Sisa penumpang mengalami siksaan lebih keras. Diminta untuk mengencangkan sabuk pengaman, dilarang berbicara, dan tidak diberi makan.
Senin 30 Maret 1981, pagi hari.
"Begitu dengar permintaan-permintaan mereka dikabulkan pemerintah, pembajak itu menari-nari di dalam pesawat. Saat itulah kami bisa makan enak. Kami dikirimi nasi ayam. Karena tiga hari sudah tidak makan, makanan saat itu serasa makanan terenak di dunia," kenang Tjipto.
Senin 30 Maret 1981, sekitar pukul 21.00 malam
Suasana di sekitar pesawat masih kelihatan sepi. Terlihat sebuah mobil katering mendekat. Mengikuti kode lampu dari pesawat yang merupakan sinyal pembajak untuk mengangkut suplai makanan dan minuman.
Dari jauh kelihatan tiga orang pria yang tak memakai baju, membawa kantong-kantong plastik. Setelah itu tidak terjadi apa-apa lagi.
Selasa 31 Maret 1981, sekitar pukul 02.30 dini hari
Para pembajak relatif mudah dilumpuhkan karena kondisi fisik dan juga sudah lengah. Seluruh penumpang dan kru pesawat berhasil diselamatkan, meskipun Kapten Pilot Herman Rante dan Ahmad Kirang dari Kopassandha tewas saat penyergapan terjadi.Â
"Saat-saat terakhir di dalam pesawat itu perasaan saya sudah pasrah saja. Kalau mati ya biarlah, kalau bisa bebas ya alhamdulillah. Saya tenang-tenang saja sudah waktu itu," pungkas Tjipto.
Beginilah kisah drama penyanderaan selama 65 jam. Berakhir dengan baik dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penyerbuan hanya 3 menit.
Nama Kopassandha berkibar dan Indonesia Berjaya. Dunia mengakui pasukan khusus Indonesia ini sebagai salah satu dari yang terbaik di dunia. Satu-satunya dari negara dunia ketiga.