Tetapi dalam beberapa tahun mutakhir, fungsi mereka hanyalah sebatas menjadi pantia acara pargelaran Hiburan bagi masyarakat, ketika Idul fitri atau hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Saya kira, produktivitas mereka mandeg dengan adanya defisit memproduksi seni dari kekayaan budayanya sendiri, yang dulu ketika saya kecil banyak di bawakan oleh anak-anak sekolah dasar, meskipun iringan musiknya lewat kaset. Karena itu, pentingnya Guru dan Rumah budaya untuk mendidik mereka pelajar se-Desa. Ketika mereka mampu memproduksi seni budaya-nya sendiri, tentu akan semakin berarti eksistensi hidup mereka, agar tidak terasing oleh moderitas hidup hanya diisi dengan main game dan internet.
Menurut saya hiburan yang disajikan dalam pargelaran hiburan masyarakat oleh pelajar Desa saya-pun cenderung stagnan. Tidak ada karya-karya baru yang disajikan. Memang dalam tradisi seni "Lengger atau cowong" misalnya, sudah kesenian lama. Tetapi bagi generasi muda, itu adalah budaya yang baru karena sebelumnya mereka tidak kenal dengan kesenian itu.
Tidak adanya sisi kreatif baru, membaut hiburan masyarakat itu, di isi dengan konten itu-itu saja dari pelajar. Sejak beberapa tahun terakhir, karya sumbangsi banyak dari mereka pelajar Sekolah Dasar yang menari di iringi dengan musik kaset, kini pun sudah jarang dan sedikit yang membawakan seni pementasan itu. Apalagi dengan pertunjukan Drama, Musik dan lain sebagainya, sangat jarang bahkan tidak ada, malah yang menjadi rutin hiburanya setiap tahun Organ Tunggal.
Jika ada upaya dari pemerintah Desa itu sendiri membangun Rumah budaya, tentu semakin banyak seni yang akan dibawakan menghibur masyarakat khususnya dari anak muda, karena ada Guru kesenian yang mengajarkan seni disana. Tidak hanya itu, anak muda yang terlatih dalam membangun seni dan budayanya, juga dapat menjadi potensi ekonomi Desa itu sendiri. Dimana hajatan Kampung yang sering memakai hiburan didalamnya, akan menjadi pasar potensial bagi industri kreatif di pedesaan.
Saya yakin dengan adanya anak muda terorganisir dan trampil dalam berkarya, akan mampu bersaing dengan hiburan populer kini seperti Dangdut, Organ Tunggal, Band dan sebagainya? Terlebih jika salah satu dari grup anak muda tersebut adalah saudara, atau anak dari yang punya hajat. Pasti, mereka akan semakin bangga bahwa; anak muda yang kini banyak mengisi hidupnya dengan bermain Game, baik Online maupun Offline, mampu juga membuat suatu karya seni dan budaya menghibur, bahkan dapat menghasilkan nilai ekonomi.
"Pemberdayaan merawat kebudayaan leluhur baik filsafat atau seni yang mandeg, justru akan mengahacurkan tata masyarakatnya sendiri. Kehilangan budaya sama dengan kehilangan identitas sejatinya, praktis jika sudah hilang budaya luhurnya, masyarakat tidak akan punya adat untuk berpegang".
Bukankah fenomena "Ulin Nuha dan grup kesenian Sekar Wijaya" sebagai prodak asli putra daerah Karang Rena, yang telah membawa nama harum Desa Karang Rena di kancah nasional, merupakan upaya guru-guru kesenian swadaya klompok masyarakat, yang mengajarkan kebudayaan lewat kesenian disana, terhadap mereka "Ulin dan Sekarwijaya"?
Pemuda dan pemudi khusunya "pelajar" Karang Rena, hanya butuh sosok seorang Guru "kebudayaan/kesenian" untuk mengoptimalkan bakat-bakat mereka, sehingga menjadi nilai potensi mereka menyongsong kehidupan di masa yang akan datang.Â
Sosok Ulin Nuha dan anggota grup kesenian Sekarwijaya adalah satu dari banyak bukti itu bahwa; anak muda butuh terwadahi di bimbing oleh Guru, untuk memaksimalkan bakat dan potensi yang mereka punya.