"Kalau begitu kita pulang, tapi mampir makan dulu, Bli lapar." Ajak Devandra sambil mengelus perutnya. Ajakan Devandra menyadarkan Andara. Gadis itu menoleh, mencari seseorang yang seharusnya bersama dengannya. Matanya menangkap dua cowok di atas sepeda motornya masing-masing, menunggunya tidak jauh dari situ.
    "Bli, kenalkan, ini Sena dan Abimanyu." Andara menarik tangan laki-laki berkemeja kotak-kotak berwarna biru, ke arah dua cowok yang menunggunya dengan setia. Devandra sedikit kaget, lalu tersenyum. Matanya mengerling jenaka, Andara mencebik dengan muka merona. Devandra mengulurkan tangannya, menyapa kedua pemuda itu ramah. "Hai, saya Devandra. Senang bisa mengenal kalian, Sena dan ..."
   "Abimanyu," jawab Abimanyu kaku. Mendengar nama laki-laki itu, Abimanyu bernapas lega. Laki-laki Bali itu bukan saingannya. Dia mendengar sendiri pengakuan Andara kepada Mega dan Danasti, bahwa Devandra hanya kakak baginya. Sejujurnya, malah reaksi Sena yang mengganggunya. Akankah mereka bersaing mendapatkan hati Andara? Kalau harus, Abimanyu yakin dia akan kalah.
   "Oya Abimanyu, maaf!" katanya meminta maaf.
   "Tidak apa-apa." Lagi-lagi Abimanyu menjawab kaku. Devandra masih tersenyum ramah.
   "Siapa mereka, Gek?" bisik Devandra dengan nada menggoda.
   "Kok siapa, bukannya tadi sudah kenalan?" sahutnya pura-pura cuek. Mata Abimanyu menangkap pipi gadis tomboi itu merona. Diam-diam Abimanyu tertawa dalam hati, meski yakin bukan dia yang membuat Andara tersipu malu.
    Devandra tergelak, tanpa malu tangan kiri laki-laki itu merangkul pundak Andara, sementara tangan kanannya mengacak rambutnya. Andara berteriak histeris, tangannya sibuk menghalau tangan Devandra yang membuat rambutnya berantakan. Abimanyu menangkap fakta lain, gadis itu tidak marah, malah sebaliknya. Dia terlalu bahagia, Sena yang terlihat tidak suka. Matanya yang tajam tidak lepas dari Devandra, yang terus menggoda Andara. Ekspresi yang belum pernah dilihat Abimanyu selama mengenal cowok kalem itu.
   "Sudah ah, capek! Bli mau makan apa?" Andara mengingatkan niat Devandra sebelumnya. Â
   "Oya lupa. Sebentar buka contekan dulu!" Devandra mengambil gawai dari kantong celananya, lalu mencari sesuatu dari alat komunikasi cerdas itu.
   "Ini!" Benda pipih berwarna putih disodorkan dengan wajah bersemangat. Kening Andara berkerut, seperti tidak percaya.