Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jie Keng Wie, yang Tersisa dari Sejarah Klub PSM Makassar

21 Agustus 2020   06:22 Diperbarui: 21 Agustus 2020   07:14 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim PSM Makassar di Turnamen Piala Jusuf VIII (sumber: Warta Inti Sulsel, Edisi 1, 2016)

PSM telah berusia 105 tahun.  Sudah banyak pemain yang pernah berjaya di tengah prestasi yang telah ditorehkan. Salah satunya adalah Jie Keng Wie. 

Namanya pernah mengharumkan kesebelasan Persatuan Sepakbola Makassar (PSM) bersama pemain legendaris Ramang pada tahun 1963. Usianya masih relatif muda, ketika ia bergabung dengan kesebelasan yang awalnya bernama Makassar Voetbal Bond (MVB) tersebut.

Di usianya yang sudah 73 tahun, Keng Wie yang akrab disapa Budi Wijaya ini masih tampak bugar saat ditemui di kediamannya di Jl. S.Calendu, Makassar, pada tanggal 26 September 2015.

Pemain bola warga keturunan Tionghoa yang se-angkatan dengannya di Makassar sudah tiada lagi, setelah Pik-Tio yang karib disapa Rahmat Jaya telah berpulang beberapa bulan silam.

Di Jakarta, masih ada Harry Tjong yang dulu dikenal dengan Kiper Tjong, teman se-timnya yang masih hidup. Sementara sebelum era Keng Wie, masih ada lagi Abdi Tunggal, A-yu, Tony Ho, Joseph Wijaya, dan Erwin Wijaya, yang merupakan pemain PSM warga keturunan Tionghoa.

Kisah bergabungnya Keng Wie setengah abad silam memang melalui penjaringan yang berlapis. Di kepengurusan PSM ada Komisi Teknik yang berjumlah 5-6 orang. Personil inilah yang memilih pemain.

Dulu kompetisi lokal selalu bergulir dan di situlah mereka menjaring pemain dari seluruh kesebelasan kota Makassar yang bertanding dalam suatu kompetisi di lapangan Karebosi zaman doeloe.

Pada setiap pertandingan, Komisi Teknik selalu hadir menyaksikan pertandingan. Anggota komisi teknik semuanya bekas pemain bola, oleh sebab itu penilaiannya benar-benar berdasarkan bakat dan kemampuan pemain.

Para pemain yang diamati tidak langsung dipilih begitu saja. Pemain yang dianggap menonjol akan dievaluasi berulang-ulang pada setiap pertandingan. Pemain manapun yang terpilih adalah mutlak keputusan komisi tanpa campur tangan pelatih, apalagi pengurus.

Masing-masing anggota komisi memiliki penilaian tersendiri, meskipun tidak diungkapkan kepada sesama anggota komisi. Jika setiap anggota Komisi Teknik memiliki pilihan yang berbeda, maka para pemain tersebut akan digodok lagi.

"Pelatih itu tinggal terima jadi. Disodori pemain,'' kata Keng Wie yang menyebut nama Mappakaya dan Yopaen yang masih diingatnya sebagai anggota Komisi Teknik PSM kala itu.

"Dulu, tim penjaringan ini memantau seluruh pertandingan, baik di divisi utama, I, dan 2 sebagai cadangan.  Ada juga yang pantau di divisi 2, tetapi yang diutamakan adalah divisi utama,'' kenang Keng Wie.

Foto Jie Keng Wie (sumber: warta inti sulsel edisi 1, 2016)
Foto Jie Keng Wie (sumber: warta inti sulsel edisi 1, 2016)

Chung Hwa yang kemudian berubah nama menjadi Taruna Jaya, adalah nama klub divisi 1 Kota Makassar, tempat Keng Wie pertama kali menimba ilmu bola. Perihal dirinya terpilih sebagai anggota PSM pun didapati melalui surat resmi dari PSM kepada klubnya ini.

Keng Wie mengatakan pengurus PSM di masa itu adalah para mantan pemain, sehingga mereka tahu banyak mengenai 'ilmu bola' dan tidak bisa dibohongi perihal pemain.

"Sekarang, ada orang yang tidak tahu tentang bola masuk jadi pengurus,'' kata Keng Wie.

Kisah awal Keng Wie menjadi pemain bola bermula dari kesenangan saja.  Rumahnya yang hanya berjarak sekitar 300-400 meter dari lapangan Karebosi, memberikannya banyak peluang untuk menyalurkan hobi.

Kesenangan ini telah ia lakukan sejak masih berusia usia balita, padahal, tidak ada darah sepakbola di keluarganya.

Di kala itu, lapangan Karebosi adalah alun-alun kota tempat berkumpulnya warga kota Makassar. Keng Wie bersama keluarganya sering berkumpul disana hanya sekedar untuk berjalan-jalan sambil menonton warga bemain bola.

Pada tahun 1963, saat pertama bergabung dengan Ramang, pemain legendaris dari PSM Makassar, Keng Wie menempati posisi pemain belakang, namun kadang juga sebagai bek.

Di posisi belakang ia sering bergantian dengan Faisal Yusuf, John Simon, Saharuna, Mahful Umar, Dolfin Mangundap, Sampara, Pik-tio (Rahmat Jaya), dan Penjaga gawang waktu itu adalah Harry Tjong (Kiper Tjong).

Pelatih mereka di saat itu adalah EA Mangindaan, yang kemudian diganti dengan nama besar Nus Pattinasarany, yang berhasil membawa PSM menjadi besar, lalu ada juga nama Suwardi dan Ilyas Haddade.

Selama 13 tahun menjadi pemain, yang paling ia banggakan adalah Ramang yang legendaris.  Kewibawaan dan kehebatan bermain bola Ramang yang ditakuti oleh pemain lawan di seluruh negeri ini jelas sangat menaikkan moral para pemain.   

Foto Ramang (sumber: Warta Inti Sulsel - Jurnal Barru)
Foto Ramang (sumber: Warta Inti Sulsel - Jurnal Barru)
"Si Macan Bola (Ramang) ini kalau sudah di lapangan, sangat disiplin. Mainnya sungguh-sungguh. Tidak pernah main setengah-setengah. Kuat atau lemah lawan yang dihadapi, dia tetap ngotot bermain. Sama saja penampilannya." Ujar Keng Wie kepada penulis.

Keng Wie masih ingat satu pertandingan yang ia lakoni bersama Ramang, di tahun 1965. Dalam pertandingan final di Jakarta, PSM berhadapan dengan Persebaya Surabaya. 

Di babak pertama, PSM ketinggalan 1-2 atas kesebelasan dari Kota Pahlawan itu. Beberapa tembakan Ramang di babak pertama berhasil ditahan penjaga gawang lawan, Djauhari.

Begitu memasuki babak kedua, Ramang main habis-habisan. Dia seolah 'mengamuk' atas ketinggalan timnya menjaringkan bola ke jala lawan. Dia langsung mencetak dua gol di babak kedua, menjungkalkan Persebaya, menghapus impian kesebelasan Jawa Timur itu sebagai juara. Kedudukan akhir 3-2 untuk PSM.

"Ramang tidak ada duanya. Bersama dia, PSM meraih juara terakhir dua tahun berturut-turut, 1965, 1966. Pada tahun 1966, di final PSM melindas Persib Bandung yang gawangnya dijaga Yus Etek yang jangkung dengan angka 2-0. Gawang PSM ketika itu dijaga Husain."

Di mata Keng Wie, Ramang bisa menendang bola dari segala posisi. Namun yang sangat berbahaya adalah kaki kanannya. Mencetak gol dengan salto, termasuk yang sering dipertontonkan kepada publik sepakbola setiap dia memiliki peluang.

Sama halnya dengan ketika dia mencetak dua gol untuk kemenangan PSSI atas tim dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Gelora Bung Karno. Salah satu gol yang dia ciptakan itu dihasilkan melalui tendangan jungkir balik, salto.

"Ramang bisa menembak sambil lari. Larinya kencang. Dia sebenarnya kurang piawai menggoreng bola. Tidak terlalu mahir,'' sebut Keng Wie.

Hanya saja, ayah enam anak dan kakek dari 10 cucu ini mengakui, yang paling hebat dari Ramang adalah ketika mengesekusi tendangan penalti. "Dia membelakangi bola. Namun begitu balik dia langsung menendang. Kebanyakan bola masuk di pojok gawang lawan."

Jika sedang bertanding, tidak seperti zaman sekarang, pemain saling teriak minta bola dan sebagainya. Dulu, kata Keng Wie, para pemain hanya saling mengingati saja. "Ehh. Lihat di belakangmu. Asal teman mendengar,'' katanya.

Yang tidak kalah hebat adalah pertahanan PSM yang selalu mampu membaca arah pergerakan bola lawan. Tahu bola ke arah mana akan dikirim oleh lawan. Sehingga, tidak heran para pemain PSM lebih mudah menutup pergerakan lawan.

"Kemampuan ini merupakan buah dari latihan yang sangat disiplin. Jika latihan di Karebosi, tidak ada yang main-main." Ujar Keng Wie lagi. 

**

Di usia senja, saat berhenti main bola tahun 1975, Keng Wie masih memperkuat kesebelasan Persatuan Sepak Bola Angkatan Darat (PSAD) ketika melawat ke Banjarmasin. Di dalam tim itu, juga ada Ramang dengan dua anaknya (Rauf dan Anwar, keduanya almarhum), Dullah Wahid, Karno Wahid, Gaffar Hamzah (almarhum).

"Waktu itu, PSAD menang besar. Terlalu kuat bagi kesebelasan di Banjarmasin tersebut menghadapi tim yang berintikan eks pemain PSM."

Selepas bermain bola, Keng Wie beralih posisi. Selama dua tahun dia melatih kesebelasan POP, klub anggota PSM yang dibina Polri. Namun, tidak ada pemain yang menonjol dari klub ini. Manan, yang pemain PSM dari Polri lebih dulu lahir sebagai pemain, sebelum Keng Wie melatihnya di POP.

Mengisi masa tuanya, sembari berjualan bahan bangunan, Keng Wie, tiap hari tetap menjaga kondisi, dengan melakukan jogging di Karebosi. Pada peringatan Imlek 2561 (2010) Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, memberi penghargaan kepada eks pemain PSM ini.

Penghargaan kepada warga keturunan yang berprestasi dalam bidang olahraga tersebut diserahkan pada malam "Temu Hati 2561" dalam bentuk Pin Kesetiaan.

*Artikel dengan judul asli: Sosok Jie Kieng Wie. Dia yang Tersisa, ini sudah pernah ditulis di Warta INTI Sulsel, Edisi I 2016, oleh M. Dahlan Abubakar dan disunting oleh Andri Sonda dan Rudy Gunawan*

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun