Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ekpansi Produk Menjadi Alasan Merger antar Dua Perusahaan

28 September 2024   16:17 Diperbarui: 29 September 2024   08:58 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : pixabay.com/Sharifdesigns

Dalam dunia bisnis, penggabungan antara perusahaan adalah sangat umum dilakukan termasuk pada industri aviasi yang sangat luas cakupannya.

Luas dalam arti bahwa produk dan layanan dari para perusahaan sangat banyak dan beragam, seperti misalnya pada bisnis pabrikan pesawat di mana pesawat dapat beragam tipe dan jenisnya -- mulai dari pesawat militer dan sipil hingga pesawat bersayap putar dan bersayap tetap.

Latar belakang dari penggabungan perusahaan bisa beragam pula, salah satunya adalah penguasaan pasar melalui ekspansi produk yang dimiliki, dalam arti bahwa mereka akan memiliki penambahan produk yang sebelumnya tidak dimilikinya untuk kemudian ditawarkan kepada para pelanggan mereka.

Contohnya adalah pada pabrikan pesawat yang sebelumnya hanya memproduksi pesawat penumpang dan kargo (airliner) kemudian mereka melakukan merger ataupun akusisi pabrikan pesawat helikopter ataupun pabrikan pesawat militer.

Hal ini kita bisa lihat pada pabrikan pesawat Boeing dengan Boeing Rotorcraft System sebagai hasil dari merger dengan McDonnell Douglas.

Dan karena luasnya cakupan dan pengguna pesawatnya pula maka para pabrikan pesawat juga ingin terjun ke pesawat militer dengan harapan mendapat kontrak dari pihak militer terutama dari negara besar seperti Amerika.

Kontrak dengan pihak militer memang sangat menggiurkan karena tidak terhenti pada proses pembeliannya saja tapi juga dapat berlanjut dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Sebabnya karena akan selalu ada kemungkinan pihak militer mengupgrade ke pesawat mereka untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitasnya, sebagai contoh pesawat angkut legendaris Lockheed Martin C 130 yang sejak tipe A nya pada tahun 1955 hingga tipe J pada tahun 1990 an.

Juga beberapa pesawat lainnya misal General Dymaics F-16 dari F-16 A ke F-16 V, kemudian ada F-15 dari F-15 A ke F-15 EX dan seterusnya, ini menandakan bahwa kontrak mereka dengan pihak militer dapat terus berlanjut.

Pesawat militer juga tidak hanya untuk militer Amerika saja tapi juga banyak negara di dunia -- dan walaupun perlu mendapat persetujuan kongres Amerika untuk ekspor -- pangsa pasar mereka pada pesawat militer akan sama dengan pada pesawat penumpang dan kargo, ini berarti juga pangsa pasar mereka semakin bertambah.

Boeing dengan McDonnell Douglas

Jika kita bisa melihat merger antara pabrikan Boeing dengan pabrikkan McDonnell Douglas pada tahun 1996 akan tergambar bahwa salah satu tujuannya bisa saja karena Boeing ingin terjun ke produk pesawat militer yang dimiliki McDonnell Douglas seperti pesawat F-15, F/A-18 dan pesawat angkut C-17 Globemaster III.

Karena apa? Karena untuk mengembangkan sebuah pesawat tidaklah sebentar dan murah, selain harus melewati proses panjang mulai dari pendesaianan, uji coba hingga produksi yang memerlukan pabrik untuk masuk ke proses produksi -- juga semua itu memerlukan biaya yang sangat menguras persediaan uang.

Dengan merger, pihak Boeing tidak perlu melakukan itu semua mulai dari produk pesawatnya hingga pabrik atau fasilitas untuk memproduksinya, selain itu juga perlu diingat bahwa Boeing mendapat para desainer dan insinyur pesawat militer dari McDonnell Douglas untuk produk pesawat militer mereka selanjutnya.

Baik Boeing maupun McDonnell Douglas sama sama juga memproduksi pesawat penumpang dan kargo (airliner), hal ini bisa dilihat sebagai usaha Boeing untuk menyerang rivalnya akan tetapi bila kita melihat lebih dalam lagi tidaklah demikian.

Persaingan antara Boeing dengan Douglas (sebelum merger dengan McDonnell) sebenarnya sudah terjadi sejak lahirnya pesawat jet penumpang dan kargo, ketika itu Boeing melahirkan Boeing B 707 sedangakan Douglas melahirkan pesawat DC-8 nya.

Namun ada yang menarik dari merger antara McDonnell dan Douglas ini yaitu terjadi pada saat Douglas mengembangkan pesawat tri jet nya yaitu DC-10 namun ketika diproduksi tidak bernama MD sebagai gabungan dari kedua perusahaan tersebut, baru pada produk lanjutannya yaitu MD-11 dan produk setelah merger.

Boeing juga mendapat produk helikopter dari McDonnell Douglas yang membeli pabrikan helikopter Hughes Helicopter pada tahun 1984 yang kemudian bernama McDonnell Douglas Helicopter Systems.

Ini berarti semua kontrak dengan Angkatan Darat Amerika untuk pengadaan Helikopter AH-64 Apache akan menjadi milik Boeing, tidak hanya pada saat pengadaannya saja tapi juga dapat berlanjut pada upgrade yang diminta di kemudian hari.

Lockheed Corp dan Martin Marrietta

Pabrikan Lockheed adalah pabrikan pesawat dan terkenal dengan pesawat angkut legendarisnya C-130 Hercules sedangkan Martin Marrietta dengan produk ruang angkasanya seperti roket dan satelit, merger ini berbeda dengan merger antara Boeing dan McDonnell Douglas maupun McDonnell dan Douglas.

Jadi mengapa Lockheed dan Martin melakukan merger?

Lockheed ingin memperluas produknya ke segmen antariksa dan karena Martin Marrietta adalah perusahaan yang memang berfokus ke segmen tersebut maka pembicaraan merger pun dilakukan

Alhasil Lockheed Martin kini menjadi salah satu kontraktor utama bagi pihak militer Amerika serta produknya pun makin bervariasi mencakup industri aviasi dan kedirgantaraan hingga antariksa.

Lockheed Corp sebelum merger juga membeli divisi pesawat militer dari General Dynamics, pembelian ini bukan saja membuat Lockheed menjadi pabrikan semua pesawat militer besutan General Dynamics dimana salah satunya adalah F-16 tapi juga mendapat potensi keuntungan dari backlog (pemesanan yang belum terselesaikan) pada pesawat F-16 yang menurut harian New York Times sebesar USD 6 milyar.

Nilai potensi keuntungan tersebut melebihi dari nilai pembelian divisi tersebut yang sebesar USD 1,5 milyar.

##

Baik merger maupun akusisi memang kerap terjadi di segala industri usaha tak terkecuali industri aviasi dengan latar belakang masing-masing.

Namun ada yang menarik dalam industri aviasi--khususnya pada pabrikan pesawat-- adalah persaingan antar kedua perusahaan yang melakukan merger tidak selamanya menjadi alasan utama dibalik merger, hal ini kita bisa melihat pada merger antara Boeing dan McDonnell Douglas, di mana keduanya sama-sama memproduksi pesawat penumpang dan kargo (airliner).

Akan sulit serta sangat jauh kemungkinannya terjadi merger antara dua pabrikan pesawat terbesar di dunia saat ini atas dasar rivalitas agar pesaingnya tidak lagi ada dalam persaingan.

Baik Boeing maupun Airbus justru berlomba melengkapi produknya pada segala segmen mulai dari pesawat airliner, pesawat militer, antariksa hingga helikopter (Airbus Helicopter).

Airbus kini memiliki divisi airliner, defense dan space serta Airbus Helikopter sedangkan Boeing dengan divisi commercial airplanes, defense, space and security dimana Boeing Rotorcraft System untuk produk helikopternya sebagai bagiannya.

Keduanya kini sudah saling melengkapi produk aviasi, kedirgantaraan hingga antariksa melalui ekpansi produk yang mereka lakukan selama ini.

Boeing melihat pada produk yang belum mereka miliki yaitu pesawat militer di mana pihak Mcdonnell Douglas sudah memilikinya dan mengantongi beberapa kontrak dengan pihak militer dan sekutunya serta negara lain di dunia.

Selain itu, untuk mengembangkan sebuah pesawat yang benar benar baru dalam hal desain dan lainnya akan sangat tinggi biayanya dan membutuhkan waktu yang lama dibandingkan bila melakukan merger dimana sebuah perusahaan dapat memperoleh produk siap jual yang sebelumnya tidak dimiliki serta fasilitas pabrik untuk memproduksi pesawat.

Ekspansi produk bisa menjadi alasan utama dibalik sebuah merger pada pabrikan pesawat, di mana dapat hal tersebut dapat mengantarkan kepada perluasan pangsa pasar, namun perlu diingat pula bahwa dibalik penggabungan dua perusahaan berarti pula penggabungan dua budaya perusahaan sehingga proses merger tidaklah berhenti pada saat penyelesaian proses merger tersebut.

Bila tidak melalui proses transisi yang baik terutama pada tingkat atas manajemen akan berpengaruh pada output atau produksinya terutama pada kualitas produk terlebih bila pada konteks nya aviasi dimana keselamatan penerbangan menjadi prioritas.

Pada setiap penggabungan akan selalu ada keuntungan dan manfaat tapi ada pula potensi dampak negatit dikemudian hari yang perlu diantisipasi sedini mungkin agar dapat tetap mempertahankan dan bahkan meningkatkan kepercayaan terutama dari pihak pemegang saham dan juga para pelanggannya.

Salam Aviasi.

Referensi: 

https://www.nytimes.com/1993/03/02/business/company-news-lockheed-finishes-purchase-of-general-dynamics-unit.html

https://www.washingtonpost.com/archive/politics/1994/08/30/lockheed-and-martin-plan-merger/9b6b3fd7-5e17-469b-937a-3b9d69f8c501/

https://www.airwaysmag.com/legacy-posts/boeing-mcdonnell-douglas-merger

https://www.nytimes.com/1983/12/17/business/mcdonnel-to-purchase-hughes-helicopter-unit.html

https://www.britannica.com/money/McDonnell-Douglas-Corporation

Wikipedia on Airbus dan Boeing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun