Mohon tunggu...
Hartika Arbiyanti
Hartika Arbiyanti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

"Mendengarkan warta berita sama saja dengan menghisap sebatang rokok yang segera kita buang jika habis..."\r\n--Milan Kundera, 2000: 142

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Bulan Juni

2 Juni 2012   05:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_185200" align="aligncenter" width="451" caption="Hujan Bulan Juni"][/caption] HUJAN BULAN JUNI tak ada yang lebih tabahdari hujan bulan juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijakdari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arifdari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu 1989 (Hujan Bulan Juni – hal. 90)

Nisa tertegun. Secarik kertas di meja belajarnya yang berisi sajak karya Sapardi Djoko Damono, berhasil membuatnya kembali menangis. Bagaimana tidak? Dia tidak hanya baru saja kehilangan kedua orang tuanya yang meninggal karena kecelakaan di Tol Cipularang dua minggu silam, tetapi juga kehilangan seseorang yang telah mengisi relung hatinya, Arya. Ya, Arya telah membuat sebuah kebohongan yang membuat Nisa memilih mundur. Mereka memang belum jadian, tetapi kedekatan mereka lah yang membuat Nisa berfikir bahwa Arya adalah orang yang tepat untuk menemaninya hidup setelah orang tuanya meninggal. Nisa adalah anak tunggal dan saat ini hidup dengan Bi Minah. Kedua orang tuanya meninggal setelah berkunjung ke pemakaman kedua kakek-neneknya di sebuah desa Subang. Arya memang menghiburnya dan ada saat Nisa terpuruk. Akan tetapi tadi pagi, Nisa mendapati Arya sedang mengantar seorang gadis membeli tiket KRL di depan kampus sambil memegang tangan gadis itu. Setelah gadis tersebut sudah naik kereta, Nisa menghampiri dan mereka bertengkar kecil di parkiran dekat stasiun.

“Maafkan aku, Neng. Aku memang sayang sama kamu, tetapi kamu menggantungkan aku selama tiga bulan terakhir. Pada akhirnya aku menerima Ima yang lebih mencintaiku. Aku tak mengira kalau kamu ternyata sayang sama aku” ujar Arya dengan perasaan bersalah.

Neng adalah panggilan kesayangan Nisa oleh keluarganya. Arya juga memanggil Nisa dengan sebutan itu.

“Selama enam bulan ini, aku sedang penelitian skripsi dan aku belum mau diganggu untuk sementara pada saat itu. Tidak kah kamu mengerti itu? Kenapa Kak Arya tidak cerita dari awal? Kalau Kak Arya cerita dari awal, mungkin aku ga sesedih ini dan aku bisa lebih tabah. Yaudah, ga apa-apa. Mungkin ini memang salahku, tak seharusnya aku seperti ini. Aku ga mau mengganggu hubungan kalian. Aku ga apa-apa kok, santai aja”. Kata Nisa sambil tersenyum, meski dalam hatinya sangat perih.

“Neng, aku bohong sama kamu karena aku ga mau kehilangan kamu. Cuma kamu yang membuat aku nyaman, berbeda saat aku disamping Ima”

“Tak apa, aku yang salah. Mungkin saat ini kita jangan bertemu dulu dan saling tegur sapa. Aku butuh waktu untuk menetralkan perasaanku ini. Menetralkan perasaanku karena ditinggal kedua orang tuaku dan juga harus menerima kenyataan ini. Jangan karena aku, Kak Arya sama Kak Ima sampai putus. Kalau aku sudah agak tenang, Kak Arya boleh menghubungiku lagi”. Ujar Nisa tersenyum kelu sambil meninggalkan Arya.

“Nisa!”. Teriak Arya sambil berusaha mengejar Nisa, tetapi Nisa sudah melarikan motor Supra Fit-nya.

Dalam perjalanan pulang menuju Kramat Jati, Nisa menangis.

“Ya Allah, kenapa Nisa diberikan cobaan seberat ini? Nisa baru saja kehilangan ibu sama bapak, dan sekarang Nisa harus mendapatkan masalah seperti ini?”. Ujar Nisa sambil mengelap pipinya dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang kendali setir motor. Hatinya sakit.

Hujan turun deras. Nisa memberhentikan motornya di Halte Cijantung untuk memakai jas hujan. Sejenak dia membuka handphonenya, ada tiga pesan masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun