Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Apa yang Dapat Dilakukan Jika Laporan Kita Diabaikan Polisi?

10 Oktober 2021   11:30 Diperbarui: 10 Oktober 2021   21:46 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata, bukan hanya mantan yang sering diabaikan, laporan masyarakat ke pihak kepolisian pun acap kali mengalami nasib yang sama. Lalu, apa yang bisa dilakukan agar perkara tuntas?

Sebagai orangtua, terutama seorang ibu, apa yang akan Anda lakukan ketika buah hati Anda mengalami kekerasan seksual? Tentu saja Anda akan segera melapor ke pihak kepolisian, bukan?

Akan tetapi, bagaimana jika laporan itu tak kunjung diproses atau dihentikan di tengah jalan oleh pihak yang berwajib?

Saya yakin, hati Anda akan remuk redam seketika jika mengalami situasi tersebut. Saat Anda bahkan belum bisa mengobati kesedihan lantaran buah hati yang telah mengalami kekerasan, Anda dihadapkan pada fakta bahwa aparat penegak hukum tidak melakukan upaya yang diharapkan orangtua. Terlebih lagi, anak-anak Anda masih di bawah umur, yang amat rentan mengalami trauma berkepanjangan.

Coba bayangkan. Alih-alih mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya, Anda justru dianggap "gila" karena telah melaporkan kekerasan kepada anak-anak Anda, yang dilakukan oleh bekas suami Anda sendiri.

Itu lah nasib yang saat ini tengah dialami ibu tiga anak asal Luwu Timur, Sulawesi Selatan, bernama Lidya (nama samaran) belum lama ini.

Musibah itu bermula dari aksi Lidya yang melaporkan bekas suaminya atas dugaan pemerkosaan kepada ketiga buah hatinya yang pada saat kejadian belum mencapai usia 10 tahun. Kronologi lengkapnya bisa dibaca di sini (Project Multatuli).

Ya, sang terduga pelaku adalah mantan suaminya, sekaligus ayah kandung dari ketiga perempuan belia tersebut. Bekas suami Lydia tersebut menjabat sebagai seorang abdi negara yang punya posisi penting di kantor Pemda Luwu Timur. 

Meski sudah bercerai, Lydia dan mantan suaminya memang masih saling berbagi pengasuhan anak. Mantan suaminya itu sudah biasa menjemput putri-putrinya usai pulang sekolah untuk bertemu dan memberikan uang jajan atau makanan.

Namun, ada sesuatu yang berbeda yang didapati Lidya dalam diri anak-anaknya pada Oktober 2019. Ketiganya mengeluh sakit pada organ tubuh tertentu. Mereka pun bercerita mengenai perlakuan tidak patut sang mantan suami kepada Lydia.

Ketika membantu anaknya mandi, Lydia menemukan beberapa bekas luka lebam pada area paha anaknya. Bisa jadi karena pernah mendapat ancaman sebelumnya, mereka pun beralasan, lebam-lebam itu akibat jatuh saat bermain kejar-kejaran.

Lydia pun menyarankan supaya mereka berhati-hati saat bermain. Meski begitu, bukan hanya luka lebam, perilaku anak-anaknya berubah drastis, jadi pendiam. Malas makan. Acap pusing dan muntah.

Lantas, Lydia melaporkan temuan itu ke Polres Luwu Timur. Akan tetapi, pada 10 Desember 2019, polisi yang menangani perkaranya justru menghentikan proses penyelidikan. Mereka juga berdalih, tak menemukan cukup bukti. Anehnya lagi, mereka bahkan mengabaikan bukti foto yang disodorkan oleh Lydia.

Berdasar laporan yang dikeluarkan oleh Project Multatuli, Lydia telah melapor ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Luwu Timur. Dia pun lantas melaporkan kasus tersebut ke Polres Luwu Timur.

Lidya menyebut, kedua institusi itu tidak melakukan tugas serta wewenang sesuai dengan yang diharapkan. Keduanya pun dianggap gagal memenuhi rasa keadilan. Ia bahkan dituding punya motif dendam dengan melaporkan mantan suaminya.

Lebih parahnya, ia juga diserang dengan tuduhan tanpa dasar. Dia divonis sedang menderita gangguan jiwa secara sepihak, tanpa adanya prosedur yang memadahi.

Serangan itu diduga kuat didesain untuk mendelegitimasi laporannya dan semua barang bukti yang berhasil dia dapatkan secara mandiri demi mendukung semua upayanya dalam mencari keadilan.

Menurut laporan Project Multatuli, pihak yang seharusnya melindungi korban dan ibunya, justru kompak mendiskreditkan mereka berdua. Sangat disayangkan.

Tagar #PercumaLaporPolisi menggema di penjuru Twitter sebagai bentuk reaksi netizen atas penghentian penyelidikan kasus dugaan kekerasan seksual kepada tiga anak oleh ayah kandung tersebut.

Meskipun sudah dilakukan penyelidikan, penanganan kasus itu diduga sarat akan aksi manipulasi dan konflik kepentingan, mengingat terduga pelaku ialah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Usai memperoleh desakan dari sejumlah pihak, kasus itu dikabarkan telah dibuka kembali. Polisi pun berjanji kalau mereka akan mengusut kasus, yang penuh intrik tersebut, hingga tuntas ke akar-akarnya.

Sesungguhnya tak satupun aturan yang mampu membenarkan kepolisian untuk menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, pengaduan, dan laporan dari masyarakat yang berada di lingkup tugas, fungsi, dan kewenangan mereka. Hal itu tercantum pada Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polisi (KEPP).

Kalau ada anggota Polri yang melanggar aturan tersebut, bisa dikenakan berbagai macam sanksi, dua di antaranya dengan meminta maaf atau bahkan pemecatan.

Kendati kasus itu akhirnya telah dibuka kembali, sebagai orangtua, tentu Anda tak akan pernah berpangku tangan kala mengalami musibah serupa. Semangat Lydia yang terus mengejar ditegakkanya keadilan meski sempat dipersulit, dapat menjadi contoh jika sewaktu-waktu kita sedang berada dalam posisinya saat ini.

Lantas, apa yang dapat dilakukan kalau laporan Anda diabaikan atau dihentikan di tengah jalan oleh pihak kepolisian?

Pastikan Menerima SPDP
Sebagai seorang pelapor, pastikan Anda sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) setelah Surat Perintah Penyidikan (SPP) keluar. Hal itu untuk memastikan bahwa kasus Anda telah benar-benar mulai disidik.

Adalah penting untuk mengetahui betul nama penyidik pada instansi kepolisian terkait yang ditugaskan buat menangani perkara Anda. Sebab, tak semua anggota polisi di kantor terkait menangani kasus yang Anda laporkan. Kalau perkara Anda tidak kunjung diproses, Anda tahu siapa yang akan bertanggung jawab nantinya.

Meminta SP2HP
Kalau Anda tidak kunjung mendapatkan informasi mengenai proses penyidikan, Anda bisa meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). Seperti halnya SPDP, memperoleh SP2HP merupakan hak setiap pelapor.

Hal itu penting dalam mengetahui sudah sejauh mana proses penyidikan kasusnya. Jika tidak ada perkembangan, Anda dapat menyiapkan langkah-langkah berikutnya dengan sedini mungkin.

Ajukan Praperadilan
Jika laporan yang dibuat ternyata sudah dihentikan dan Anda merasa keberatan tentang hal itu, Anda dapat mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri setempat.

Apabila permohonan tersebut disetujui, penghentian penyidikan dapat dicabut. Proses penyidikan kembali dilanjutkan hingga adanya putusan dari pengadilan.

Meminta Bantuan LBH
Adapun jika Anda merasa ketiga langkah tersebut amat sulit untuk dimengerti dan dijalani sendiri, maka Anda bisa meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) terdekat di area tempat tinggal Anda.

Anda bisa mengajukan bantuan ke LBH agar Anda bisa berkonsultasi mengenai kasus yang dihadapi. Mereka juga akan menuntun langkah-langkah yang perlu Anda ambil. Di sana Anda akan dibantu, didampingi, serta dibela dalam perkara. Bagi yang tidak mampu membayar jasa advokat, LBH bisa memberikan jasanya secara cuma-cuma.

Melapor ke Ombudsman RI
Selain itu, Anda juga dapat melaporkan kasus yang diabaikan ke Ombudsman RI. Hal-hal yang harus dipersiapkan adalah identitas, kronologi kasus, surat kuasa, hingga bukti-bukti. Pengaduannya bisa disampaikan secara langsung ke kantor Ombudsman atau melalui email.

Melapor ke Propam atau Kompolnas
Bila ada indikasi penundaan kasus yang berlarut-larut seperti tidak ada SP2HP, tak ada perkembangan dan upaya yang dilakukan oleh polisi, bisa dilaporkan ke institusi Kompolnas atau Divisi Propam.

Anda juga dapat membuat aduan kalau menemukan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota kepolisian, terutama pihak yang menangani kasus yang telah Anda laporkan.

Aduan bisa disampaikan ke Kompolnas dan Divisi Propam baik secara langsung atau melalui email. Adapun yang harus disiapkan adalah identitas pelapor dan kronologi peristiwa yang mau diadukan.

Artikel ini disusun semata-mata supaya Anda paham langkah-langkah apa yang perlu diambil jika saja Anda menghadapi suatu perkara hukum, khusunya perkara yang dipersulit oleh oknum tertentu.

Guna memperoleh nasihat hukum yang jauh lebih spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan pihak-pihak yang kompeten di bidang hukum, seperti pengacara atau LBH.

Semoga tidak ada Lydia serta korban lain yang "dipersulit" ketika sedang mencari keadilan terhadap suatu kasus di sebuah negeri yang katanya negara hukum!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun