Beberapa jam berselang, Ana ditemukan oleh kedua orang tuanya dengan posisi tergeletak dan tertutup karung beras di belakang rumah mereka sendiri. Sontak hal itupun membuat mereka kaget dan terheran-heran karena Ana tak terlihat pulang sejak ia meninggalkan rumah.
Mimik wajahnya terlihat kebingungan, lebih tepatnya linglung. Usai ia meraih kesadarannya kembali, kepada orang tuanya Ana mengaku telah dibawa oleh sosok wanita saat ia sendirian di sekolah.
Awalnya ia disembunyikan di atas plafon sekolah, meskipun secara logika struktur langit-langit bangunan sekolahnya tidak memungkinkan untuk menahan beban manusia karena terbuat dari anyaman bambu yang sudah rapuh termakan usia.
Selain itu, ia juga dibawa ke area gudang penggilingan padi yang berlokasi agak jauh dari sekolahnya. Entah bagaimana caranya ia dapat berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa seorang pun yang mengetahui sampai ia ditemukan oleh orang tuanya.
Disinyalir Ana telah diculik oleh sosok Wewe Gombel. Cerita mencekam tersebut merupakan kisah nyata yang dialami oleh tetangga saya semasa kecil. Di sekolah itu pula saya menuntut ilmu 20 tahun silam.
Mereka yang diculik oleh Wewe Gombel akan diberikan makanan berupa kotoran manusia dengan tujuan untuk membuat mereka berhalusinasi sehingga tak bisa mengungkapkan wujudnya dan apa yang telah mereka alami.
Wewe Gombel merupakan sosok wanita tua yang konon berasal dari pegunungan Gombel di Semarang, Jawa Tengah.
Jaman dahulu, ada seorang nenek yang sangat gemar bermain dengan anak-anak karena tak memiliki keturunan. Ia tinggal di kaki pegunungan Gombel dan apabila ada anak yang sedang mencari kayu bakar, sang nenek akan mengajak mereka mampir ke gubuknya.
Mereka akan diberi makanan dan buah-buahan sampai terkadang membuat sang anak lupa untuk pulang hingga orang tua mereka pun mencarinya.
Akan tetapi, karena sang nenek mengerti bahwa anak itu bukanlah anaknya, maka disuruhnya pulang dan kadang ia sendiri yang mengantar mereka pulang.