Tak kurang dari 10 ribu suporter The Reds melakukan aksi protes dengan cara yang sangat kreatif dan elegan, yakni dengan meninggalkan stadion (walk out) dalam laga versus Sunderland (6/2/2016).
Mereka hengkang dari tribun pada menit ke-77 sebagai simbol harga baru tiket yang naik menjadi 77 paun ( Rp 1,5 juta).
Aksi brilian mereka meraih pujian dari publik, termasuk dari eks bek The Reds Jamie Carragher yang juga mengikuti langkah walk out serupa.
Tak pelak, aksi itupun akhirnya mampu memaksa manajemen klub yang berada di bawah kendali Fenway Sports Group untuk membatalkan kebijakan tersebut. Mereka tampak khawatir jika nantinya tribun stadion menjadi kosong.
Ritus protes itu patut dipertimbangkan oleh para pendukung Marseille sebagai bentuk perlawanan, alih-alih merusak fasilitas latihan yang justru akan dapat merugikan klub yang mereka cintai.
Dengan melakukan walk out, artinya tim tetap mendapat pemasukan, tetapi juga menggemakan pesan yang sangat kuat: tanpa dukungan dan kehadiran suporter klub sepak bola bukanlah apa-apa.
#2 Upayakan Dialog
Komunikasi menjadi bagian yang sangat penting pada permainan sepak bola. Hal yang sama juga krusial untuk diterapkan oleh suporter.
Marseille adalah tim sepak bola tertua di Prancis yang terlahir berdasarkan spirit komunal kelas pekerja dan rakyat jelata. Semangat itulah yang harus dinyalakan kembali oleh klub dan suporter mereka.
Dalam situasi dialog yang humanis, akan terjalin ikatan kuat di antara manajemen klub dengan suporter. Pada kesempatan itu, keduanya dapat saling bertukar ide demi kemajuan tim yang mereka cintai.
Dengan berdialog, aksi brutal suporter bisa ditekan seminim mungkin. Selain itu, suara suporter juga lebih didengar, ketimbang aksi barbar yang merugikan berbagai pihak.
#3 Aksi Boikot
Apabila kedua aksi tersebut belum cukup mampu mengubah pendirian pengurus klub, maka aksi boikot bisa menjadi jimat yang sangat ampuh untuk dieksekusi.