Pesan moral dari ritual ini adalah bahwa pada dasarnya manusia harus memiliki wujud bakti selama ia masih hidup. Bahwasanya kita tidak bisa melupakan jasa orang-orang tua yang telah berjasa bagi diri kita.
Persembahan uang arwah (meskipun kadang salah kaprah), telah melambangkan usaha kita untuk selalu mengenang jasa mereka yang telah mendahului.
Sikap ini juga bisa menjadi sebuah empati untuk merasakan apa yang (mungkin) telah terjadi bagi mereka yang telah berada di sana. Tiada bedanya dengan berdoa dan memohon agar amal ibadah mereka diterima di sisi Nya.
Bagi yang ragu, sejujurnya kita tidak tahu apakah uang tersebut akan bisa dinikmati nantinya. Sebabnya kita belum meninggal dan tidak tahu apakah yang benar-benar berlaku di sana.
Namun, sekali lagi tidak usah diperdebatkan. Manusia memang kadang harus disentil agar ia menjadi lebih baik. Jika tradisi ini tidak ada, maka mungkin saja orang tionghoa tidak memiliki kebudayaan yang bisa dilakukan untuk menghormati jasa orangtua yang telah mendahuluinya.
Kalaupun para mendiang tidak bisa mendapatkan manfaat langsung dari pembakaran uang ini, minimal mereka akan merasa senang karena sudah didoakan oleh sanak keluarga yang masih hidup.
Pembakaran uang kertas adalah wujud lain dari doa dan harapan. Ia juga sangat berguna untuk melatih diri kita untuk mengembangkan rasa hormat kepada para pendahulu kita.
Semoga Bermanfaat!
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia - versi Rekor MURI