Memang, kondisi keuangan itu belum betul-betul aman mengingat ekskalasi pandemi yang masih sukar diprediksi. Tujuan pemerintah perihal penerbitan aturan itu pun mulia, agar masyarakat bersedia mendaftar ke dalam program tersebut serta terjamin nasibnya andai sewaktu-waktu sakit.
Hanya saja, ada kesan beleid itu terlalu berlebihan dan dipaksakan agar warga yang belum mendaftar, bahkan yang belum punya kemampuan membayar premi terdorong–jika bukan terpaksa–mengikuti program BPJS Kesehatan.
Berangkat dari sana, saya mengusulkan beberapa hal fundamental sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah sebelum menjalankan aturan tersebut.
Tak Sesuai Reformasi Birokrasi
Birokrasi merupakan mesin penggerak bagi pembagunan dan pelayanan publik. Adapun reformasi birokrasi merupakan pilar utama dalam era kepemerintahan Presiden Jokowi.
Beliau sebelumnya kerap melontarkan kritik terhadap berbagai birokrasi yang menghambat program pembangunan lantaran prosesnya yang panjang serta terlalu berbelit-belit.
Kebijakan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat sejumlah akses layanan publik bisa dikatakan amat kontradiktif dengan jargon reformasi birokrasi yang selama ini dikampanyekan istana.
Pasalnya, masyarakat sering kali masih mengalamai kesulitan saat mengakses layanan publik. Saat ini, beban mereka harus ditambah lagi dengan munculnya persyaratan baru yang harus dipenuhi.
Alih-alih bisa menjadi lebih sederhana, mudah, dan cepat, aturan itu akan makin menambah rumit proses birokrasi yang harus dipenuhi masyarakat yang hendak mengurus berbagai layanan publik yang ditargetkan oleh negara.
Wajar saya pikir saat menyebut bahwa beleid itu tidak sejalan dengan prinsip reformasi birokrasi. Apalagi jika proses birokrasinya masih harus menyertakan fotokopi dibanding memakai data yang telah terintegrasi. Makin banyak syarat, tentunya makin rumit dan panjang pula proses birokrasinya.
Dilema Kelas Menengah ke Bawah
Melansir laman resmi BPJS Kesehatan, kelompok penerima bantuan iuran (PBI JK) adalah orang yang tergolong dalam kategori fakir miskin atau orang yang tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan. Dengan begitu iuran peserta mereka bakal ditanggung pemerintah.
Dari sana bisa didapatkan fakta bahwa pemerintah lebih banyak membidik masyarakat kelas bawah. Sementara masyarakat kelas menengah ke bawah belum tersentuh bantuan yang sama.