Selain nama-nama di atas, masih ada puluhan pesepak bola lainnya yang juga memilih jalan "harakiri" dengan pemicu yang beragam. Fakta yang mengejutkan, mengingat pesepak bola adalah sebuah profesi yang sangat prestise dan diidam-idamkan.
Selain masalah pribadi, problematika di atas lapangan hijau juga mempunyai dampak yang signifikan bagi kesehatan mental para pesepak bola, terlebih di era industrialisasi sepak bola.
Aspek modernisasi dan kapitalisasi yang melibatkan uang dengan jumlah besar akan menambah tekanan pada pundak pesepak bola untuk selalu bermain baik dan berprestasi. Artinya, ada harga yang harus dibayar jika mereka tidak mampu tampil sesuai ekspektasi.
Semakin banyak pihak dan aspek yang dilibatkan, maka akan semakin besar pula peluang pesepak bola mengalami depresi atau gangguan mental lainnya.
Ketika mereka bermain buruk dalam sebuah laga atau bahkan tak mampu mempersembahkan sebuah trofi, maka cemooh para suporter dan pemberitaan negatif media merupakan konsekuensi logis di era sepak bola modern.
Selain itu, ada pula level adaptasi pada permainan tim dan lingkungan juga semakin meningkatakan tekanan pada diri para pemain sepak bola.
Tuntutan untuk bermain sempurna di setiap laga yang ditetapkan oleh pelatih juga memiliki andil terhadap kondisi mental pemain. Apabila tidak mampu bermain sesuai harapan, maka mungkin saja mereka tidak akan dimainkan atau bahkan terusir dari skuat.
Hal itulah yang pernah dialami oleh Enke 18 tahun silam kala ia masih berseragam Azulgrana. Sebagai kiper debutan yang didatangkan dari Benfica, pria kelahiran Jerman itu merasa terkucilkan di dalam skuat Barcelona yang didominasi oleh orang-orang berdarah Belanda termasuk sang pelatih, Louis van Gaal.
Saat pertama kali menjalin komunikasi, sebelum Enke resmi membela Barca, ia pernah mencoba untuk meminta jaminan bermain di klub barunya itu. Alih-alih menyanggupi atau memberikan respons diplomatis, van Gaal justru berkata "Bahkan aku tidak mengenalmu!" Hal itulah yang seakan menjadi awal dari masa-masa sulit dan kisah tragis Enke.
Setelah resmi bergabung dengan skuat asuhan van Gaal, Enke gagal beradaptasi dengan gaya permainan yang pada saat itu mulai dikembangkan Azulgrana. Enke bukan tipikal penjaga gawang yang lihai bermain dengan skill kakinya (foot-work) yang menjadi filosofi permainan dari kaki ke kaki (Tiki-taka) ala Barcelona.
Puncaknya, saat ia menjalani debut, Enke dijadikan kambing hitam atas 2 dari 3 gol yang bersarang di gawang Barca di ajang Copa del Rey. Dalam laga tersebut mereka dipermalukan dengan skor 2-3 oleh klub penghuni divisi ketiga Spanyol, Novelda.