Markam pernah berdinas sebagai Heiho (pembantu tentara) di zaman Jepang dan berpangkat letnan dua. Selama masa pendudukan, ia ditugaskan ke Filipina, membantu tentara Jepang di sana. Namun, tidak ada kisah yang lebih detail tentang ini.
Sewaktu Indonesia merdeka, Markam sedang bertugas di Singapura. Dari sana kontribusinya sekaligus bakatnya sebagai pengusaha mulai terlihat. Ia menyelundupkan senjata ke Pekan Baru untuk perjuangan.
Atas jasanya ini, Markam kemudian diberi pangkat letnan militer. Dinas militernya ia jalani hingga tahun 1957. Ia mundur dari kedinasan gegara tidak cocok dengan atasannya.
**
Markam tidak khwatir. Ia masih memiliki keahlian lainnya. Ia mendirikan pabrik kulit yang diberi nama Karkam atau singkatan dari Kulit Aceh Raya Markam.
Markam juga terlibat dalam proyek infrastruktur pemindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjung Pinang ke Pekan Baru. Sebagai pengusaha sukses, namanya dengan cepat melejit. Kepribadiannya yang supel membuat ia mendapatkan banyak kawan.
Bisnisnya pun berkembang dengan pesat. Hampir segala lini ia geluti. Singkatnya, Markam termasuk dalam golongan Konglomerat di awal-awal Republik ini berdiri.
**
Sebagai seorang pengusaha nasional, wajar saja jika ia dekat dengan Presiden. Hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Markam adalah pebisnis ulung. Di satu sisi ia berani memberikan sumbangan besar kepada pemerintah. Di sisi lain, ia juga mendapatkan banyak keuntungan.
Puncaknya terjadi pada bulan Maret 1965. Markam mendapatkan proyek dari Soekarno. Mengimpor sejumlah suku cadang mobil, semen, dan kebutuhan negara lainnya dari Jepang.