Pergolakan batin memang terkadang menyakitkan, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi mereka-mereka yang mungkin sama didalam keadaan sedang bergejolak itu: " disaat kenyataan hidup tidak sesuai dengan apa yang manusia ingin kehendaki".
Sikap mengagumi kepada seseorang. Apalagi wanita, rasanya sangat dekat dengan rasa cinta itu. Namun apakah akan menjadi salah ketika manusia mencintai?
Ini bukan saja catatan penting, cinta yang belum dimengerti oleh Bani, sepertinya memahami perasaan wanita, bahkan logika berpikirnya-pun, akan menjadi sandungan bagi pria-pria pemikir seperti Bani.
Bukan apa, sesuatu pembahasan yang rumit bahkan mengundang pertanyaan merupakan ladang yang subur bagi isi otak Bani, rasanya Bani adalah salah satu dari orang yang berlebih dalam berpikir.Â
Maka dari itu justru hal-hal kecil yang remeh temeh untuk diingat kadang Bani sendiri tidak ingat, bahkan sekerdar meletakan kunci motornya.
Sepertinya memang benar. Bani yang seorang penulis dengan kondisi mental yang berubah-ubah, bahkan sulit dimengerti oleh dirinya sendiri, haruslah berjodoh dengan orang yang tepat, setidaknnya yang mampu mengerti keadaan jiwa yang berubah-ubah Bani.
Mungkin seorang "Bani" dapat dibilang mempunyai jiwa yang sangat kompleks. Karena semua bentuk kejiwaan manusia ada pada penulis. Oleh karena itu penulis sering tidak dimengerti oleh orang lain bahkan dirinya sendiri.
Tetapi dengan setiap rasa-rasa itu. Semua manusia pasti akan ada pada titik balik tertentu, Bani juga akan mengalami masa yang sama pada setiap rasa-rasannya sendiri, yang tidak mungkin bisa dia tolak dalam menjalani hidup sebagai manusia.
"Semua bentuk kekaguman yang dapat menjadi penuntut dalam mencinta, ia bukan saja akan menjadi senjata makan tuan pada batin-batin manusia yang "menjadi" ada dalam rasanya tersebut. Juga akan menjadi satu bentuk kegelisahan baru akan jawaban, apakah ia dapat dicinta sabagaimana dirinya mencinta pada sesuatu yang ada diluar dirinya"
Mungkin dikala manusia beruntung dalam mencinta manusia lain dan terbalas, ia bukan saja akan bangga dengan dirinya, bahwa; "ia diterima sebagaimana perasaannya.Â
Karena sama-sama pula merasakan cinta pada akhirnya". Tetapi bagaimana dengan mereka-mereka yang untuk menunujukan perasaan itu saja dia tidak mampu?