Kedua insan yang tengah dimabuk cinta itu ialah seorang pria WNI dan WNA asal Prancis. Tanpa ada sedikitpun rasa malu, kedua pria itu mengumbar kemesraan. Ia hanya terdiam menyaksikan mereka.
Ternyata, bukan sekali dua kali saja ia mengantar penumpang yang memiliki orientasi seksual sesama jenis. Saking banyaknya, Wayan bahkan tak mampu mengingatnya.
Sebagaimana penuturan Wayan, di area Seminyak, terdapat jajaran klub dan bar yang menjadi tujuan favorit mereka.
Bagi masyarakat Bali, area itu memang terkenal sebagai tempat berkumpulnya kaum LGBT. Setidaknya terdapat empat tujuan hiburan yang dikhususkan untuk memanjakan mereka. Tak jauh dari sana, ada pantai Doublesix yang juga dikenal sebagai tempat nongkrong kaum LGBT.
Pemilihan Bali sebagai area berkumpul komunitas tersebut bukan tanpa sebab. Masyarakat Bali tak pernah melakukan diskriminasi kepada mereka. Selain itu, sebagian besar penduduk Bali juga tak mengenal Homofobia.
Mereka tak pernah mempermasalahkan eksistensi dan aktivitas kaum LGBT di sana. Mereka sangat menjunjung tinggi kebebasan dan toleransi selama tidak merusak norma dan hukum adat.
"Gay dibiarkan yang penting tidak keluarga mereka (warga Bali) yang diusik," kata tokoh adat Bali, I Gusti Agung Ngurah Harta (Merdeka.com).
Tidak adanya penolakan masyarakat Bali terhadap kehadiran komunitas LGBT juga didasarkan pada fakta bahwa Bali adalah pusat akulturasi bermacam budaya dan suku bangsa. Di samping itu, mereka juga diuntungkan oleh kehadiran wisatawan mancanegara yang akan mendongkrak pendapatan warga dari sektor pariwisata.
Kaum LGBT mempunyai kebutuhan gaya hidup dengan melakukan perjananan ke beragam destinasi sebagai budaya yang wajib dipraktikkan sekaligus merupakan bentuk eksistensi kelompoknya. Mereka bisa menjadi ceruk pasar yang potensial dan masif bagi sektor pariwisata.
Industri pariwisata di Bali, menawarkan keramahan, pelayanan prima, dan tidak memandang orientasi seksual pelanggan mereka, tidak terkecuali kaum LGBT.