Ia pulang dengan rasa kecewa. Namun, ia tidak tahan hanya duduk-duduk di istana. Tangannya gatal, naluri prajuritnya amat susah untuk dipendam. Ia menghadap Presiden. Soekarno pun luluh. Moestopo dikirim ke Yogyakarta memimpin divisi tempur yang ia beri nama "Ayam Jago."
**
Divisi Ayam Jago ini adalah pasukan Mobil. Untuk menunjukkan mobilitas kesatuannya, Moestopo menjadikan kereta api sebagai markas permanen. Tujuannya agar pasukannya selalu bergerak sesuai fungsinya.
Kereta Api tidak lagi digunakan untuk mengangkut penumpang. Markas besar yang terus bergerak ini sering menyerang Belanda secara sporadis. Musuh ditembaki dari kereta api yang melaju kencang.
"Hei Nederlandse soldaat! Als je witt vechten, kom dan hier tevoorschijn: Generaal Moestopo! (Hei serdadu Belanda! kalau kalian ingin berkelahi, ayo hadapi aku: Jenderal Moestopo!).
Begitulah teriakan Moestopo sambil berdiri berkacak pinggang di depan pintu kereta api yang terbuka.
Kereta api itu berjalan sesuai keinginannya. Tidak pernah berhenti, kecuali atas perintah sang komandan yang tiba-tiba kebelet.
Tak cuman itu, Moestopo melanjutkan tradisi Brigade Teratainya dengan membentuk pasukan dari dunia hitam. Tapi kali ini lebih khusus. Barisan Maling (BM) dan Barisan Wanita Pelacur (BWP).
**
Masa perang usai pada 1950. Moestopo pun turun gelanggang. Ia kembali menjadi dokter di Rumah Sakit Angkatan Darat, Jakarta. Ia juga sempat menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Di ranah akademis, ia menuntaskan Pendidikan di Amerika Serikat. Menggagas berdirinya Dr. Moestopo Dental College pada 1958 dan akhirnya menjadi perguruan tinggi pada 15 Februari 1961.