Yang tidak kalah hebat adalah pertahanan PSM yang selalu mampu membaca arah pergerakan bola lawan. Tahu bola ke arah mana akan dikirim oleh lawan. Sehingga, tidak heran para pemain PSM lebih mudah menutup pergerakan lawan.
"Kemampuan ini merupakan buah dari latihan yang sangat disiplin. Jika latihan di Karebosi, tidak ada yang main-main." Ujar Keng Wie lagi.Â
**
Di usia senja, saat berhenti main bola tahun 1975, Keng Wie masih memperkuat kesebelasan Persatuan Sepak Bola Angkatan Darat (PSAD) ketika melawat ke Banjarmasin. Di dalam tim itu, juga ada Ramang dengan dua anaknya (Rauf dan Anwar, keduanya almarhum), Dullah Wahid, Karno Wahid, Gaffar Hamzah (almarhum).
"Waktu itu, PSAD menang besar. Terlalu kuat bagi kesebelasan di Banjarmasin tersebut menghadapi tim yang berintikan eks pemain PSM."
Selepas bermain bola, Keng Wie beralih posisi. Selama dua tahun dia melatih kesebelasan POP, klub anggota PSM yang dibina Polri. Namun, tidak ada pemain yang menonjol dari klub ini. Manan, yang pemain PSM dari Polri lebih dulu lahir sebagai pemain, sebelum Keng Wie melatihnya di POP.
Mengisi masa tuanya, sembari berjualan bahan bangunan, Keng Wie, tiap hari tetap menjaga kondisi, dengan melakukan jogging di Karebosi. Pada peringatan Imlek 2561 (2010) Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, memberi penghargaan kepada eks pemain PSM ini.
Penghargaan kepada warga keturunan yang berprestasi dalam bidang olahraga tersebut diserahkan pada malam "Temu Hati 2561" dalam bentuk Pin Kesetiaan.
*Artikel dengan judul asli: Sosok Jie Kieng Wie. Dia yang Tersisa, ini sudah pernah ditulis di Warta INTI Sulsel, Edisi I 2016, oleh M. Dahlan Abubakar dan disunting oleh Andri Sonda dan Rudy Gunawan*
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI