Senada dengan Dian, psikiater Elvine Gunawan mengungkapkan semua wanita dengan penyakit vaginismus yang datang padanya berada pada kondisi kejiwaan yang sudah hancur.
Stigma di masyarakat terlalu kuat. Penyakit ini dianggap sebagai sebuah kedurhakaan bagi suami, karena tidak mampu melayani kebutuhan seksnya.
"Mereka merasa sebagai seorang wanita yang tidak utuh, berdosa kepada suaminya. tidak pantas hidup."Â Ungkap Elvine.
Tenaga Medis Memperparah Kondisi
Mirisnya lagi, tambah Elvine, masih banyak tenaga medis yang belum paham terhadap kondisi vaginismus ini. Hal yang paling umum disarankan oleh tenaga medis adalah menyuruh sang istri untuk rileks.
Sang suami yang menelan bulat-bulat saran tersebut lantas menyalahkan istrinya akibat "kurang rileks." Tidak jarang juga mereka melakukan kekerasan fisik kepada istrinya dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual.
"Akibatnya Wanita kembali menjadi korban stigma dan ketidakadilan gender." Ungkap Elvine.
Mispersepsi vaginismus oleh tenaga medis juga diakui oleh dr. Robbi mengungkapkan bahwa 93 persen masalah tersebut dialami oleh penderita vaginismus.
"Sehingga mereka akan jatuh pada situasi yang tidak punya solusi dengan dampak sosial yang lebih berat lagi. Menjadi korban KDRT, dikucilkan, hingga perceraian." Papar dr. Robbi.
Stigma Pada Lelaki
Bunga tidak sendirian, suaminya Arjuna juga mendapatkan pelecehan yang hampir mirip. Kawan-kawannya selalu menganggap Arjuna bukanlah pejantan tangguh yang bisa menundukkan istrinya.
"Kamu kurang jago kali, punyamu kecil kali." Kurang lebih seperti inilah stigma yang diterima oleh para suami.
Elvine mengakui hal tersebut. Bagi suami, kondisi tersebut bisa sangat frustasi. Sebabnya kegagalan penetrasi seringkali dihubungkan dengan masalah ketidakjantanan.