Pendapatan akan uang yang sudah tidak mungkin bagi saya "lebih" sebatas gaji UMK "Upah Minimum Kabupaten" di Jawa Tengah untuk berkelana jauh dari kampung halaman. Realitasnya gaji setiap bulan hanya cukup untuk makan, "dimana treveling jauh memang sudah tidak mungkin untuk dikejar".
"Oleh karena itu saya harus berpengetahuan dengan sumber daya yang ada, membeli buku-buku, menonton video di youtabe, atau baca-baca artikel di website yang dalam segi biaya sendiri lebih murah dan hakekatnya sama untuk berpengetahuan".
Namun kerinduan untuk berkelana, memang adakalanya datang, saya juga ingin merasakan energy dari semseta bagaimana spiritnya berbicara, memberi tahu, dan memberi suatu pengetahuan baru pada saya. Tentang tempat-tempat bersejarah itu, apakah sebagai bentuk "pengetahuan" orang tidak berhasrat untuk mengunjunginya selagi masih ada waktu?
Tentu orang yang berhasrat tinggi pada pengetahuan seperti saya, hidupnya mungkin harus terus dalam pengelanaan itu, supaya saya sendiri terpuaskan secara lahir dan batin. Karena dalam sabda "Plato" seprang filsuf Yunani kuno juga pernah berkata bahwa: "ilmu adalah makanan bagi jiwa manusia".
Maka ketika memang pendapatan akan uang dari kerjanya tidak dapat membeli hasrat akan mengtahuinya, haruskah sebagai manusia, saya harus kembali berkelana sekaligus mencari uang untuk penghidupan saya? Dimana sebagai manusia, saya harus berkelana jauh lagi memandang dunia untuk hidup?
Sesuatu yang rancu, ia terpola bukan dari bagaimana minat "hidup" pada akhirnya berbicara. Lamunan itu adakalanya ia datang bersama angin-angin yang menyelimuti kalbu, bawasannya  sebagai bentuk pertanyaan itu, mungkinkah hidup manusia dapat terpenuhi kebutuhannya sekaligus terpenuhi kebutuhan batinnya ( jiwanya) akan pengetahuan sebagai dari makanan-makanannya dalam berkelana sekaligus mencari uang?
Kebutuhan akan hidup dengan badan yang terus menerus ingin dipenuhi kebutuhannya dengan dibeli seperti makanan yang harus mereka "manusia" asup, juga pakaian yang harus mereka itu pakai, dan tempat-tempat berteduh untuk melindungi dirinya sebagai manusia, haruskah itu lebih diutamakan sebagai peranan utama dibalik kebutuhan akan pengetahuan yakni; butuh sebagai makanan kejiwaannya sendiri?
Dalam setiap pengelanaan, kebutuhan untuk tahu, bahkan kebutuhan untuk memenuhi hidup dari makan-makan kita sebagai manusia, yang butuh makan untuk hidup itu sendiri melanjutkan kehidupan. Memang benar dalam pengelanaan itu mencari kebutuhan badan dan kebutuhan jiwa harus sama-sama terpenuhi sebagai kebutuhan hidup manusia.
Karena sebagai manusia, bukan hanya "hidup" namun dalam perjalanannya akan terus untuk memenuhi kebutuhannya hidupnya sendiri--- dibalik memenuhi apa yang kurang dari dirnya termasuk memenuhi segenap rasa yang kurang untuk diri dan hidupnnya.
Berbagai rasa yang kurang sebagai manusia, memang sadar atau tidak disadari ia akan terus hadir bagaikan arwah-arwah yang bergentayangan sebagaimana dirinya--- juga bergentayangan dalama wacana untuk hidup didunia ini. Mungkinkah tanpa pengetahuan manusia akan menjadi badan-badan yang bergentayangan ataukah manusia adalah badan-badan yang hidup saja?
Apa mungkin hidup tidak untuk berpengetahuan? Hidup--- "hidup" saja seperti binatang-binatang pada umumnya? Tetapi jika manusia hidup hanya "hidup" saja, bagaimana pertanggung jawaban manusia sebagai makhluk yang katanya "cahaya" pembawa pengetahuan bagi dunia ini?