Praktik Devadasi dianggap lumrah oleh masyarakat sekitar. Bagian dari budaya yang sudah berusia ratusan tahun. Praktisinya pun banyak. Berdasarkan data dari Komisi Hak Asasi Manusia, pada tahun 2013 terdapat sekitar 450.000 Devadasi di seluruh penjuru India.
Kebanyakan masyarakat yang melakukan praktik ini berada jauh dari kota. Mereka juga tidak beredukasi tinggi. Larangan sulit untuk dijalankan. Sosialisasi tidak berjalan baik atau justru diabaikan.
Selain itu, praktik ini juga menjadi sumber penggerak ekonomi bagi sebagian golongan masyarakat. Melarangnya dengan keras hanya akan menimbulkan kesenjangan sosial baru.
Mereka menjadi bagian dari aksi prostitusi anak. Mengenal seks sebelum berusia 15 tahun. Pendidikan seks yang minim menimbulkan masalah lain lagi. Kehamilan dini, penyakit kelamin, hingga eksploitasi seksual. Tiada kata lain selain mengerikan.
Masalah memuncak pada saat mereka dewasa. Begitu banyaknya suplai Devadasi membuat usia 30 tahun adalah saatnya pensiun. Mereka akan kembali terbuang dalam masyarakat. Bagaikan hewan ternak yang sudah tidak produktif, hidup mereka terabaikan.
Penyebaran HIV AIDS menjadi tidak terkendali. Tidak heran jika India termasuk dalam negara ketiga terbesar penderita HIV dengan total 2,1 juta orang berdasarkan data WHO tahun 2016.
Tradisi ini menjadi semakin tidak terkendali. Laporan terakhir pada tahun 2017 menyatakan bahwa menjadi Devadasi tidak dimonopoli lagi oleh kaum hawa. Terdapat sejumlah penemuan mengenai Devadasi yang dilakoni oleh pria.
**