Namun sekali lagi, semuanya karena sang putri ningrat menolak berpoligami.
Setelah Gusti Nurul menikahpun, Sutan Sjahrir yang tampak paling penasaran. Sjahrir pernah menyambangi rumah Gusti Nurul, dan setiap kali mereka foto bersama, pentolan Partai Sosialis Indonesia itu selalu mengambil posisi di samping Gusti Nurul. Sementara suaminya yang berjiwa besar, selalu mengalah dengan mengambil posisi yang agak jauh.
"Mas Jarso paham tentang para pria yang menaksirku, namun ia tidak cemburu" ujar Gusti Nurul.
Dirinya tidak hanya merebut hati tiga tokoh besar revolusi Indonesia. Masih banyak lagi cinta dari para bangsawan dan pejabat tinggi pemerintah yang ditolaknya. Salah satunya adalah perwira tentara Indonesia yang juga berasal dari keluarga Ningrat, yaitu Kolonel Gusti Pangeran Haryo Djatikusumo. Ia merupakan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Indonesia pertama.
"Sayangnya aku tak bisa menerima cinta mereka. Penyebabnya hanya satu aku tak mau dimadu. Itu sudah menjadi tekadku," kata Gusti Nurul dalam memoarnya.
Pernikahan yang Menghancurkan Hati Para Lelaki Berpengaruh
Rabu, 24 Maret 1954, adalah hari dimana para lelaki terpelajar dan berpengaruh di negeri ini patah hati. Mereka harus menerima kenyataan bahwa Gusti Nurul telah memilih kekasih hatinya.
Setelah Indonesia merdeka, Sujarso bergabung bersama TNI dan menjadi orang pertama yang menjabat Kepala Inspektorat Kavaleri Angkatan Darat, dengan pangkal Letnan Kolonel. Belakangan sang suami pernah juga menjabat sebagai atase militer di Washington, DC, Amerika Serikat.
Ada sebuah kisah menarik mengenai jodoh. Setelah usianya menganjak dewasa dan keseringan menolak cinta dari para pembesar, keluarga dan orang-orang dekatnya pun mulai gelisah. Akhirnya ibunda Gusti Nurul kemudian memintanya menjalani Tirakat Mutih, atau hanya makan nasi putih dan minum air putih selama tiga hari berturut-turut.
Meskipun berat, namun ia menjalani juga dengan doa yang khusyuk, hingga Gusti Allah memberikannya jawaban melalui mimpi. Dalam mimpinya, Gusti Nurul melihat tiga pria yang masih terhitung keluarga Mangkunegara.
Mereka adalah Kamas Saroso, Dimas Santoso, dan suaminya Sujarso. Namun kedua pria berdiri membelakanginya, hanya sang suami saja yang berdiri di tengah dengan wajah yang sangat jelas.