Dua kali tim penulis mengitari jalanan di sekitar daerah pecinan Kota Makassar, antara Jalan Sulawesi dan Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo (dulunya jalan Irian), untuk menemukan rumah tua di jalan Bacan nomer 5 yang kini dilabeli Bengkel Utama.
Freddy Thoeng namanya, orang yang dicari sedang tidak ada. Seseorang yang kemudian diketahui adiknya, memberi nomor ponsel Freddy.
Rumah tersebut hanya memiliki sedikit perubahan. Dulu, bangunannya terbuat dari kayu bayam dan pintunya sudah rusak, sehingga banyak yang diganti. Sekarang sudah menggunakan pintu besi. Â Rumah ini direnovasi sedikit demi sedikit sekitar tahun 1980-an, setelah ayah Freddy meninggal dunia.
Tak lama kemduian, seseorang dengan postur tinggi, kurus, dan mengenakan kemeja lengan panjang, muncul melewati ruang depan bengkel yang memang terbuka. Sejenak dia mencari seseorang yang telah mengontaknya beberapa menit sebelumnya.
"Oh Iya, Pak Freddy, saya yang mengontak tadi,'' ujar tim WARTA INTI sambil berdiri menyalaminya. Freddy kemudian mengajak ke ruang sebelah yang agak tertutup dan berpendingin dan wawancara pun berlangsung santai dan menyenangkan.
Mayor Thoeng memiliki sepuluh orang anak. Delapan putra dan dua putri. Anaknya semua sudah meninggal. Anak Mayor Thoeng yang terakhir meninggal bernama Fie Sengke.
Juga ada ayah Harry Kumala, yakni Thoeng Tiong Tjoang. Harry Kumala kini menjabat Wakil Ketua Yayasan Marga Thoeng di Jl. Sulawesi yang bergerak pada kegiatan mengatur upacara sembahyang para leluhur.
"Kalau anggota marga Thoeng di Sulsel itu ribuan banyaknya. Mereka datang sejak 150 tahun lalu ke Sulawesi Selatan,'' kata ayah empat orang anak ini.