Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Kebijakan Open Sky dalam Mempercepat Laju Pertumbuhan Industri Aviasi dan Pariwisata Indonesia dan Kawasan ASEAN

10 Mei 2023   13:30 Diperbarui: 12 Mei 2023   03:22 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terlibat beberapa bendera negara anggota ASEAN terpasang di halaman depan Hotel Meurorah, Laboan Bajo, Nusa Tenggara Barat (NTB)| Dok DPR RI via Kompas.com

Penyelenggaraan KTT ASEAN dari sisi penerbangan dan secara khususnya penerbangan sipil komersial Indonesia sepertinya masih pada topik implementasi ASEAN Open Sky yang sudah mulai diberlakukan sejak tahun 2015 dimana Indonesia sudah mentandatanganinya pada tahun 2016.

Sedangkan sub topiknya akan di sekitar keikutsertaan Indonesia yang secara terbatas dengan hanya memberlakukan pada tujuh bandara yang ada di Indonesia untuk penerbangan kargo dan lima bandara untuk penerbangan penumpang.

Ini berarti Indonesia tidak membebaskan bandara-bandara di seluruh kota keduanya dan hanya di lima pintu masuk utama yaitu Medan, Bali, Jakarta, Makassar, dan Juanda Surabaya untuk penerbangan penumpang. 

Begitu pula bandara Komodo di Labuan Bajo yang menjadi venue KTT ASEAN tidak termasuk daftar bandara pada ASEAN Open Sky. 

Mungkin sampai di sini ada yang bertanya apa itu ASEAN Open Sky?

Untuk menjawabnya, mari kita mulai dengan mendefinisikan kata open sky itu sendiri,

Central Asian Bureau for Analytical Reporting atau CABAR mendefinisikan Open Sky sebagai berikut : "Liberalisation and ease of access and rules of use of national airports for foreign airlines".

Liberalisasi dan kemudahan akses dan peraturan pada penggunaan bandara nasional kepada maskapai asing, dengan definisi ini maka istilah open sky merujuk pada akses dan penggunaan bandara nasional oleh sebuah negara kepada maskapai diluar negaranya. 

Namun penjabarannya tidak berhenti di sini, untuk mencapai bandara tersebut maka maskapai perlu juga menggunakan ruang udara dari negara yang memberikan akses bandara.

Penerbangan juga tidak hanya berupa penerbangan penumpang saja melainkan juga penerbangan kargo.

Dari definisi dan penjelasan diatas maka kita bisa memahami bahwa ada tiga hal yang termasuk dalam penerapan open sky yaitu penerbangan penumpang, air services. (layanan udara) dan penerbangan kargo. 

Sehingga ASEAN Open Sky adalah liberalisasi dan kemudahan akses dan aturan bandara nasional kepada maskapai dari negara anggota ASEAN pada pelayanan ruang udara serta penerbangan kargo dan penumpang. 

Liberalisasi dalam konteks penerbangan sipil komersial berarti tidak ada pembatasan dalam hal frekuensi dan kapasitas penerbangan (Freedoms of Air 3,4,5).

Ini berarti maskapai nasional semua anggota ASEAN bisa terbang tanpa batasan frekuensi dan juga jenis pesawat yang digunakan ke semua bandara dari negara anggota ASEAN lainnya.

Bagi maskapai yang sebelumnya tidak punya rute penerbangan ke negara anggota ASEAN, pemberlakuan open sky ini berarti mereka perlu segera membuka rute penerbangannya untuk siap bersaing. 

Namun ini tidak semudah ucapan kata, juga melihat kondisi para maskapai pasca pandemi, akan memerlukan waktu untuk kesana. 

Hal lain yang mungkin bisa dilakukan maskapai adalah dengan mengadakan kerja sama antar maskapai dua negara melalui sistem codeshare seperti yang dilakukan oleh maskapai nasional kita dengan maskapai Singapura.

Dengan catatan bahwa maskapai masih perlu mampu bersaing dengan maskapai dari semua anggota terutama maskapai yang memiliki jaringan penerbangan ke Eropa dan Timur Tengah. 

Dampak pemberlakuan kebijakan ini bagi semua anggotanya sebenarnya sangat besar terutama pada industri aviasinya sendiri maupun pariwisatanya karena akan semakin banyak wisatawan mancanegara yang melakukan perjalanan wisata. 

Setiap negara anggota ASEAN juga tidak hanya bisa menawarkan satu destinasi wisata saja kepada wisatawan, melainkan sebanyak mungkin. 

Bagaimana dengan Indonesia?

Dengan hanya memberlakukan pada lima bandara utama untuk penerbangan penumpang maka dampaknya hanya akan dirasakan oleh lima daerah di mana masing masing bandara berada.

Bagaimana dengan bandara lainnya seperti bandara Komodo di Labuan Bajo yang merupakan pintu gerbang ke destinasi wisata Taman Nasional Komodo (TNK)?

Apakah ini berarti maskapai asing hanya bisa melayani penerbangan ke Labuan Bajo dengan membatasi baik frekuensi dan kapasitasnya? 

Apakah ini bukan merupakan masalah karena sejalan dengan visi untuk menjadikan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata berkialitas yang berarti pula jumlah wisatawannya tidak akan sebanyak dibandingkan jika tidak ada segementasi wisatawan tersebut. 

Perkembangan terkini lainnya yang terjadi di Bali di mana dikabarkan akan diterapkan sistem kuota untuk wisatawan asing yang berkunjung ke Bali.

Dilansir dari Kompas.com 9/5/23, pemprov Bali akan meninggalkan kebijakan mass tourism dan menerapkan satu kebijakan, dalam kata lain Bali akan memfokuskan pada quality di pariwisatanya. 

Rencana pemprov Bali ini terbilang bagus akan tetapi banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan disamping perencanaan kebijakan yang akan diterapkan nantinya. 

Salah satu PRnya adalah meningkatkan daya dukung pariwisata seiring dengan peningkatan kualitas wisatawan mancanegara yang dibidik nantinya, jika sebelumnya berdasarkan kebijakan mass tourism maka sekrang perlu disesuaikan.. 

Apakah kebijakan ini akan memengaruhi tingkat keterisian akomodasi? 

Sesuai dengan penjelasan dari Wakil Gubernur Bali di Kompas.com bahwa penerapan kuota bukan pembatasan jumlah wisatawan mancanegara tetapi wisatawan nakal

Untuk menyegarkan pemahaman kita terhadap kata "quota" ini mari kita lihat salah satu definisinya dari Oxford Language di Google: "fixed minimum or maximum number of a particular group of people allowed to do something" 

Terjemehan langsungnya adalah jumlah minimum atau maksimum ditetapkan pada sekumpulan orang untuk melakukan sesuatu. 

Pemahaman ini dengan mudah kita pahami pada penerapan kuota jamaah haji kita setiap tahunnya dimana pemerintah Arab Saudi menetapkan jumlah maksimum jamaah dari semua negara di dunia. 

Sudah tentu dalam menetapkan kuota tersebut, pemerintah Arab Saudi telah mempertimbangkannya termasuk pada daya tampung dan dukung mereka. 

Dari definisi dan penerapannya pada jamaah haji maka dapat kita katakan bahwa kuota merupakan penyesuaian jumlah yang dilakukan oleh sebuah pihak atau orang atau pemerintah. 

Jika penetapan jumlahnya minimum berarti ada pengurangan, sebaliknya bila maksimum maka akan ada penambahan dari biasanya. 

Jika Bali memang menetapkan kuota pastinya juga akan menyesuaikan dengan jumlah kamar yang tersedia di Bali agar dapat mengakomodasi mancanegara, pertanyaannya adalah bagaimana jika kuota yang ditetapkan tidak sesuai dengan junlah kamar yang tersedia?. 

Kata "tidak sesuai" disini dilihat dari jumlah kamar yang tersedia tersebut sesuai dengan harapan dari wisatasan mancamegara yang berkualitas dalam hal standar layanan.

Misalnya, kita ambil angka acak untuk jumlah kamar di Bali dengan 10,000 kamar, apakah semua kamarnya merupakan kamar dengan kualitas untuk wisatawan berkualitas, karena kita menyadari bahwa tidak semua kamar di Bali dengan kualitas yang sama untuk mengakomodir semua segmen wisatawan. 

Pada aspek lainnya, mengatasi wisatawan nakal bukan berarti harus dengan sistem kuota tapi juga bagaimana instumen hukum diterjunkan, bukankan pada disebutkan juga bahwa setelah ada pentertiban dari aparat, jumlah pelanggaran, dan jumlah wisatawan asing menjadi berkurang?

Hal lain yang mungkin bisa dilakukan adalah mengevaluasi pemberlakuan bebas visa kepada negara yang warganya banyak melakukan tindakan tidak sopan. 

Dengan demikian filterisasi yang kita lakukan bukan menerapkan kuota, selain itu penerapan responsible tourism di Bali juga bisa menjadi alternatif. 

Implementasi ASEAN Open Sky yang bertujuan menjadikan kawasan ASEAN sebagai Single Aviation Market (SAM) sudah berlangsung sejak tahun 2015 sepertinya selalu dihiasi dengan kebijakan-kebijakan yang sedikit kontra dengan ASEAN Open Sky.

Aviasi dan pariwisata adalah dua industri yang seharusnya kita perkuat terlebih dengan posisi Indonesia sebagai ketua bukan sebaliknya, kalau kita ingin mencapai tujuan kita harus berjalan ke depan, bukan melawan angin. 

Semua pemangku kepentingan perlu berada di halaman yang sama, tidak menjadikan pariwisata sebagai "race* atau perlombaan antar instansi atau bahkan antar destinasi wisata. 

Persaingan yang harus dihadapi adalah persaingan destinasi wisata diantara negara anggota. 

Liberaliasi bandara berarti juga membutuhkan penambahan kapasitas bandara dengan diawali oleh penambahan slot, namun bila slot bandara tidak tersedia karena sudah penuh maka implementasi ASEAN Open Sky juga tidak efektif karena slot bandara hanya didominasi oleh penerbangan domestik, sedangkan maskapai penerbangan asing tidak bisa menambah frekuensi maupun kapasitas pesawat ke Indonesia. 

Penambahan jumlah bandara di Indonesia pada ASEAN Open Sky mudah-mudahan juga bisa ditambah terutama pada destinasi wisata yang kita unggulkan seperti bandara di Labuan Bajo dan Manado, dengan demikian jumlah kunjungan wisatawan mancanegara khususnya dari kawasan ASEAN dapat meningkat. 

Dapatkah kita melakukan itu? Ya harus bisa serta jangan takut bersaing. 

Referensi:

  • flightglobal.com/asean-open-skies-quietly-attains-full-ratification/120483.article
  • ch-aviation.com/portal/news/46254-indonesia-laos-ratify-asean-open-skies-agreement
  • denpasar.kompas.com/read/2023/05/09/194400178/bali-tak-akan-batasi-kunjungan-turis-asing-tetapi-berencana-menyeleksi?page=all
  • nasional.kompas.com/read/2023/05/05/05170051/buntut-wisman-nakal-pemprov-bali-bakal-terapkan-sistem-kuota-
  • cabar.asia/en/what-is-an-open-skies-policy-and-who-needs-it

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun