Setiap transaksi dalam ekonomi syariah harus didasarkan pada ridha atau kerelaan dari kedua belah pihak. Ini berarti bahwa tidak ada unsur pemaksaan, dan kedua belah pihak harus sepakat dengan syarat dan ketentuan yang jelas. Dalam investasi bodong, norma ini sering dilanggar karena investor tidak sepenuhnya paham mengenai skema investasi yang mereka ikuti, dan terkadang dipaksa atau terpengaruh oleh janji-janji palsu.
7. Norma Tanggung Jawab Sosial (Maslahah Mursalah)
Transaksi ekonomi syariah harus memberikan manfaat sosial bagi masyarakat dan tidak merugikan pihak lain. Pada kasus investasi bodong, norma ini dilanggar karena banyaknya kerugian yang ditimbulkan bagi masyarakat, terutama dari kalangan yang kurang paham soal investasi, yang akhirnya dirugikan secara finansial dan sosial. Norma-norma ini dilanggar dalam banyak kasus investasi bodong berkedok syariah, yang menyebabkan pelanggaran terhadap etika bisnis Islami dan kepercayaan masyarakat.
ATURAN HUKUM YANG BERLAKU DALAM KASUS INI
Dalam kasus investasi bodong berkedok syariah, terdapat beberapa aturan hukum yang terkait, baik dari perspektif Hukum Ekonomi Syariah maupun hukum positif di Indonesia. Berikut adalah aturan-aturan yang relevan:
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Pasal 2 menyebutkan bahwa perbankan syariah harus beroperasi sesuai dengan prinsip syariah, termasuk larangan riba, gharar, dan penipuan (tadlis). Investasi bodong yang menggunakan label syariah tetapi tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ini jelas melanggar aturan tersebut.
2. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) -- Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Fatwa DSN-MUI No. 80/2011 tentang Mekanisme Perdagangan Berjangka Syariah menegaskan bahwa setiap transaksi berbasis syariah harus mengikuti prinsip-prinsip syariah, seperti larangan terhadap gharar (ketidakpastian), riba, dan maisir (perjudian). Investasi bodong yang menjanjikan keuntungan tetap dan pasti serta mengandung unsur ketidakjelasan melanggar fatwa ini. Fatwa DSN-MUI No. 7/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah menyebutkan bahwa pembagian keuntungan dalam akad mudharabah harus berdasarkan kesepakatan yang jelas. Pada kasus investasi bodong, pembagian keuntungan yang tidak sesuai dan tidak transparan melanggar aturan ini.
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 4 memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar dan jelas tentang produk yang ditawarkan. Dalam kasus investasi bodong, penyelenggara sering memberikan informasi yang menyesatkan atau palsu mengenai investasi, yang melanggar hak konsumen menurut UU ini.