Begitu pula dengan para muncikari yang pandai melihat peluang. Rumah penduduk dan rumah bordil hidup damai berdampingan. Raffles menyadari akan kebutuhan dasar para pelancong. Ia tidak melarangnya.
Sebagai kota Metropolitan Asia, kehidupan malam adalah biasa. Pijat plus-plus adalah aurat berkedok usaha. Cobalah tanyakan kepada para pemburu syahwat. Mereka akan lincah bercerita mengenai lokasi yang bertebaran di sepanjang kota.
Lucunya polisi tidak tergugah. Beroperasi secara illegal, para gadisnya tidak memiliki visa kerja. Jika ketahuan, dipenjara adalah resikonya. Tapi, dunia esek-esek tetap memiliki caranya. Ia bagaikan hantu yang tidak ditakuti.
Jangan harap bisa memilih gadis. Nomor boleh disebutkan, tapi tidak ada foto ataupun "akuarium manusia" yang bisa diperlihatkan. Abang jago tidak bego. Tidak mau terkecoh, internet pun menjadi heboh.
Tulisan peringatan "dilarang berbuat mesum" seakan-akan merupakan isyarat "silahkan nego sendiri." Dengan demikian pemilik spa bisa berkilah bahwa mereka telah memberikan peringatan.
Pengunjungnya juga banyak. Berkedok ingin menikmati spa, para lelaki hidung belang mencari layanan ekstra.
Pemerintah menyadari potensi masalahnya. Pemilik spa tidak boleh disalahkan sendiri. Minat pelanggan juga menyuburkan praktik ini.
Muncullah sebuah aturan. Para pengunjung harus menulis identitas lengkap pad buku tamu. Nama dan nomor KTP atau paspor. Tapi, hanya ditulis saja. Tidak akan dicek kebenarannya.