"Eh bu, ada Amoy gak? Nih orang Taiwan yang sedang mencari istri."Â Ujarku sambil menunjuk Anton, sang sepupu yang tampangnya mirip penyanyi Taiwan.
"Oh ya ada" Ujar Siska yang langsung berteriak, "A-Ling, Alingggg... pa pi pu pe po... (dalam dialek Hakka)".
Belum hilang rasa kagetku akibat suaranya yang keras, khas orang Ambon, muncullah sesosok gadis muda yang dekil dengan rambut yang awut-awutan. Ia ternyata adalah pegawai Siska yang bekerja meracik kopi di dapur.
"Nih Amoy..." Ujar Siska sambil tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang seputih pemutih. Sontak perasaan tidak enak dan bersalah langsung menghampiriku, melihat A-Ling yang tersipu malu, plus wajah si Anton yang pucat membeku.
Kisah Amoy ini berlanjut di malam hari, pada saat Ni Kundha, sahabatku, seorang gadis bali yang memiliki kemampuan supranatural, membawakan acara 'buka kartu'.
Atas permintaan keluarga, si A-Weng sang supir, memohon kepada Kundha untuk menerawangi nasib Cicinya, yang telah lama hijrah ke Taiwan.
Ibunda dari A-Weng hingga kini masih belum menerima kabar dari anak gadisnya yang telah hijrah ke negeri seberang, akibat bujukan dari seorang mak comblang untuk dipersunting dengan lelaki yang tak pernah menampakkan batang hidungnya.
Isi konsultasi supranatural tidak akan dibahas disini, namun menurut A-Weng yang juga diamini oleh beberapa orang kawannya, masih banyak mak comblang yang berkeliaran di kota Singkawang untuk mencari Amoy atas permintaan dari para pelanggannya di Taiwan.
Namun sayangnya, banyak juga yang akhirnya tertipu dan kemudian berakhir sebagai wanita penghibur entah dimana. Kisah sedih bagi para Amoy ini bukannya tidak dipahami oleh A-Weng dan kerabat setempat. Namun tetap saja, alasan ekonomi dengan mencoba peruntungan di negeri orang telah mengalahkan segala pertimbangan resiko.
Asal Muasal kata Amoy dan Kisahnya.
Amoy/Amoi sendiri berasal dari bahasa dialek Khek (Hakka) yang berarti adik wanita, atau wanita yang usianya lebih muda. Namun seiring waktu berjalan, panggilan ini berkonotasi negatif dan cenderung melecehkan, akibat fenomena gadis yang rela dinikahi dengan imbalan uang.
Entah darimana asalnya informasi mengenai para gadis Tionghoa di Singkawang, namun praktik ini mulai marak sejak tahun 1970, ketika pemerintah Taiwan mengeluarkan peraturan bahwa tentara atau veteran yang tidak punya keturunan, harta dan warisannya akan diambil alih oleh pemerintah.