Hari-hari selanjutnya, Kusni menjalani hidup dengan lebih bemanfaat. Ninik membawakan calon suaminya. Kusni hanya bisa terharu.
Sehari setelah Natal di suatu malam Kusni menerima Sakramen Pemandian. Nama yang ia pilih adalah  Ignatius. Ia menganggap nama yang diambil dari perusak Gereja yang berubah menjadi orang saleh. Nama ini cocok bagi dirinya.
Ia benar-benar berubah saleh. Tidak lagi pemarah, bahkan mendidik dua orang anak muda selama di penjara. Sebagai bentuk pelampiasan apa yang tidak pernah ia lakukan kepada anak-anaknya sendiri.
Suatu malam Kusni merenung. Ia menyadari kesalahannya. Dosanya terlalu banyak untuk dimaafkan. Ia menutup matanya. Merengkuh sisa sisa kebaikan yang bisa ia lakukan.
Suatu hari Kusni merenung. Ia memejamkan matanya. Ikat matanya susah untuk dilepaskan. Sebagaimana kesalahan yang susah dilupakan. Merangkul sisa napas yang masih bisa dihembuskan.
Kusni berdiri dengan tangan terikat. 16 Februari 1980 adalah waktunya. Timah panas menembus tubuhnya. Menghentikan gerakannya untuk berjuang bagi negeri tercinta ini.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H