Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Potret Kemiskinan di Sepiring Nasi Aking

9 Desember 2020   21:23 Diperbarui: 10 Desember 2020   18:50 2158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang nenek dan cucunya sedang menyantap nasi aking di depan rumah mereka.| (Foto: Kompas/Siwi Yunita Cahyaningrum)

Mereka menempati bedeng yang terbuat dari sesek (anyaman bambu) yang tidak layak huni. Selain atapnya banyak yang berlubang, tiang penyangga rumah juga sudah miring dan nyaris roboh.

Sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga, Sokheh hanya kerja serabutan. Sementara ibunya sudah sangat renta dan hanya bisa berbaring di atas dipan.

Keluarga Ujang dan Sokheh hanyalah sebagian kecil potret kemiskinin yang juga dialami oleh saudara-saudara kita lainnya yang terpaksa mengkonsumsi "nasi jelata" untuk mencegah senyawa asam (HCl) mecerna lambung tuannya.

Nenek di keluarga Sokheh warga Desa Slatri, Larangan, Brebes, setiap hari makan nasi aking. | (Metrotvnews.com/ Kuntoro Tayubi) via Medcom.id
Nenek di keluarga Sokheh warga Desa Slatri, Larangan, Brebes, setiap hari makan nasi aking. | (Metrotvnews.com/ Kuntoro Tayubi) via Medcom.id
Nasi aking atau karak adalah makanan yang berbahan dasar sisa-sisa nasi yang telah dikeringkan untuk diolah kembali. Sumber protein itu memiliki aroma yang khas serta bertekstur keras. Dibutuhkan fase penjemuran dan pencucian sebelum kemudian diolah menjadi kudapan.

Lazimnya nasi aking digunakan sebagai makanan unggas. Namun, bagi sebagian lapisan masyarakat, sumber pangan dari sisa nasi yang telah dikeringkan itu juga dikonsumsi sebagai makanan alternatif, baik karena desakan ekonomi ataupun hanya selingan (bukan makanan pokok).

Sebenarnya, nasi aking bukan makanan yang layak dikonsumsi manusia karena nilai gizinya yang sudah jauh berkurang. Stigma makanan rakyat jelata yang kerap disematkan kepadanya seirama dengan warna coklat dan aromanya yang cukup menyengat.

Di Jawa Timur, nasi aking lebih popular dengan sebutan karak. Sementara di Jawa Barat bahan makanan kering itu dikenal dengan istilah nasi aron.

Sekira tahun milenium awal, nasi aking masih banyak dijumpai di tengah-tengah masyarakat desa untuk dikonsumsi. Saya pun sempat mencicipinya kala itu.

Sisa-sisa nasi yang tidak habis termakan dalam sehari, oleh nenek saya kemudian dijemur satu-dua hari di terik matahari. Agar terhindar dari serbuan jamur serta kering secara merata, nasi basah harus dibolak-balik. Usai benar-benar kering, nasi aking itu dicucinya sampai bersih guna menghilangkan sisa kuah dan lauk yang masih menempel pada nasi.

Fase jemur-cuci tidak boleh dilewatkan agar nasi tidak dijadikan substrat jamur dan bakteri. Proses tersebut juga untuk memastikan nasi aking benar-benar bersih dan aman untuk dikonsumsi.

Nasi aking yang sudah dicuci kemudian dikukus. Boleh juga diberi kunyit untuk menetralisir keasaman. Tekstur nasinya cukup keras seperti beras, tetapi mulai lunak kembali oleh proses pengukusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun