Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tragedi Woyla: Kisah Nyata 65 Jam Pembajakan Pesawat Garuda Indonesia

2 April 2021   05:54 Diperbarui: 2 April 2021   06:03 1846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Letkol Sintong Panjaitan (sumber: nasional.kompas.com)

Sisa penumpang mengalami siksaan lebih keras. Diminta untuk mengencangkan sabuk pengaman, dilarang berbicara, dan tidak diberi makan.

Senin 30 Maret 1981, pagi hari.

Almarhum Ahmad Kirang (kumparan.com)
Almarhum Ahmad Kirang (kumparan.com)
Penderitaan para penumpang baru mereda ketika Jenderal Yoga Sugama mengabulkan tuntutan para pembajak. Padahal itu adalah langkah untuk mengelabui para pembajak agar lengah hingga tim Kopassandha siap bergerak.

"Begitu dengar permintaan-permintaan mereka dikabulkan pemerintah, pembajak itu menari-nari di dalam pesawat. Saat itulah kami bisa makan enak. Kami dikirimi nasi ayam. Karena tiga hari sudah tidak makan, makanan saat itu serasa makanan terenak di dunia," kenang Tjipto.

Senin 30 Maret 1981, sekitar pukul 21.00 malam

Suasana di sekitar pesawat masih kelihatan sepi. Terlihat sebuah mobil katering mendekat. Mengikuti kode lampu dari pesawat yang merupakan sinyal pembajak untuk mengangkut suplai makanan dan minuman.

Dari jauh kelihatan tiga orang pria yang tak memakai baju, membawa kantong-kantong plastik. Setelah itu tidak terjadi apa-apa lagi.

Selasa 31 Maret 1981, sekitar pukul 02.30 dini hari

intisarionline.grid.id
intisarionline.grid.id
Operasi pembebasan pesawat Woyla akhirnya tuntas pada hari Selasa, 02.30 waktu Thailand. Adalah Letkol Sintong Panjaitan yang berjasa memimpin penyergapan.

Para pembajak relatif mudah dilumpuhkan karena kondisi fisik dan juga sudah lengah. Seluruh penumpang dan kru pesawat berhasil diselamatkan, meskipun Kapten Pilot Herman Rante dan Ahmad Kirang dari Kopassandha tewas saat penyergapan terjadi. 

"Saat-saat terakhir di dalam pesawat itu perasaan saya sudah pasrah saja. Kalau mati ya biarlah, kalau bisa bebas ya alhamdulillah. Saya tenang-tenang saja sudah waktu itu," pungkas Tjipto.

Beginilah kisah drama penyanderaan selama 65 jam. Berakhir dengan baik dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penyerbuan hanya 3 menit.

Nama Kopassandha berkibar dan Indonesia Berjaya. Dunia mengakui pasukan khusus Indonesia ini sebagai salah satu dari yang terbaik di dunia. Satu-satunya dari negara dunia ketiga.

Referensi: 1 2 3 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun