Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Tragis Fientje de Feniks, Pramuria Tersohor Zaman Kolonial Belanda

20 Februari 2021   15:40 Diperbarui: 20 Februari 2021   17:26 3644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Fientje de Feniks (sumber: kumparan.com)

Menurut catatan sejarah, pemberitaan kejadian tersebut adalah tonggak utama kemunculan Jurnalisme Kuning di Hindia Belanda (Indonesia).

Dikutip dari sumber (wikipedia.org), Jurnalisme Kuning adalah; "jenis jurnalisme dengan judul-judul berita yang bombastis, tetapi isinya tidak substansial. Jurnalisme kuning bertujuan meningkatkan penjualan, oleh karena itu sering dituduh sebagai jurnalisme yang tidak profesional dan tidak beretika."

Jejak Literasai Kasus Fientje

Petite Histoire Indonesia (2004), karangan Rosihan Anwar (Sumber: goodreads.com)
Petite Histoire Indonesia (2004), karangan Rosihan Anwar (Sumber: goodreads.com)
Buku karya Rosihan Anwar, Petite Histoire Indonesia (2004) bukan satu-satunya yang membahas kejadian ini. Adalah Tan Boen Kim, dari mingguan Len Po yang menulis novel tentang kematian Fientje. Novel tersebut terbit di Batavia tahun 1915.

Novel tersebut laris manis dan dicetak hingga berulang-ulang kali. Tan memberinya judul, "Fientje de Feniks atawa djadi korban dari tjemboeroean."

Tan juga menerbitkan buku keduanya pada tahun 1916. Ia berikan judul yang sangat panjang; "Sair nona Fientje de Feniks dan sakalian ia poenja korban jang benar terdjadi di Betawi antara taon 1912-1915."

Selain Tan Boen Kim, adalah Tjiong Koen Bie yang menulis buku setebal 146 halaman. Buku yang diterbitkan pada tahun 1915 ini, diberikan judul, "Nona Fientje de Feniks"

Sama seperti buku karangan Tan, buku ciptaan Tjiong ini juga laku keras. Penekanannya kepada kisah nyata di tanah Betawi. 

"Soewatoe kejadian yang betoel terjadi di tanah Betawi."

Tak kalah dengan Kesusteraan Melayu Tionghoa, kisah tragedi Fientje ini juga diulas oleh pengarang Belanda. Peter van Zonneveld menuliskannya dalam buku setebal 75 halaman yang berjudul "De moord op Fientje de Feniks: een Indische Tragedie." 

Namun, di antara semuanya adalah novel Rumah Kaca (1988) yang paling terkenal. Buku ini dikarang oleh maestro sastra Indonesia, Pramoedya Ananta Tour.

Ia tidak secara implisit menuliskan ulang kisah nyata Fientje, tetapi hanya digunakan untuk membangun keseluruhan alur cerita di novel Rumah Kaca. Pramoedya mengubah nama Fientje de Feniks menjadi Rientje de Roo. Brinkman menjadi Jacques Pangemanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun