Monumen besar seringkali berhubungan dengan tragedi. Katakanlah tembok besar China. Manusia zaman sekarang boleh mengagungkan kedahsyatannya, tapi tembok Cina adalah kuburan terpanjang di dunia. Â
Pembangunan yang memakan waktu sekitar 2000 tahun, memanfaatkan tenaga budak dan tawanan perang. Konon disebutkan bahwa lebih dari satu juta orang yang meninggal selama proses pembangunan berlangsung.
Siapa sangka jika Monumen Nasional di Jakarta juga menyimpan sekelumit kisah pahit.
Bagian tugu raksasa yang paling menarik itu adalah puncaknya. Berbentuk nyala api, warna emas menjadi pengikatnya. Namun, tahukah kamu jika api yang bersarang itu benar-benar tebuat dari emas? Iya, totalnya 28 kilogram.
Indonesia belum menjadi negara kaya pada saat merdeka. Namun, ada seorang saudagar Aceh di era Soekarno. Ia bernama Teuku Markam. Konon, ialah yang menyumbangkan emas itu.
Bukan hanya itu, pada awal 1960an, Soekarno sedang getol-getolnya dengan projek mercusuar di ibu kota. Urusan pembangunan ia serahkan kepada Menteri PU, Ir. Sutami yang juga memiliki gelar sebagai Menteri Termiskin.
Baca juga:Â Ir. Sutami, Menteri Termiskin di Indonesia, Listrik Saja Tidak Punya
Sementara untuk masalah finansial, adalah Teuku Markam yang konon banyak menyokong. Tercatat, ia juga turut memberikan sumbangsih terhadap pembangunan Gelora Senayan dan kesuksesan KTT Asia Afrika.
Sebenarnya belum ada kepastian pendukung bahwa Markam lah yang menyumbangkan emas Monas. Terlepas dari benar atau tidaknya, kisah hidup Teuku Markam tidak kalah menarik.
**
Markam lahir di Panton Labu, Aceh Utara tahun 1924. Ia tak pernah tamat SD, karena terlalu bandel. Di kelas 5 ia berhenti sekolah. Sifatnya yang ugal-ugalan membuat dirinya memilih karir di militer.