Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tak Punya Rumah, Sengsara Gak Bakal Sudah!

1 Agustus 2022   19:36 Diperbarui: 10 Agustus 2022   03:02 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah idaman.| SHUTTERSTOCK/LESZEK GLASNER via Kompas.com

Menteri keuangan Sri Mulyani yang mengatakan bahwa akan semakin sulit milenial membeli rumah itu bukan sekadar ancaman serius bagi generasi milenial itu sendiri. Tetapi juga ancaman nyata bagi generasi berikutnya.

Harga rumah yang terus melesat setiap tahun, kenaikan harga dapat mencapai 5 hingga 10%, membuat hal semacam ini terkait dengan kepemilikan rumah atau membeli rumah semakin sulit dimiliki.

Diprediksi tidak akan tak terkejar laju kenaikan upah generasi muda yang naiknya sangat minim kadang banyak dibawah 5% kenaikan upah. Ditambah jika mereka hanya mengantongi gaji UMR, yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dari bulan ke bulan.

Baca juga: Perempuan

Setidaknya ada 12,75 juta rumah tangga Indonesia tak punya rumah sendiri seperti apa yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani di masa yang akan datang jumlahnya akan terus bertambah.

Saat ini mereka yang tidak punya rumah masih tinggal di rumah yang bukan miliknya: bisa ngontrak, numpang di rumah orangtua, mertua, saudara, atau tinggal di rumah rusak tak layak huni.

"Purchasing power mereka [generasi muda] dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi [harga rumahnya], sehingga mereka akhirnya end up tinggal di rumah mertua atau sewa. Itu pun kalau mertuanya punya rumah juga. Kalau enggak punya rumah, itu juga jadi masalah lebih lagi, [masalahnya] menggulung per generasi," kata Sri Mulyani.

Jelas menjadi milenial atau generasi muda lainnya, itu tidak akan mudah bagaimana situasi keadaan yang tak berimbang ini. Pilihan-pilihan akan kehidupan generasi milenial sendiri sudah seharusnya disadari oleh generasi diatasnya seperti Generasi Z dan seterusnya.

Tidak lain adalah bagaimana pandangan akan kebutuhan masa depan itu sendiri, pertama-tama adalah masalah rumah, yang akan terus menambah masalah kedepan dalam hiruk pikuk hidup berkeluarga.

Sebab dari masalah rumah, potensi menjadi sandwich generation yang akan terus terjepit menanggung beban baik keluarganya sendiri maupun keluarga generasi diatasnya yakni orangtua sudah dipastikan itu bakal terjadi.

Mungkinkah dengan kepemilikan rumah sendiri yang tidak akan terakses, menambah beban lagi bagi generasi milenial kini dan generasi diatasnya, yang mana sandwich generation sudah tidak dapat ditawar pasti mereka akan merasakannya?

detik.com
detik.com

Ungkapan Sri Mulyani menggulung generasi dengan kebutuhan hidup yang makin kedepan semakin tinggi. Kesulitan rumah dengan harga yang tinggi akan mengubah fenomena sosial kedepan?

Bagaimana rumah sendiri merupakan bagian dari kebudayaan manusia sebagai tempat berteduh menjadi hal yang sulit diakses kepemilikannya akan memengaruhi kebudayaan dalam kehidupan manusia? 

Kepemilikan Rumah

Kedepan bagi yang tidak mampu membangun sendiri atau beli rumah, yang harganya semakin tinggi baik bahan bangunan maupun lahan yang tersedia. Kredit rumah juga diprediksi dengan keadaan ekonomi yang saat ini negara-negara maju sedang inflasi seperti Amerika Serikat.

Kenaikan suku bunga jelas akan terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia yang sebelumnya sudah dilakukan The Fed Bank sentral Amerika Serikat.

Jika kenaikan suku bunga tersebut dilakukan juga di Indonesia, yang akan membuat kredit rumah sendiri akan ada regulasi baru ikut mengalami kenaikan.

Bank jelas akan semakin selektif memilih siapa-siapa yang akan mampu membayar kredit dan yang berpotensi bikin macet kredit dalam pengajuan KPR.

Tidak lain guna mengefektifkan kinerja perbankan sendiri selaku pemberi kredit, yang jelas akan diketatkan dengan berbagai peraturan. Tentu akan meminimalisir kelas-kelas menengah bawah dalam mengkredit rumah.

"Kelas menengah bawah akan mudah kredit rumah jika ada angin segar kebijakan pemerintah, yang turut serta membangun rumah subsidi untuk masyarakat menengah bawah itu."

Jika tidak ya berarti semakin sulit beli rumah kian menjadi fakta yang tidak akan bisa tertolong bagi generasi milenial dan berikutnya. Maka dengan masalah rumah sendiri apakah ada solusi lain ditengah masyaraat kini yang sulit memenuhi kebutuhan akan rumah?

Memang membeli rumah itu bukan sesuatu yang wajib dikala bisa sewa rumah, numpang dirumah orangtua atau mertua dan lain sebagainya sebagai tempat berteduh.

Akan tetapi perkara rumah, apakah menjadi sesuatu masalah yang remeh jika terus dibiarkan begitu saja tanpa adanya persiapan atau setidaknya berupaya untuk memiliki rumah untuk keberlangusngan generasi itu sendiri?

Tantangan Generasi

Pada kenyataannya harus diakui bahwa kebututuhan akan rumah semakin kesini bukan semakin mudah. Tetapi akan semakin sulit dijangkau itu akan menjadi fakta dan tanda-tandanya sudah terasa dengan harga tanah yang mahal serta bahan bangunan serta tenaga kerjanya juga mahal.

"Kebutuhan rumah itu sama dengan biaya pendidikan yang akan terus naik karena inflasi tiap tahun."

Sebagai generasi yang terdampak sulitnya beli rumah atau membangun rumah, saya akan mencoba menjabarkan bagaimana dengan sisi rasionalitas, saya dapat memenuhi kebutuhan rumah untuk saya sendiri setidanya mengacu upah saya sebagai buruh swasta.

Pertimbangan akses kebutuhan sehari-hari dengan upah minimum Kabupaten Cilacap. Saat ini tahun 2022 saja generasi milenial meski Kabupaten Cilacap dalam kategori ini masih desa, sama-sama sulit dalam mengakses kebutuhan akan hunian.

Jika dilihat dari nilai pendapatan upah minimum yang didapat di samping untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang nilainya kisaran 2-jutaan.

Harga tanah di desa saat ini bukan tidak dapat terjangkau dengan upah minimum, tetapi nyaris tidak terjangkau yang artinya sangat sulit dengan upah 2-jutaan membeli tanah untuk hunian, yang belum termasuk beli material bangunan rumah itu sendiri.

Rata-rata di desa saya di Desa Karangrena, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap harga tanah per 70 M2 dapat diakses mobil mencapai 50 juta, yang artinya untuk kebutuhan hunian sekitar 210 M2 berarti senilai 150 juta membeli tanahnya saja.

Belum dengan material bangunan, yang mungkin jika membangun rumah sederhana dengan tanah nilainya bisa 300 juta. Untuk bangunan rumah dan tenaga 150 juta juga umumnya rumah sederhana di desa.

Dengan UMK 2 jutaan jika bisa menabung 1 juta saja per bulan, butuh berapa lama dapat mengakses kebutuhan rumah dan tanah di desa dengan nilai 300 juta?

Yang jelas lebih dari 20 tahun untuk dapat mencapai nilai tersebut, dapat lebih jika setiap tahun harga tanah dan material bangunan naik tiap tahun juga.

Namun sudah dipastikan tidak ada harga barang atau jasa yang turun, pasti banyaknya permintaan dan sumber daya yang sedikit nilai kebutuhan akan terus naik itu pasti; artinya 20 tahun pun belum tentu dapat tercapai.

Prediksi ekonomi di tahun 2030 oleh forum ekonomi dunia yang di dalamnya di isi oleh para miliader dan pemimpin dunia berdasarkan "great reset" mereka. Masyarakat dunia terdesain tidak akan memiliki apa-apa dan mereka diproyeksikan untuk tetap dapat bahagia.

Tidak memiliki apa-apa itu berarti dengan kebutuhan yang tidak dapat terakses seperti rumah dan sebagainya. Ada indikasi ke depan orang-orang hanya mampu menyewa tidak dapat membeli sendiri.

Maka pertanyaan dari semua itu di balik tingginya harga rumah manusia ke depan dan tidak berimbangnya dengan pendapatan akan upah, yang mana akan ada kesulitan dalam membeli sumber daya di masa depan baik lahan ataupun material rumah itu sendiri.

Apakah hidup akan tenang tanpa kesengsaraan, jika tidak ada kepemilikan rumah yang semuanya harus kita sewa, dimana setiap bulan ada anggaran membayar sewa tidak akan memberatkan?

Upah standar UMK untuk kebutuhan sewa rumah tentu akan menurunkan kualitas hidup terhadap akses untuk kebutuhan sehari-hari, yang mana kemiskinan akan menghantui dibalik harga kebutuhan pokok lain seperti pendidikan anak juga harus dipenuhi biayanya semakain mahal.

Berarti jika memang dari orangtuanya miskin, kerja hanya untuk mencukupi kebutuhan anak, sewa rumah, dan pendidian serta kesehatannya. Kemungkinan sandwich generation setidaknya jika orangtua sudah tidak mampu kerja, anak bergantian menanggung biaya sewa rumah.

Itu artinya terus-terusan sewa rumah jelas akan menambah sengsara terus dalam keadaan miskin jika uang yang bisa untuk menaikan kualitas hidup hanya untuk biaya sewa dan itu akan terus dilakukan berkelanjutan setiap generasinya.

Disisi lain jika anak benar-benar menanggung biaya orangtua mereka segala macam bentuknya bahkan sampai sewa rumah, tentu tantangan berkeluarga bagi generasi masa depan dibalik pemenuhan kebutuhan keluarga, baik keluarganya sendiri atau keluarganya dari orangtua menjadi pekerjaan terbesar yang akan dilakukan manusia.

Apakah dengan kenyataan seperti itu, mencari uang yang mungkin akan lebih sulit kedepan dengan biaya yang tinggi serta banyaknya tagihan-tagihan hidup seperti sewa rumah, listrik, air, pendidikan anak. Menikah bagi manusia dan berkeluarga masih relevan bagi semua orang di masa depan?

Bisa jadi seperti di Barat "Eropa dan Amerika", banyak anak muda belum berani berkeluarga ketika mereka belum sukses. Atau dengan bangunan keluarga, antara ayah dan ibu mereka sama-sama bekerja memenuhi kebutuhan hidup untuk dapat hidup layak dan bertahan dari kebutuhan untuk ekonomi hidup mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun