Adanya PHK massal yang didominasi masyarakat kelas menengah ke bawah selama pandemi dapat menjadi cermin bagi pemerintah bahwa kelompok yang rentan dan tidak memiliki kemampuan untuk membayar iuran bukan sebatas warga kelas bawah saja.
Golongan masyarakat rentan itu sudah dapat diklasifikasikan dalam kelompok tidak mampu, sebagaimana yang tertera dalam beleid BPJS Kesehatan (UU SJSN) yang berbunyi:
Orang tidak mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan bagi dirinya dan keluarganya.
Berkaca dari hal itu, hendaknya negara juga memberikan kompensasi khusus untuk masyarakat lapisan menengah ke bawah yang mungkin sampai hari ini belum memperoleh pekerjaan atau yang kesulitan membayar premi. Sehingga, hak-hak mereka untuk mendapatkan pelayanan publik, teruhlah pengurusan SIM dan SKCK, tak sampai tergadaikan.
Perlu Sumber Dana Alternatif
Defisit keuangan yang sempat dialami BPJS Kesehatan menunjukkan urgensi, sudah waktunya pemerintah mencari serta memperluas alternatif sumber pendanaan lain di luar iuran peserta.
Dalam laporannya, SMERU Research Institute mengajukan sejumlah poin rekomendasi sumber dana alternatif untuk BPJS Kesehatan. Salah satunya dengan mengoptimalkan pajak dosa (sin tax), seperti menambah cukai alkohol, memberlakukan cukai minuman manis serta makanan tidak sehat lain.
Dalam hal ini, diperlukan terobosan dari negara dengan memperluas ruang fiskal untuk sumber pendanaan JKN. Dengan begitu, negara tidak harus memaksakan BPJS Kesehatan menjadi syarat dalam memperoleh layanan publik yang tidak ada korelasinya dengan kesehatan.
Perbaiki Layanan
Ombudsman mencatat ada banyak aduan tentang pelayanan BPJS Kesehatan yang dilaporkan masyarakat meliputi masalah antrean pelayanan, pasien yang ditolak rumah sakit, dan fasilitas kesehatan.
Di samping itu, tindakan tertentu seperti operasi yang kerap mundur dan sulitnya mendapatkan jadwal penanganan juga kerap dikeluhkan publik. Ketesersediaan obat-obatan tertentu yang hingga kini tak ditanggung asuransi kian menambah panjang pekerjaan rumah internal BPJS Kesehatan.
Alih-alih memaksakan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat akses layanan masyarakat, hendaknya pemerintah terus mendorong internal BPJS Kesehatan guna memperbaiki layanannya terlebih dahulu.
Saya kira pendekatan itu lah yang paling ampuh dan bijak dalam mengembalikan kepercayaan publik. Harapannya, mereka dengan suka rela mendaftarkan dirinya sebagai peserta.
Setuju Dengan Catatan
Kebijakan yang dipaksakan semacam itu akan memicu dugaan dan polemik dalam masyarakat. Tidakkah cukup pemerintah mengeruk keringat rakyat dari pungutan pajak, sehingga mereka mulai memakai cara-cara yang terlalu dipaksakan?