga sosok lainnya (Engkong Felix, Om Jepe-jepe, dan Mas Kevin Legionardo).
Coba bayangkan, bagaimana jika kelima orang ini telanjang? Jelas Acek menanglah! Ramuan Cina Kuno hingga resep rahasia Su Nu-jing sudah diembat. Jelas ukuran sudah berada di atas normal!
**
Kendati demikian, Acek ingin memberikan perhatian khusus kepada Topil yang menjadi provokator. Terkhusus tema Cinta Segitiga. Di sinilah asal muasal pertengkaran terjadi.
Mulai dari Kners Yon Bayu yang sudah urung, hingga Kners Dewi Puspasari yang masih bergabung pun menyatakan keberatannya terhadap topil yang satu ini.
Lantas, cinta segitiga pun jadi polemik. Antara pantas dan tidak pantas berada pada deretan tulisan teratas.
Bagi Acek, cinta segitiga hanya pepesan kosong. Sesungguhnya 1a tidaklah ada. Segitiga yang nyata berada pada "one piece" khususnya di bagian pangkal paha ke atas. (disklaimer: tulisan ini tidak seperti yang Anda bayangkan).
Lanjut, mengapa topil ini tidak pantas?
Jika berkesempatan menilik google, maka Anda akan menemukan ragam konflik pada katakunci:Â cinta segitiga.
Seorang kalap membacok demi cinta segitiga. Seorang nekat gantung diri gegara cinta segitiga. Seorang rela jadi jomlo karena cinta segitiga. Coba, kurang sadis apa lagi tuh.
Cinta segitiga juga berkonotasi dengan perselingkuhan. Coba lihat tulisan Kners yang sudah beredar. Tip dan cara berselingkuh pun berseliweran. Semua akibat dari topil ini.
Tapi, sudahlah. Itu kan hak Admin. Saya tidak ingin membuat Prof. Pebri sahabatku kacau lagi.
Yang pasti cinta segitiga memang salah satu sumber masalah di K. Pramillenial sudah merasakan pahit-pahitnya dighosting, Millenial Plus masih rebut-ributnya dikampretin.
Daripada pusing, lebih baik belajarlah seperti Acek. Menulis ala palugada saja. Lihatlah apa yang sedang tren, apa yang sedang viral, apa yang sedang ditopilkan.
Abaikan kualitas tulisan sesama Kompasianer. Yang tidak bagus bagimu belum tentu jelek bagi orang lain. Daripada menahan idealisme, menulislah untuk bersenang-senang.
Anime bisa puluhan ribu, olahraga juga tidak kalah adu. Politik dihambat, resep dan puisi masih bisa meningkat.
**
Spoiler tambahan:
Jauh di curup, dalam dinginnya malam. Seorang pria sedang dirudung sepi. Setelah membaca risakan Engkong, ia termenung dalam-dalam. Sedih memikirkan tujuan literasinya.
Antara Kompasiana yang masih suka dikeroyok dan status jomlonya yang masih ngorok. (baca: belum laku-laku). Ia terjebak antara hentai dan stensilan.
Alatnya jelas bak mesin bor. Tapi, takada hati yang bersedia digedor. Ia mengigit bibirnya yang memerah karena luka. Tapi, luka di hatinya terasa lebih perih.
Harga emas turun drastis, gelar JMK sebentar lagi habis. Gula aren tidak lagi manis, seperti dirinya yang tak laris-laris.
Akhirnya, dengan tekad yang kuat sang jomlo ini berikrar;
Apa pun yang terjadi, terjadilah... Aku tidak akan pusing lagi dengan status jomloku.
Apa pun yang berlalu, berlalulah... Aku tidak akan pening lagi dengan janji kosong si Dede.
Sesungguhnya, ia adalah korban terbesar dari tragedi cinta segitiga.
Duhai para Kompasianer, berdamailah... Demi Oji yang sedang dirudung galau.
**
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H