Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bani: Menulis Buku untuk Jodoh

8 Agustus 2020   20:11 Diperbarui: 9 Agustus 2020   00:02 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

Pergolakan batin memang terkadang menyakitkan, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi mereka-mereka yang mungkin sama didalam keadaan sedang bergejolak itu: " disaat kenyataan hidup tidak sesuai dengan apa yang manusia ingin kehendaki".

Sikap mengagumi kepada seseorang. Apalagi wanita, rasanya sangat dekat dengan rasa cinta itu. Namun apakah akan menjadi salah ketika manusia mencintai?

Ini bukan saja catatan penting, cinta yang belum dimengerti oleh Bani, sepertinya memahami perasaan wanita, bahkan logika berpikirnya-pun, akan menjadi sandungan bagi pria-pria pemikir seperti Bani.

Bukan apa, sesuatu pembahasan yang rumit bahkan mengundang pertanyaan merupakan ladang yang subur bagi isi otak Bani, rasanya Bani adalah salah satu dari orang yang berlebih dalam berpikir. 

Maka dari itu justru hal-hal kecil yang remeh temeh untuk diingat kadang Bani sendiri tidak ingat, bahkan sekerdar meletakan kunci motornya.

Sepertinya memang benar. Bani yang seorang penulis dengan kondisi mental yang berubah-ubah, bahkan sulit dimengerti oleh dirinya sendiri, haruslah berjodoh dengan orang yang tepat, setidaknnya yang mampu mengerti keadaan jiwa yang berubah-ubah Bani.

Mungkin seorang "Bani" dapat dibilang mempunyai jiwa yang sangat kompleks. Karena semua bentuk kejiwaan manusia ada pada penulis. Oleh karena itu penulis sering tidak dimengerti oleh orang lain bahkan dirinya sendiri.

Tetapi dengan setiap rasa-rasa itu. Semua manusia pasti akan ada pada titik balik tertentu, Bani juga akan mengalami masa yang sama pada setiap rasa-rasannya sendiri, yang tidak mungkin bisa dia tolak dalam menjalani hidup sebagai manusia.

"Semua bentuk kekaguman yang dapat menjadi penuntut dalam mencinta, ia bukan saja akan menjadi senjata makan tuan pada batin-batin manusia yang "menjadi" ada dalam rasanya tersebut. Juga akan menjadi satu bentuk kegelisahan baru akan jawaban, apakah ia dapat dicinta sabagaimana dirinya mencinta pada sesuatu yang ada diluar dirinya"

Mungkin dikala manusia beruntung dalam mencinta manusia lain dan terbalas, ia bukan saja akan bangga dengan dirinya, bahwa; "ia diterima sebagaimana perasaannya. 

Karena sama-sama pula merasakan cinta pada akhirnya". Tetapi bagaimana dengan mereka-mereka yang untuk menunujukan perasaan itu saja dia tidak mampu?

Yang salah menjadi manusia sepertinya adalah tidak adanya keberanian. Namun apakah keberanian itu harus kuat menanggung malu ketika cinta itu tidak terbalas? 

Tentu Bani bukanlah pribadi yang kuat, hanya saja ketika ia sudah malu dalam menjadi dirinya yang ingin mencinta orang lain dan ditolak, ia bahkan tidak akan pernah mempunyai kuasa untuk tetap berteman dengannya. 

Misalnya: "jika ada gebetannya dan ia tertolak sebagaiamana hal yang sangat tidak diinginkannya".

Merasa bersalah dan mengapa itu terjadi? Adalah pertanyaan Bani pada dirinya sendiri, tetapi jika memang manusia harus mencintai orang yang salah terlebih dahulu, apakah mencintai orang yang benar akan menjadi kenyataan di hari berikutnya?

Tentang pikiran manusia yang terus bertrasformasi melihat konteks jaman, bahkan untuk mencinta secara apa adanya saja sulit, apakah cinta sendiri tidak akan pernah menuntut?

Ya benar, inilah yang terkadang menjadi wacana pemikiran Bani, apakah ada dalam kesejatian cinta yang bermodal hanya ketertarikan saja?

Pernah Bani berkata dan bertanya pada wanita; tetapi Bani sendiri masih agak riskan membuktikan bahwa itulah kebenarannya. Bani bertanya, apa yang menjadi tolak ukur wanita dalam suatu ketertarikannya terhadap pria? 

Ia: wanita itu menjawab; fisik. Mungkinkah hanya fisik, atau embel-embel nyaman, nyambung, dan segala macamnya yang terlihat remeh itu faktor krusial?

Itu semua bukan hanya  sedang dicari kebenaranya oleh Bani, tetapi apakah itu sudah cukup merepresentasi ketertarikan wanita terhadap pria? 

Membingungkan, ibarat tesis yang tidak pernah selsai yaitu; perkara antara pria dan wanita dalam memandang ketertarikan, kekaguman, bahkan cinta itu sendiri yang justru ditunggu setiap orang.    

Bani bukan tidak mampu menunujukan sebagai yang menarik itu; Pria sensitive memang bebal, ya kebebalan itu merupakan pria-pria dengan terus berpikir akan dirinya sendiri. Apakah ia pantas dengan yang mereka kagumi itu? yang dicintai?

Apakah ia "Bani" merupakan manusia yang paling diinginkan oleh wanita pujaannya? Pertanyaan yang terus terngiang bahkan didalam hari-hari yang terpikirkannya, cinta memang bukan sesuatu yang mudah--- dipikir seperti tidak sampai, dirasa seperti tidak diinginkan.

Namun apakah semua manusia dalam mencintai seperti itu? Merasa bahwa dirinya tidak berharga sama sekali? 

Atau mungkin ketika kita terlahir sebagai anak presiden atau anak-anak dari konglomerat yang berlebih kekayaannya, juga akan merasakan hal yang sama; dihati kecil kita tidak berharga sama sekali dihadapan diri kita sendiri?

Terkadang sesuatu itu menjadi diri sendiri dalam kekurangan atau kelebihan jika dihadapkan pada cinta sangatlah membingungkan. 

Sebenarnya apakah benar semua manusia membutuhkan cinta? Atau cinta yang membutuhkan manusia? Seperti menjadi hal yang membingungkan hati dan pikiran Bani. 

Seakan tidak ada upaya lain selain menulis semua itu untuk Bani jadikan pemikiran-pemikirannya sebagai sebuah karya tentang cinta dirinya yang akan ia tulis di bukunya.

Namun bagiamana dengan berkarya, apakah itu wujud dari cinta akan karya itu sendiri? Wanita juga karya dari Tuhan, Bani menyadari itu, apakah dugaan untuk dicintai wanita harus mulai berkarya, supaya dalam kealamiahnya karya dari karya saling bertemu energinya? 

Dalam hal ini karya pertemuan karya tuhan dan karya manusia, dimana karya tuhan adalah wanita dan karya manusia adalah buah pikir yang mewujud pada tulisaannya?

Seperti mendapat teori baru dalam cinta. Tetapi apakah ini mungkin saja terjadi dalam ketertarikan itu untuk sama-sama mengundang cinta? 

Mencintai seperti tidak untuk dipikir, tidak pula untuk dirasa, tetapi berilah apa yang menjadi buah karyamu untuk seseorang yang kamu cintai, termasuk untuk karya tuhan yaitu: seorang wanita. 

Dan pilihan yang tepat bagi Bani bercita-cita memberikan karya tulis dalam bentuk buku kepada Wiwit wanita pujaannya yang kelak ia berharap menjadi jodohnya.

Kepercayaan diri, memanglah hanya sebagai kepercayaan. Ia sapat tinggi, dapat pula menjadi rendah. 

Tetapi manusia harus melepas topeng-topeng itu dalam menjadi dirinya, dimana ia harus juga menjadi dirinya sendiri, yang mungkin berbeda dan tidak sepakat dengan manusia lain. Bukankah dalam kehidupan sendiri harus berbaur dengan manusia yang lain?

Inilah sebenarnnya yang Bani ingin tunjukan ketidak sempurnaan menjadi manusia dalam "topeng" untuk kehidupan sosial itu. 

Terkadang menjadi dirinya sendiri saja dianggap tidak sempurna, apa lagi dengan sejuta bentuk topeng-topeng yang mencoba diterima orang lain. Tetapi ia "bani" juga harus menjadi dirinya tanpa menggunakan topeng tersebut.

Membohongi diri memang tidak mungkin, apalagi dengan terlalu ambisius untuk menunjukan sikap diri yang berlebihan, sebenarnya siapa engkau?

Dan apakah engkau memang benar orang yang paling sempurna dibalik masih banyak yang lain sebagai "pribadi" yang sama-sama indah?

Itulah pertanyaan sebagai sikap kewaspadaan seorang Bani, karena ketika semua tidak seperti apa yang manusia kehendaki, sakit hati, kecewa, akan melebur menjadi sifat dan pribadi manusia. 

Maka menjaga diri agar tidak sakit hati bahkan kecewa juga sangat perlu bagi manusia termasuk Bani didalammnya memandanng cintanya sendiri.

"Dibalik manusia harus menjaga kesehatan badannya, ia juga harus menjaga kondisi jiwanya yang mungkin akan sama-sama merasakan sakit ketika antara tubuh dan jiwa memang abnormal. 

Tetapi rasa mengasihi, dan menjadi tanpa pamrih, adalah sesuatu yang membebaskan itu dalam menjadi manusia.

Memang selayaknya cinta: "kalau dapat memberi; berikanlah, termasuk hati kepada yang engkau cintai itu sebagai bagian dari apa yang dapat manusia itu berikan.

Namun tidaklah untuk dikecewai ketika memang tidak terbalas, rasanya  hati juga entitas yang hidup dari manusia untuk memilih siapakah yang pantas menerima hatinya tersebut".  

Mencari suatu kepantasan seperti tidak ada dalam ukuran. Hati memang misteri, tetapi hati yang bahagia tidak dapat pula disamakan dengan senyum yang terus terbuka lebar dari bibir manusia. 

Kebahagiaan memang unik, ia terasa didalam hal yang paling tersembunyi manusia. Memang bukanlah untuk dipikirkan, hati rasanya tidak terpikir, tetapi ia "hati" hanya terpengaruh oleh pikiran yang sumpek dan ruwet yang manusia ciptakan sendiri sebagai bagian dari kematian hati itu sendiri.

Berseni menyentuh "kedalaman" hati (batin) untuk membunuh pikiran memang tidak mungkin dilakukan manusia.

Tetapi bagaimana jika pikiran yang berlebih itu sebagai bagian dari hidup dapat termanifestasi? Bahkan dicipta agar kreatif dan menjadi karya agung dimasa yang akan datang? 

Bukan hanya sebagai sesuatu yang menyembuhkan diri dan jiwa manusia, tetapi juga menjadi sesuatu yang membahagiakan; "sesuatu itulah sejatinya karya dari manusia dapat menyentuh bahagia walaupun untuk dirinya sendiri".

Tetapi sebagai penulis yang akan terus berkarya pada setiap waktunya, bukan Bani tidak bahagia menjalani hidupnya, hanya saja kepedihan hidup itu merupakan kebahagiaan jika ditulis. 

Adakalanya realitas adalah kepalsuan, ya, memang tidak terketahui, siapakah yang palsu itu? Realitas atau ide-ide dari realitas itu sendiri?

Seberapapun kepedihan hidup itu, manusia selalu punya cara agar dia dapat berbahagia, walapun terkesan sulit untuk berbahagia, bahagiakanlah dirimu sendiri dengan caramu manusia. 

Tidak mungkin ketika dari dalam dirimu belum bahagia, kamu dapat membahagiakan manusia lain.

"Ketidakbahagiaan dalam realita memang melekat pada seorang penulis. Maka "Bani" ingin menjadi seorang penilis: membaca dan menulis adalah upaya menjaga diri agar hidupnya manusia tetap waras".

Dengan obyek-obyek berpikir yang sangat kompleks. Manusia yang menulis bukan saja ia sedang ingin tenar atau dikagumi banyak wanita, tetapi Bani sendiri rada agak skeptic, apakah semua wanita kagum dengan penulis? 

Tentu tidak semua, apalagi di Indonesia, seberapa populasi manusia yang membaca? Katanya masyarakat Indonesia rendah dalam minat untuk membaca itu.

Bagiamanapun realita itu tentang membaca dan menulis, bukanlah sesuatu yang penting. Dalam berkehidupan, memang kita dituntut untuk tetap hidup didunia ini. 

Karena menyerah pada kehidupan bukanlah sesuatu yang dianjurkan bahkan oleh diri kita sendiri.

Mengapa ada kehidupan mungkin kita sendiri yang menghendaki untuk terus hidup, dan bagiamanakah tentang kepercayaan-kepercayaan itu tentang kehidupan? 

Itu sesuatu yang diluar nalar kita, serahkanlah pada siapa-siapa yang berkepentingan dalam kehidupan, termasuk didalam kehidupan itu ada diri kita sendiri yang masih berkehendak untuk hidup sampai saat ini.

Akhirnya dalam kehendak untuk hidup itu,  manusia haruslah lari pada hobi-hobi yang bukan saja membuat ia senang, karena pada akhirnnya; 

" Manusia hanya dipaksa bagaimana menjadi bahagia dalam menjalani hidup ini dengan sumber-sumber yang ada termasuk; melayani hobi-hobinya sendiri untuk tidak terasing sebagai manusia".

Entahlah Wiwit suka membaca atau tidak, Bani-pun tidak meyakini kebenaran itu untuk yakin bahwa; Wiwit suka pada penulis. Namun apakah orang yang suka membaca baru dia akan suka pada penulis? 

Inilah yang terkadang Bani pikirkan dengan segudang aktivitas menulisnya, bahkan menulis sudah menjadi bagian dari hidup Bani. Apakah hanya dengan ini "menulis" Bani dapat dicintai oleh wanita-wanita disana termasuk wiwit?

Dalam kenyataannya Bani, ia bukalah orang yang baik dalam bercengkerama dengan berbagai obrolan-obrolannya yang terkadang, ia terlalu asyik dengan pengetahuan yang tersembunyi dan tidak banyak terpahami oleh banyak orang.

Banyak sesuatu yang tidak Bani ketahui termasuk dengan cara apa obrolan-obrolan yang membuat wanita nyaman didalamnya termasuk Wiwit. 

Obrolan paling ringan bagi banyak orang merupakan obrolan paling berat, itulah bagaimana lemahnya pengetahuan Bani terhadap hal yang remah tapi merekatkan hubungan personal.

Tidak jarang juga ketika Bani sedang ngobrol hal pekerjaannya menulis dengan Wiwit, ia pun bertanya-tanya, apa maksud yang di bicarakan Bani. 

Inilah sesutau yang mengganjal itu, karena kata banyak orang sesuatu yang akan menjadi cinta adalah pembicaraan yang nyambung, dan Bani merasa bahwa; apakah ada seseorang yang rela untuk memahami Bani sedikit saja untuk dia dapat membagi hidupnya agar dia dikenali terlebih dahulu, supaya pembicaraan itu dapat nyambung dengan wanita termasuk Wiwit?

Terkadang hilangnnya kepercayaan diri dibalik tidak banyak tahunya hal apa yang dapat membuat nyaman wanita terhadap pria, itulah banyak dari hal yang remeh tidak diketahui Bani. Ia "Bani" justru malah asyik mengkaji sesuatu yang terjadi sebagai fenomena sosial masyarakat, membaca filsafat, bahkan melarikan diri pada pengetahuan spiritual (kejiwaan) manusia.

Namun kembali pada sesuatu yang dianggap baik, buruk, benar dan salah, apakah kebaikan bagi seseorang bersifat sama? 

Padahal "Scorates" sendiri ketika ditanya oleh Plato, ia tidak dapat menjawab; "sebab kebaikan itu merupakan suatu hal tidak dapat terdefinisikan oleh manusia".

Wiwit yang cenderung tertutup, Bani yang cenderung diam, apakah akan menjadi cinta pada akhirnya? 

Mungkin ini hal yang terlalu jauh. Karena menurut berbagai penelitian sendiri, wanita lebih sulit jatuh cinta dibanding pria, dan Bani tentu sebagai "pria" lebih mudah jatuh cinta dari pada Wiwit.

Tentang cinta sendiri memang membingungkan, dibalaik harus saling mengenal antara pria dan wanita, ia juga harus ada dasar dari ketertarikan dari dalam hatinya terlebi dahulu.

Namun bagaimana dengan dingin dan diamnya Bani sebagai bahan obrolan menggoda Wiwit dapat mencintainya, apakah Wiwit bisa mencintai Bani? Disinilah rasionalitas Bani bermain. Wiwit yang dingin pula terhadap Bani menjadi tanda itu sendiri bawasannya; sama-sama dalam diam apakah manusia dapat saling mencintai?

Sepertinya puisi yang indah memang harus diciptakan oleh Bani sebagai Karya tulisnya; ia pun sebenarnya menulisnya untuk Wiwit, bahkan semua puisi yang ada dilaman media social Bani, salah satu puisi itu berbunyi;

Seperti yang akan berat dirasa
Mencintai adalah tertunduk
Dan siapakah yang menundukan itu?
Malam yang terus dipertanyakan, ia tidak bertanya pada siapapun
Kembali "Ia" bertanya pada dirinya sendiri.

Tentang pria yang bebal itu: energinya sangatlah sedikit
Karena selalu ada tanya didalam batinnya
Apakah ada yang ingin menenggelami hidupnya?
Yang teronta dibalik nestapanya sebagai manusia.


Memang pertanyaan ini seperti bias: "Maukah kamu"? Dikala bertanya menjadi berat
Mungkinkah dapat terjawab?
Narasi dalam rasa sendiri begitu rumit
Terkadang untuk menjadi dirinya sendiri saja sulit.

Sejatinya semua perasa memang bebal
Sengaja aku ciptakan puisi dibalik rancangan-rancangan buku itu
Meskipun khayalan tidak seindah realitasnya
Hasrat yang ingin dibagi, apakah kotor dan tidak layak lagi?

Untuk itu, terdiamlah dalam lumunanmu pria bebal
Angan yang terkadang tidak sampai
Akan sejauh mana dalamnya rasa itu akan kau selami?
Yang hanya butuh kekuatan nyata
Menjadi, atau tidak sama sekali dijadikan!

Ketenangan, sungguh hanya ketenangan
Rangkulah batin ini dalam kedamaian meskipun kesendirian hanyalah godaan dari angan
Terbagialah untuk membagi
Rengkuhlah dirimu bersama Bintang malam yang jalang!    
 

Bani seorang "Penyair" tetaplah akan menjadi penyair, namun dalam syir itu, sudahkan mengilhami orang-orang yang cenderung segala sesuatunya dipikir seperti Bani bahkan untuk menyambut jodohnya?

Imajinasi yang terkadang jika dihadapkan pada realitas itu terbalik, tetapi berharaplah sebagai manusia jika masih bisa berharap, supaya hidup seperti mendapat sebuah gantungan itu untuk bersandar.

Sepertinya buku itu; tempat dimana bentuk dari karya manusia yakni; Bani yang menulisnnya. Terlepas dari sama-sama diam dan sama-sama tidak saling mengenal antara Bani dengan Wiwit didalam hari-hari mereka berdua didalam ruang perkenalannya. 

Memang cita-cita Bani adalah menyelsaikan karyanya; yakni buku yang diciptakannya untuk jodohnya siapapun nanti termasuk Wiwit.

Ia pun ingin membagikan bukanya kepada orang yang ada pada kehidupannya, dan bayangan ketika akan memberinya kepada Wiwit yang sebelumnya ingin melamarnya dengan buku itu, sontak, apakah cinta tidak membutuhkan terori yang berbelit-belit asal ucap dan asal melamar untuk sama-sama "bersedia" mencinta?

Bani hanya tidak mau bunuh diri untuk perasaannya. Orang pendiam seperti Bani, cenderung tidak nyambung jika diajak ngobrol, bahkan sering membuat Wiwit bertanya-tanya. 

Rasanya Bani pribadi yang jauh untuk menarik simpati Wiwit. Mungkin lebih jauh lagi untuk kata cinta untuk Bani bagi Wiwit.

Buku karya Bani nanti itu, dalam imanjinasinya tetap akan Bani berikan pada Wiwit; tetapi momen hari raya natal, mungkin yang baik dari yang terbaik cara memberi buku itu sebagi kado natal untuk Wiwit tahun ini. 

Karena mungkin esensi mencintai adalah untuk memberi, dan berikanlah sesuatu yang ingin kau beri untuk seseorang yang kamu kagumi, bahkan kamu cintai seperti kisah Bani kagum dengan Wiwit.

Perkara dalam cinta yang didominasi perasaan dan hati seseorang, mungkin setiap orang sudah punya pilihan itu masing-masing, dan siapa yang akan dipilih sebagai cinta oleh Wiwit seperti Bani-pun tidak tahu. 

Bukan menjadi manusia yang menarik setaip harinya dalam setiap pergaulannya, mungkin Bani harus sadar itu sebagai kesadaran. 

Supaya ia tidak memulukan diri sendiri dengan sok PeDe mencintai Wiwit. Begitu juga Wiwit supaya perasaannya tetap biasa saja jika dibebani cinta oleh Bani.

Tentang yang sama-sama mungkin tidak diketahui itu, makna tersembunyi dibalik batin-batin manusia, biarlah semua menjadi jawaban bagaimana diri manusia akan saling menemukan dirinya dalam cinta. Serahkanlah semua pada kekuatan adikodrati dari hidup itu sendiri.

Cinta memang untuk saling mengasihi dan memberi, tidak ada salah memberi sesuatu pada orang yang dicintainnya, termasuk memberi buku karya Bani kepada Wiwit sebagai bentuk kekaguman dalam cinta itu mengenal wanita seperti Wiwit sebagai calon jodoh. 

Namun dalam cinta semua masih mungkin--- haraplah tanpa mengharap, cinta tetap akan menjadi cinta pada akhirnya bagi manusia.      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun