Namun tidaklah untuk dikecewai ketika memang tidak terbalas, rasanya  hati juga entitas yang hidup dari manusia untuk memilih siapakah yang pantas menerima hatinya tersebut". Â
Mencari suatu kepantasan seperti tidak ada dalam ukuran. Hati memang misteri, tetapi hati yang bahagia tidak dapat pula disamakan dengan senyum yang terus terbuka lebar dari bibir manusia.Â
Kebahagiaan memang unik, ia terasa didalam hal yang paling tersembunyi manusia. Memang bukanlah untuk dipikirkan, hati rasanya tidak terpikir, tetapi ia "hati" hanya terpengaruh oleh pikiran yang sumpek dan ruwet yang manusia ciptakan sendiri sebagai bagian dari kematian hati itu sendiri.
Berseni menyentuh "kedalaman" hati (batin) untuk membunuh pikiran memang tidak mungkin dilakukan manusia.
Tetapi bagaimana jika pikiran yang berlebih itu sebagai bagian dari hidup dapat termanifestasi? Bahkan dicipta agar kreatif dan menjadi karya agung dimasa yang akan datang?Â
Bukan hanya sebagai sesuatu yang menyembuhkan diri dan jiwa manusia, tetapi juga menjadi sesuatu yang membahagiakan; "sesuatu itulah sejatinya karya dari manusia dapat menyentuh bahagia walaupun untuk dirinya sendiri".
Tetapi sebagai penulis yang akan terus berkarya pada setiap waktunya, bukan Bani tidak bahagia menjalani hidupnya, hanya saja kepedihan hidup itu merupakan kebahagiaan jika ditulis.Â
Adakalanya realitas adalah kepalsuan, ya, memang tidak terketahui, siapakah yang palsu itu? Realitas atau ide-ide dari realitas itu sendiri?
Seberapapun kepedihan hidup itu, manusia selalu punya cara agar dia dapat berbahagia, walapun terkesan sulit untuk berbahagia, bahagiakanlah dirimu sendiri dengan caramu manusia.Â
Tidak mungkin ketika dari dalam dirimu belum bahagia, kamu dapat membahagiakan manusia lain.
"Ketidakbahagiaan dalam realita memang melekat pada seorang penulis. Maka "Bani" ingin menjadi seorang penilis: membaca dan menulis adalah upaya menjaga diri agar hidupnya manusia tetap waras".