Devadasi adalah sebuah keyakinan kuno yang telah ada sejak abad ke-7 di India. Khususnya di bagian selatan India seperti daerah Cholas, Chelas, dan Pandyas.
Devadasi adalah wanita-wanita pilihan yang dikawinkan dengan Tuhan. Mereka sangat terhormat dengan status sosial yang tinggi dan sangat disegani.
Devadasi diyakini sebagai mahluk spiritual setengah dewa. Mereka memiliki aura dan aurat yang berbeda daripada mahluk fana lainnya.
Sebagai "istri Tuhan," tentu kehormatan harus diberikan. Namun, sebagai manusia, mereka juga membutuhkan belaian.
Lelaki yang terpilih tentu merasa terhormat. Bisa "mengawini istri Tuhan." Mereka bukan lelaki biasa. Karena hanya orang tertentu yang bisa merasakan nikmatnya surgawi.
Apa pun akan diperjuangkan untuk mendapatkan keistimewaan ini. Mulai dari merayu para Devadasi hingga bersedia mengeluarkan uang yang banyak. Tidak peduli mereka adalah lelaki perjaka atau suami orang. Jika Devadasi sudah menginginkannya, tiada yang bisa menghalang.
Menari dan menyanyi di kuil suci. Memberi hiburan bagi para bangsawan dan lelaki terpandang. Senantiasa menerima hadiah berupa harta berlimpah. Itu adalah cara untuk mencari nafkah para Devadasi.
Menjadi Devadasi di dunia modern sudah bukan pilihan lagi. Para calon Devadasi biasanya sudah dipupuk sejak usia 5 tahun. Mirisnya lagi, mereka dipaksa oleh orangtua sendiri.
Mereka pada umumnya berasal dari kaum kasta Madiga dan Valmiki. Dua kasta terendah di India. Menjadi kasta terendah tidaklah mudah. Mereka tidak memiliki rumah yang layak untuk dihuni. Tidak memiliki pendidikan yang mumpuni dan tidak memiliki banyak pekerjaan yang bisa dipilih. Hidup dalam kemiskinan adalah makanan sehari-hari.
Para orangtua tidak hanya menjual anaknya sendiri. Mereka juga bertindak sebagai germo bagi para pria hidung belang. Terlalu banyak Devadasi yang tersedia. Persaingan tidaklah mudah.
Pada saat sang gadis kecil melayani tamu terhormatnya, para orangtua akan menunggu di luar gubuk hingga syahwat terpenuhi.
Di India, praktik Devadasi modern banyak ditemukan di wilayah Karnataka, Andra Pradesh, dan Maharashtra. Adalah Dewi Yellamma yang diyakini sebagai dewi pelindung para Devadasi.
Puncak perekrutan para Devadasi biasanya berlangsung bersamaan dengan perayaan festival Saundatti yang berlokasi di kuil Yellamma di sebelah utara Karnataka.
Pada festival yang biasanya berlangsung selama bulan November ini, para gadis pun ditahbiskan. Orangtua akan memilih hari yang tepat untuk perayaan. Pada hari tersebut para gadis dibalut dengan kain berwarna hijau. Devadasi senior kemudian menjadi pemandu yang muda dalam penahbisan.
Devadasi yang masih di bawah umur tidak serta merta menjadi pelayan seks. Mereka harus menunggu masa akhil balik. Jika menstruasi pertama sudah tiba, orangtua mereka akan segera mengabari masyarakat sekitar. Â
Tujuannya untuk membantu mendapatkan orang kaya yang berani membeli pelayanan sang Devadasi belia.
Sang pemilik baru Devadasi bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga, selama mereka masih "dipakai." Gadis perawan biasanya bernilai lebih tinggi, dibandingkan dengan yang sudah "bekas."
Praktik Devadasi dianggap lumrah oleh masyarakat sekitar. Bagian dari budaya yang sudah berusia ratusan tahun. Praktisinya pun banyak. Berdasarkan data dari Komisi Hak Asasi Manusia, pada tahun 2013 terdapat sekitar 450.000 Devadasi di seluruh penjuru India.
Kebanyakan masyarakat yang melakukan praktik ini berada jauh dari kota. Mereka juga tidak beredukasi tinggi. Larangan sulit untuk dijalankan. Sosialisasi tidak berjalan baik atau justru diabaikan.
Selain itu, praktik ini juga menjadi sumber penggerak ekonomi bagi sebagian golongan masyarakat. Melarangnya dengan keras hanya akan menimbulkan kesenjangan sosial baru.
Mereka menjadi bagian dari aksi prostitusi anak. Mengenal seks sebelum berusia 15 tahun. Pendidikan seks yang minim menimbulkan masalah lain lagi. Kehamilan dini, penyakit kelamin, hingga eksploitasi seksual. Tiada kata lain selain mengerikan.
Masalah memuncak pada saat mereka dewasa. Begitu banyaknya suplai Devadasi membuat usia 30 tahun adalah saatnya pensiun. Mereka akan kembali terbuang dalam masyarakat. Bagaikan hewan ternak yang sudah tidak produktif, hidup mereka terabaikan.
Penyebaran HIV AIDS menjadi tidak terkendali. Tidak heran jika India termasuk dalam negara ketiga terbesar penderita HIV dengan total 2,1 juta orang berdasarkan data WHO tahun 2016.
Tradisi ini menjadi semakin tidak terkendali. Laporan terakhir pada tahun 2017 menyatakan bahwa menjadi Devadasi tidak dimonopoli lagi oleh kaum hawa. Terdapat sejumlah penemuan mengenai Devadasi yang dilakoni oleh pria.
**
Catatan: Diterjemahkan dari artikel berbahasa Inggris, "How Devadasis went from having high social status to being sex slaves and child prostitutes." (yourstory.com)
Â
 Â
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H