Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Brutalitas Suporter Marseille dan Alternatif Aksi yang Layak Diadopsi

1 Februari 2021   07:02 Diperbarui: 1 Februari 2021   18:17 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratusan suporter Marseille menyerbu markas latihan klub sembari melemparkan flare dan kembang api, Sabtu (30/1/2021) waktu setempat. | Sumber ilustrasi: (Daniel Cole/AP) Sportsnet.ca

Ritus tersebut hanya akan efektif apabila dilakukan secara serempak oleh seluruh suporter Marseille. Tentunya langkah itu tak mustahil dilakukan dengan dukungan koordinator suporter dan media sosial.

Dengan jalan memboikot atau menolak menghadiri laga akan memberikan efek kejut untuk manajamen klub. Pasalnya, biar bagaimanapun, tidak satupun klub yang ingin ditinggalkan pendukungnya.

Mereka menjadi roda penggerak utama perekonomian klub, akan musykil untuk tidak menuruti keinginan mereka dalam hal memajukan klub.

Dalam jangka pendek, aksi itu tak akan melukai kondisi finansial klub, asalkan manajemen bersedia untuk instropeksi diri agar boikot tidak berlanjut.

Ratusan fans Marseille menyerbu markas latihan tim, Sabtu (30/1/21) waktu setempat. | dailymail.co.uk
Ratusan fans Marseille menyerbu markas latihan tim, Sabtu (30/1/21) waktu setempat. | dailymail.co.uk
Langkah-langkah tersebut tentu lebih bijak ketimbang harus melakukan ritus anarkistis yang dapat membuat timnya mengalami kerugian yang lebih banyak. Selain itu, aksi menyerang markas klub juga bisa berujung pada sanksi bagi tim dan ancaman pidana kepada pelakunya.

Pada tahap ini, Marseille perlu sesegera mungkin berbenah. Selain membenahi markas latihan klub yang rusak, mereka pun perlu memperbaiki manajemen dan performa tim di atas lapangan hijau.

Di samping itu, aksi barbar suporter juga menjadi momentum yang mendesak bagi manajemen klub untuk merangkul serta memberikan edukasi kepada suporternya.

Agaknya, hukuman berat berupa sanksi larangan seumur hidup untuk datang ke stadion kepada pelaku kerusuhan adalah konsekuensi yang pantas. Hukuman itu merupakan peringatan bahwa kekerasan dalam sepak bola tidak boleh terjadi lagi.

Fanatisme suporter bagaikan dua mata pisau. Selain sebagai pemain kedua belas yang bisa mendongkrak semangat para pemain yang tengah berlaga, tak jarang fanatisme mereka justru berujung pada aksi anarkisme yang merugikan klub.

Pada akhirnya, setiap tindakan anarkistis suporter tak pantas dibenarkan. Loyalitas serta fanatisme dalam mendukung klub kesayangan harus disertai dengan logika agar tidak berbalik menjadi bumerang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun