Diakui atau tidak, nasi sebagai makanan pokok rakyat Indonesia, masih menjadi hal yang mewah bagi mereka yang tidak berpunya. Sebagian dari mereka sampai harus memilih gaplek (singkong kering) karena tidak mampu membeli beras.
Di satu sisi. Kita gemar berwisata kuliner mewah. Kita rela mengeluarkan ratusan ribu hanya untuk sekali jamuan makan di restoran, itupun tidak jarang makanan yang sudah kita pesan berakhir di tong sampah karena kita memesan melebihi kapasitas lambung.
Di sisi lain, masih banyak saudara kita di luar sana yang bahkan untuk mencecap sebutir nasi saja tidak mampu. Kalaupun mampu, mereka terlebih dahulu harus berdarah-darah guna mengisi perutnya.
Alangkah baiknya jika kita menysuaikan takaran memasak dengan jumlah orang yang makan. Ambil porsi sesuai kapasitas lambung kita. Jangan sisakan nasi barang sebutir pun karena banyak saudara kita di luar sana yang rela makan nasi aking.
Mengingat saudara sebangsa dan setanah air kita yang nyaris kelaparan itu, masih pantaskah Indonesia menyandang gelar "gemah ripah loh jinawi, tata tentrem lan rahardjo" yang telah diwariskan sejak era Majapahit?
Apakah kita perlu mendefinisikan ulang jargon fenomenal yang berarti kekayaan alam yang melimpah serta keadaan yang tentram tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H