Untuk diketahui, negara mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk tahun 2022 senilai Rp502,4 triliun. Adapun rinciannya untuk subsidi energi senilai Rp208,9 triliun serta kompensasi energi senilai Rp293,5 triliun.
Bendahara negara ini menyebut, dengan harga minyak Indonesian Crude Price (ICP) yang turun ke US$90 per barel sekalipun, beban subsidi BBM nasional masih tetap menerapakan sistem harga ICP US$98,8 per barel selama tahun ini. Maka dari itu, berdasarkan prediksinya, pembengkakan subsidi akan tetap di level Rp653 triliun.
Dengan kata lain, tren penurunan harga minyak global itu, menurut Sri Mulyani, tak akan cukup guna meredam jebolnya anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi yang ditanggung pemerintah.
Ada banyak jalan menuju Roma. Begitu kata pepatah. Menaikkan BBM subsidi sebetulnya bukan satu-satunya pilihan terakhir untuk pemerintah jika mereka berani menerapkan penghematan APBN pada sektor-sektor "bengkak" lainnya.
1. Tekan Jatah Pensiun Pejabat
Belakangan skema pensiun PNS menjadi topik obrolan hangat di media sosial. Isu tersebut juga merembet ke skema jatah pensiun yang diterima anggota DPR. Hal itu diakui Sri Mulyani yang mengklaim, skema (pay as you go) untuk pensiunan PNS terlalu membebani negara.
Pensiunan PNS, kata Sri Mulyani, telah menyerap anggaran negara menyentuh angka Rp2.800 triliun per tahun. Kalau terus menggunakan skema yang sama, negara akan menanggung beban yang lebih berat pada masa depan.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya skema pensiun baru bagi PNS yang lebih ramah bagi kondisi keuangan negara. Sehingga, anggaran yang disisihkan nantinya bisa dialihkan untuk subsidi BBM.
Label beban negara yang sama agaknya juga pantas untuk disematkan kepada anggota DPR yang terhormat. Sebagai politisi dengan gaji dan tunjangan yang sangat besar, tidak selayaknya mereka memperoleh jatah pensiun dari negara.
Para anggota DPR akan menerima dana pensiun seumur hidup meskipun masa jabatannya hanya 5 tahun tiap periode. Senada dengan pensiunan PNS, jumlah pensiunan anggota dewan itu juga terus bertambah setiap tahun, sehingga akan semakin membebani keuangan negara.
Dalam hal ini, saya sependapat dengan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang menyebut bahwa jatah pensiun para menteri juga harus ditiadakan. Senada dengan anggota dewan, masa jabatan menteri hanya 5 tahun setiap periode.
Didasarkan pada hal itu, alangkah bijak kalau istana mulai mempertimbangkan untuk mencabut dana pensiun anggota dewan dan menteri. Harapannya, dana tersebut dapat diakumulasikan dengan penghematan pada sektor belanja PNS, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan kembali untuk menambal subsidi BBM, yang disebut-sebut jebol.