Di luar faktor tren naiknya harga minyak global, kebijakan menaikkan BBM juga menjadi bukti atas kegagalan pemerintah dalam melakukan pembatasan penerima BBM bersubsidi di dalam negeri.
Usai Pertamina menaikkan harga BBM non-subsidi, banyak warga, khususnya orang kaya, yang biasanya "meminum" BBM non-subsidi, kini beralih ke BBM bersubsidi. Sehingga, beban yang harus ditanggung negara membengkak akibat konsumsi BBM murah tidak terkendali.
Dari realitas itulah gagasan penggunaan aplikasi MyPertamina guna mengontrol penerima BBM subsidi bermula. Hanya saja, dalam pelaksanaannya, pemakaian aplikasi justru menyulitkan warga yang paling berhak menerima subsidi karena tidak memiliki gawai dan akses internet.
Guna mendukung skema ini, pemerintah terlebih dahulu harus memperbaiki data penerima subsidi BBM yang terintegrasi dengan kementrian terkait. Pastikan pula penerima subsidi BBM ialah masyarakat yang betul-betul tak mampu atau kelas menengah ke bawah.
Pemerintah perlu membuat mekanisme yang lebih efektif untuk mengendalikan penerima BBM subsidi supaya bisa lebih tepat sasaran. Libatkan pula pemerintah daerah dan pihak penegak hukum untuk mengawasi penyaluran BBM bersubsidi.
Pemerintah dapat memulainya dengan membatasi BBM bersubsidi hanya bagi kalangan tertentu. Misalnya, angkutan umum dan barang, serta sepeda motor ber-cc kecil. Selain kelompok itu, maka masyarakat harus mengkonsumsi BBM non-subsisi.
Jika pembatasan penerima BBM subsidi itu dapat dieksekusi dengan baik, maka skenario kenaikan BBM seharusnya bisa dihindari lantaran konsumsi subsidinya menjadi lebih tepat sasaran dan jumlah penerimanya pun bisa dikontrol.
3. Tunda Proyek Non-Prioritas
Memang, menghindari kenaikan harga BBM dalam kondisi krisis energi global bukan hal yang mudah. Namun, hal itu bukan berarti mustahil untuk dilakukan andai pemerintah mempunyai kemauan kuat untuk menyejahterakan rakyatnya.
Dalam hal ini, Bapak Presiden Jokowi, yang sangat getol membangun proyek mercusuar, memainkan peran sentral untuk mengambil gebrakan. Dia harus menunda realisasi proyek yang kurang mendesak untuk menghemat APBN.
Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI No. 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional, ada 208 proyek serta 10 program Proyek Strategis Nasional (PSN) periode 2020-2024. Dari jumlah tersebut, saya meyakini, ada beberapa proyek serta program yang bisa sedikit direm proses realisasinya.
Jika memang tidak mungkin dihentikan, setidaknya bisa ditunda sementara atau dikurangi intensitas pembangunannya. Pemerintah terbukti bisa mengeksekusi langkah tersebut. Sebab, langkah itulah yang pernah diambil pemerintah ketika menanggulangi pandemi COVID-19.