"Hati-hati, tolong ingatkan Dara kalau dia ngebut." Pesan Gunawan wanti-wanti. Abimanyu mengangguk sopan, lalu berlari kecil mengambil sepeda, dan mengejar Andara yang sudah berbelok. Â
   "Kok langsung kabur?" protes Abimanyu setelah berhasil menyusul Andara. Gadis itu hanya melirik, tanpa berniat menjawab. Dia tidak mau kehilangan mood bersepedanya. Kalau Abimanyu bisa seenaknya datang ke rumahnya, dia juga bisa seenaknya pergi meninggalkan cowok tampan itu.
   Tidak ada yang salah dengan usaha Abimanyu. Andara hanya tidak suka, kehadirannya hanya akan membuat hari-hari tenangnya berubah. Apa jadinya emosi gadis-gadis pengagum Abimanyu, bila mereka tahu cowok most wanted mereka, sedang asyik mengayuh sepeda di sampingnya. Andara juga penasaran, dari mana laki-laki muda itu mengetahui aktivitas bersepedanya, hingga datang ke rumah dengan perlengkapan perangnya. Sepertinya, Abimanyu mulai bermanuver mendekati kehidupan pribadinya.
   Bersepeda adalah salah satu hobi Andara, yang rutin dilakukannya setidaknya setiap akhir minggu. Kalau tidak lelah, kadang sepulang sekolah dia menyempatkan bersepeda satu jam, berkeliling desanya. Kalau Sabtu, waktu bersepedanya akan lebih banyak sehingga jarak tempuhnya bisa lebih jauh. Dia biasa bergabung dengan beberapa teman masa kecilnya, menjelajah tempat wisata atau kuliner murah meriah di sekitar daerah mereka. Â
   Rutinitas itu biasa dilakukan Andara pagi hingga siang hari. Kali ini tidak, kebetulan tadi pagi, ayah mengajak Andara ke rumah salah satu temannya, dengan imbalan akan menemani anak gadisnya bersepeda sore harinya. Sayang, janji itu tidak bisa Gunawan tepati. Karena tiba-tiba ada telepon dari atasannya, jam lima ada rapat penting. Terpaksa Andara pergi sendiri, untungnya ada Sena salah satu temannya menyanggupi untuk menemani. Mereka berjanji akan bertemu di perempatan kampung Jambangan, sebelum mereka bergerak menuju sasaran.
    "Kamu terlambat sepuluh menit, Ra!" tegur cowok berkaus biru hitam lengan panjang dengan topi hitam. Siapa lagi kalau bukan Sena. Andara tertawa renyah, sambil melakukan toss dengan cowok itu.
   "Sopo (Siapa)?" tanya Sena lirih. Andara mengedikkan bahunya malas. Melihat reaksi Andara terlihat enggan memperkenalkan dirinya, Abimanyu inisiatif mendekati cowok yang kemungkinan bisa menjadi rivalnya.
   "Hai, aku Abimanyu, teman sekolahnya." Sena menjabat tangan Abimanyu hangat. Cowok kalem itu tahu, ada sesuatu antara Abimanyu dengan sahabatnya.
   "Senang bisa mengenalmu. Sekelas sama Dara, kok enggak pernah lihat?" tanyanya menyelidik. Abimanyu menggeleng, alarm dalam pikirannya berbunyi. Jangan-jangan mereka satu sekolah? Kok enggak pernah lihat juga ya?
    "Malah ngobrol, ayo jalan. Gethuke selak entek (gethuknyanya keburu habis)!" sela Andara jengkel. Tanpa ngomong lagi, gadis itu segera mengayuh sepedanya ke arah selatan. Abimanyu bengong, sementara Sena hanya tersenyum.
   "Ojo dileboke ati, ya (Jangan dimasukin hati). Yuk, ngobrolnya sambil jalan saja!" ajak Sena yang langsung disetujui oleh Abimanyu. Keduanya segera menyusul Andara yang lebih dulu meninggalkan mereka.