“AKH..., TsugumiIIII.....!, KETOK PINTU DULU...!” teriakku lebih keras dari orang yang mendobrak pintu kamarku sambil melemparkan tas yang sedang ku sandang ke arahnya.
Terkejut, dengan wajah yang terlihat murung Tsugumi memberikan alasannya.
“maaf ojou-sama, saya pikir karena terlalu lama anda belum keluar, saya berpikir terjadi sesuatu, maka saya langsung secepat kilat berlari ke sini, tapi...” ucapan Tsugumi berhenti melihatku wajahku yang memerah.
“Kenapa wajah anda merah, apa anda sakit...” katanya sambil mendekat ke arahku dan menempelkan tangannya di kepalaku yang panasnya melebihi suhu normal tubuh manusia.
“Ah..., mou ii ...!” kataku menarik tangan Tsugumi setelah mengambil tasku yang tergeletak di lantai.
“Tapi ojou-sama. Tubuh anda panas, sepertinya anda sakit...” kata Tsugumi memperlihatkan raut wajah khawatirnya kepadaku, namun aku terus saja menyeretnya untuk berjalan pergi ke sekolah.
Huft..., latihan pernyataan cintaku gagal lagi, keluhku dalam hati. Apakah ini berarti sesuatu yang buruk, entahlah, aku tidak mau memikirkannya. Di tengah kecerewatan Tsugumi yang khawatir kalau aku sedang sakit, aku pergi ke sekolah dengan mobil yang di sopiri Claude, tetap dengan wajah kecambah sialan itu berada di pantulan kaca mobil yang aku pandangi.
“aku menyukaimu....” bisik hatiku pelan sambil menahan perih rasa sakit yang menusuk hatiku dengan lembut itu.
***
“ Kita di turun di sini saja .... !” kataku dengan perasaan malas sambil menarik tangan Tsugumi keluar dari mobil. Sengaja aku turun sedikit lebih jauh dari sekolah untuk menghilangkan kantuk yang aku rasakan dengan sedikit berolahraga. Aku hanya tidak mau tertidur di kelas saat pelajaran matematika nanti. Kalaupun nantinya aku ketiduran, bukan salahku kalau aku ketiduran di kelas nanti, salahkan kecambah itu karena telah membuatku susah tidur hampir setiap malam. Seperti sedikit menyimpan kebingungan, claude akhirnya tidak menanyakan apa-apa.
Jadi, seperti biasa, setelah memberikan perintah kepada Tsugumi untuk tidak pernah beranjak lebih dari satu meter dariku, dia langsung mengemudikan mobil dengan gaya seperti layaknya mafia. Terkadang aku berpikir, walaupun terkadang berprilaku aneh, claude sebenarnya adalah orang yang pintar. Aku heran kenapa dia bisa-bisa jadi pengikut papa yang bagiku terlihat seperti anak kecil yang terperangkap di tubuh orang dewasa. Yah, kalau di lihat dari segi ini, aku seharusnya lebih heran lagi kenapa mama yang super jenius itu mau menikah dengannya.