Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengurai Mitologi "Sandekala", Larangan Anak Keluar Rumah Jelang Magrib

9 November 2020   23:28 Diperbarui: 29 April 2021   21:18 7196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sendakala. | unsplash.com/@xaviercoiffic

Masyarakat Jawa Barat mengidentifikasi istilah sandekala melalui budaya pamali. Sementara masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah, budaya pamali bisa dikenali melalui konsep "ora elok" (tidak patut). Keduanya kerap diasosiakan dengan hal-hal yang dianggap pantangan atau tidak boleh dilakukan.

Sandekala berakar dari bahasa Sansekerta yang berarti gurat merah di langit senja atau senjakala. Dalam ragam bahasa Jawa sandekala memiliki padanan kata "wayah tibra layu" yang berarti ketika matahari mulai terbenam (kira-kira pukul 17.30).

Namun, sandekala kerap disalahartikan sebagai sosok raksasa besar atau jenis hantu oleh anak-anak karena konstruksi yang ditanamkan oleh orang tua mereka secara turun-temurun.

Sejatinya penggunaan sosok menakutkan dipilih sebagai wujud rasa sayang orang tua pada anak-anaknya agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Melalui simbol-simbol menakutkan anak-anak diharapkan mau menuruti nasehat orang tua dan berdiam di rumah saat sandekala.

Pandangan itupun seirama dengan kajian agama Islam. Menganjurkan anak-anak untuk tak berkeliaran di luar rumah dan menutup pintu rapat-rapat menjelang waktu Magrib hukumnya sunah.

Dalam Islam, sandekala adalah waktu di mana Jin dan Iblis mulai menyebar di alam yang sama dengan manusia untuk mencari tempat berlindung.

Mereka tersebar dalam berbagai wujud dengan jumlah yang tidak ada yang tahu selain Allah. Sebagian dari mereka takut dengan setan yang lain sehingga harus memiliki sesuatu yang mereka jadikan sebagai tempat aman untuk berlindung.

Hadist larangan keluar rumah menjelang waktu Magrib | diolah dari unsplash.com/@freestocks
Hadist larangan keluar rumah menjelang waktu Magrib | diolah dari unsplash.com/@freestocks
Hadist Nabi Muhammad SAW tersebut faktanya bisa dijelaskan secara ilmiah. Dalam sebuah buku ilmiah berjudul The Science Of Shalat karya Prof. Riset. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS, mengungkapkan bahwa saat menjelang Magrib, spektrum warna alam berada di level yang sama dengan frekuensi para makhluk ekstra-terestrial (Jin dan Iblis), yakni spektrum warna merah.

Menurutnya, saat menjelang Magrib, Jin dan Iblis berada di puncak kesaktiannya. Hal itu disebabkan karena resonansi yang dimiliki selaras dengan spektrum alam.

Pergantian waktu sandekala dari siang ke malam juga dapat berpengaruh pada fisik manusia, dari aspek penglihatan sampai pikiran, terutama pada anak-anak.

Dalam pergantian waktu tersebut mata dan pikiran mereka akan membutuhkan penyesuaian. Di waktu itulah anak-anak kesulitan dalam mengidentifikasi jalan pulang, sehingga membuatnya tersesat. Hal tersebut yang kemudian diasumsikan oleh masyarakat, bahwa hilangnya anak-anak disebabkan aktivitas Wewe Gombel. Namun, tidak menutup kemungkinan apa yang mereka percayai itu benar adanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun