Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaginismus, Ketika Vagina Menjadi Penyebab Ketidakadilan Gender

17 April 2021   19:53 Diperbarui: 17 April 2021   19:58 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vaginismus; Ketika Vagina Menjadi Penyebab Ketidakadilan Gender (popmama.com)

Arjuna dan Bunga adalah sepasang pengantin baru. Malam pertama yang seharusnya dinanti-nantikan berubah menjadi neraka.

Mereka tidak bisa berhubungan seks layaknya pasangan suami-istri. Bukan karena Arjuna. Ia adalah lelaki normal. Namun, tidak bagi Bunga. Hanya rasa sakit yang dirasakannya pada setiap persenggamaan.

Awalnya mereka menyangka jika kejadian tersebut hanyalah "sindrom malam pertama." Berbagai cara sudah dilakukan. Mulai dari berbulan madu hingga lubrikan.

Namun, setelah setahun pernikahan, tetap saja penetrasi tidak pernah terjadi. Bunga mengidap penyakit yang disebut dengan vaginismus.

**

Dian Mustika adalah pendiri sebuah komunitas bagi wanita yang mengalami hal yang sama dengan Bunga. Dasar pembentukan komunitas ini disebabkan karena wanita selalu disalahkan jika terjadi kegagalan dalam berhubungan badan.

Istri wajib melayani suami. Begitulah stigma yang muncul dalam masyarakat. Lantas jika terjadi penolakan dari seorang istri, maka ialah yang akan disalahkan.

Padahal, tidak semua wanita yang "tidak utuh" ini tidak ingin melayani suaminya. Mereka tidak bisa.

Komunitas yang didirikan oleh Dian Mustika bernama Komunitas Pejuang Vaginismus. Bunga termasuk salah satunya. 

Apa itu Vaginismus

Jarang didengar, bukan berarti tidak ada. Di Amerika Serikat sudah ada statistiknya. Jumlahnya mencapai 7 hingg 17 persen dari total populasi wanita di sana.

Di Indonesia data ini belum ada, tapi menurut dr. Robbi Asri Wicaksono, SpOG, angka di Amerika Serikat seharusnya juga mewakili angka yang sama dengan Indonesia.

Vaginismus adalah penyakit yang disebabkan karena kekakuan otot dinding vagina. Sang wanita dengan berbagai upaya yang dilakukan, tetap saja merasa sakit jika ada benda asing yang melakukan penetrasi.

Bahkan dalam kasus yang parah, sentuhan benda halus seperti pembalut wanita (tampon) pun terasa sakit.

Menurut dr. Robbi, penyakit ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu; kendala penetrasi dan kegagalan penetrasi.

Kendala penetrasi didefenisikan sebagai kondisi sakit pada saat penetrasi, penetrasi terjadi tapi tidak konsisten, atau hanya sesaat. Penyebabnya karena rasa sakit tak tertahankan dari sang wanita.

Sementara kegagalan penetrasi adalah kasus di mana tidak terjadinya penetrasi sama sekali. Disebabkan karena otot di sekitar vagina sangat kaku, sehingga seolah-olah tidak berlubang.

Lebih lanjut dr. Robbi mengatakan, dari kedua kategori kasus tersebut, kegagalan penetrasi merupakan hal yang paling umum.

"Secara statistik, kegagalan penetrasi mencapai 88% dari seluruh penderita vaginismusm" pungkasnya.

dr. Robbi menambahkan bahwa ada 5 stadium (tingkat keparahan) dari penyakit ini. Mulai dari derajat satu yang paling ringan hingga derajat 5.

Pada stadium 5, manifestasi dari vaginismus akan menyebabkan reaksi tubuh yang berlebihan, seperti denyut jantung yang meningkat hingga muntah, mual, dan pingsan.

Penyebab Vaginismus

Hingga saat ini, tambah dr. Robbi, belum ada penemuan ilmiah tentang penyebab penyakit ini. Istilah dalam dunia medisnya adalah Idiopatik, alias penyebabnya tidak diketahui.

Kendati demikian, dilansir dari sumber (halodoc), ada beberapa dugaan yang menyebabkan vaginismus. Secara umum terbagi dua, yaitu; faktor fisik dan non fisik.

Faktor fisik seperti; dampak setelah pernikahan, meningkatnya usia, hingga efek samping dari obat-obatan. Sementara faktor non-fisik meliputi kejadian traumatis seperti pemerkosaan atau pendidikan seks yang salah.

Tidak ada cara medis yang bisa digunakan untuk mendeteksi penyakit ini. Hanya bisa dirasakan oleh penderitanya sendiri. Jika ia belum menikah, maka rasa sakit dan perih pada vaginanya kadang bisa ia rasakan jika terjadi sentuhan.

dr. Robbi menyarankan agar seorang wanita sebaiknya segera memeriksakan dirinya ke dokter jika merasakan gejalanya. Terutama bagi wanita yang gagal penetrasi pada saat pertama kali berhubungan seksual.

Tidak ada konsekuensi medis yang berbahaya dari penyakit ini, kecuali rasa sakit yang dialami pada vagina saat berinteraksi.

Namun, kondisi psikis yang dialami oleh penderita jauh lebih berbahaya.

Stigma dan Ketidakadilan Gender

Bunga termasuk salah satu anggota Komunitas Pejuang Vaginismus. Ia berharap menemukan edukasi dan jalan keluar terhadap kondisinya. Tersebab selama ini Bunga selalu merasa disalahkan jika menceritakan kondisinya kepada keluarga atau teman-temannya. 

"Kurang rilekslah, kurang lepaslah, buntutnya saya yang harus memperbaiki diri." Ujar Bunga.

Bukannya tidak mau. Bunga memang tidak mampu.

Untungnya, Arjuna suaminya selalu mendukungnya. Kendati demikian, Bunga selalu merasa bersalah. Tidak bisa melayani kebutuhan seksual suaminya membuatnya frustasi.

Ditinggalkan Suami

Namun, tidak bagi wanita lain. Stigma barulah awal penderitaan. Keutuhan rumah tangga menjadi ancaman. Menurut Dian Mustika masih banyak kasus yang jauh lebih parah.

Nindy seringkali dikecam oleh orangtuanya. Yohana ditinggalkan suaminya, bahkan Ayu yang hampir bunuh diri karena merasa tidak berguna. Semuanya akibat akibat vaginismus yang dideritanya.

Senada dengan Dian, psikiater Elvine Gunawan mengungkapkan semua wanita dengan penyakit vaginismus yang datang padanya berada pada kondisi kejiwaan yang sudah hancur.

Stigma di masyarakat terlalu kuat. Penyakit ini dianggap sebagai sebuah kedurhakaan bagi suami, karena tidak mampu melayani kebutuhan seksnya.

"Mereka merasa sebagai seorang wanita yang tidak utuh, berdosa kepada suaminya. tidak pantas hidup." Ungkap Elvine.

Tenaga Medis Memperparah Kondisi

Mirisnya lagi, tambah Elvine, masih banyak tenaga medis yang belum paham terhadap kondisi vaginismus ini. Hal yang paling umum disarankan oleh tenaga medis adalah menyuruh sang istri untuk rileks.

Sang suami yang menelan bulat-bulat saran tersebut lantas menyalahkan istrinya akibat "kurang rileks." Tidak jarang juga mereka melakukan kekerasan fisik kepada istrinya dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual.

"Akibatnya Wanita kembali menjadi korban stigma dan ketidakadilan gender." Ungkap Elvine.

Mispersepsi vaginismus oleh tenaga medis juga diakui oleh dr. Robbi mengungkapkan bahwa 93 persen masalah tersebut dialami oleh penderita vaginismus.

"Sehingga mereka akan jatuh pada situasi yang tidak punya solusi dengan dampak sosial yang lebih berat lagi. Menjadi korban KDRT, dikucilkan, hingga perceraian." Papar dr. Robbi.

Stigma Pada Lelaki

Bunga tidak sendirian, suaminya Arjuna juga mendapatkan pelecehan yang hampir mirip. Kawan-kawannya selalu menganggap Arjuna bukanlah pejantan tangguh yang bisa menundukkan istrinya.

"Kamu kurang jago kali, punyamu kecil kali." Kurang lebih seperti inilah stigma yang diterima oleh para suami.

Elvine mengakui hal tersebut. Bagi suami, kondisi tersebut bisa sangat frustasi. Sebabnya kegagalan penetrasi seringkali dihubungkan dengan masalah ketidakjantanan.

Akhirnya, hal ini menjadi isu yang sangat sensitif. Sang suami tidak mau lagi membahasnya. Dalam berbagai kasus, pelarian pun dilakukan. Jika negatif, bisa saja pelarian dilakukan dengan mencari PSK atau berselingkuh.

Vaginismus Bisa Disembuhkan

Meskipun termasuk jenis penyakit idiopatik, tapi bisa disembuhkan. Dilatasi adalah salah satunya.

Dilatasi adalah sebuah metode yang dilakukan dengan cara meregangkan otot-otot vagina. Dilakukan dengan sebuah alat bantu yang disebut dengan dilator.

Tergantung dari stadiumnya, perawatan ini bisa dilakukan dengan dua cara. Jika parah, maka pengidap vaginismus harus rawat inap selama beberapa hari.

Dalam kasus tertentu, dokter akan menyarankan pengobatan dilatasi berbantu. Prosedurnya hanya pembiusan total tanpa operasi.

Setelah itu, pasien tetap disarankan untuk menjalani terapi dilatasi mandiri. Bisa dilakukan dari rumah atas saran dokter. Dilator adalah alat yang terbuat dari silikon dengan empat macam ukuran.

Latihan dilakukan dari ukuran terkecil hingga terbesar. Dua kali sehari, pagi dan malam hingga enam bulan lamanya.

Dua minggu setelah menjalani perawatan dilatasi mandiri, Bunga dan Arjuna akhirnya kembali menjadi pengantin baru. Malam pertama dijalankan dengan penuh keharuan.

Dukungan bagi Pengidap Vaginismus

Eunike menyatakan bahwa tingkat kesembuhan penderita vaginismus sangat tergantung kepada dukungan orang di sekitarnya, terutama suami.

Hal senada juga disebutkan oleh Dian Mustika yang merupakan penyintas vaginismus ini.

Menurutnya terlihat perbedaan jelas antara pengidap yang mendapat dukungan suaminya dengan yang tidak. Yang didukung oleh suami akan merasa nyaman dan percaya diri. Sangat membantu mereka untuk tetap semangat menjalani proses penyembuhan.

Sebagai tambahan, Elvine juga mengamini bahwa stigma penderita vaginismus susah dihapuskan dari masyarakat. Oleh sebab itu, isolasi dari lingkungan yang tidak sehat perlu dilakukan selama masa penyembuhan.

Menjauhi lingkungan buruk, orang toksik dan konten negatif, sangatlah membantu. Vaginismus adalah penyakit fisik, tapi efek psikisnya jauh lebih berbahaya.

Sementara dr. Robbi menyatakan bahwa penyakit ini harus diedukasi secara luas, terutama bagi tenaga medis. Sebagai garda terdepan, pengetahuan yang mumpuni terhadap vaginismus akan membantu banyak wanita keluar dari aksi diskriminasi gender.

 

Disklaimer: Nama tokoh pada tulisan ini adalah fiktif, jika ada kesamaan, maka bukanlah kesengajaan.

Referensi: 1 2 3 4

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun