Mohon tunggu...
Kingkin BPrasetijo
Kingkin BPrasetijo Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka menulis

Suka ngebolang atau bersepeda menikmati keindahan alam karya ciptaan Tuhan. Pencinta semburat jingga di langit pagi dan senja hari. Suka nonton film dan membaca dalam rangka menikmati kesendirian.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Biar Hati Bicara (part 1)

28 Oktober 2024   21:33 Diperbarui: 28 Oktober 2024   21:44 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Andara menatap pemuda tampan yang berdiri di depannya dengan dahi berkerut. Apa tadi katanya? Jatuh cinta? Konyol, tidak mungkin! Seorang Abimanyu Gading Bawana, yang terkenal seantero SMA Bakti Wacana, jatuh cinta padanya? Mustahil! Big No.!
Tidak ada satu alasan pun, yang bisa membenarkan perasaan konyol itu, sama sekali tidak ada!

     Andara menatap lekat pemuda itu, mencoba mencari kebohongan di wajah tampan yang menatapnya lembut. 'Sial!' Gadis itu mengumpat dalam hati. Ekspresi Abimanyu terlalu polos, dia tidak menemukan apa yang dicari. Senyum manis masih mengembang di bibir cowok idaman gadis-gadis di sekolah. Kissable, begitu kata beberapa teman ceweknya. Cute, tipis dan kemerahan, pasti manis kalau dicium. Otak Andara auto terbang ke percakapan absurb teman-temannya tentang Abimanyu, si jago mapel eksakta sekaligus jago basket. Si sempurna menurut Mega, sahabatnya yang tergila-gila dengan oppa-oppa Korea.

     "Lihat deh Ra, bibirnya cute banget kayak bibir Minhyun. Nggak kebayang rasanya kalau bibir seksi itu nyium gue!" bisiknya lirih, sambil melirik Abimanyu yang saat itu sedang asyik menikmati es teh manisnya. Tampang Mega mupeng banget, Andara geli melihatnya.

     "Minhyun siapa?" bisik Andara tak kalah lirih. Otomatis mata belok Mega menatapnya jengkel.

     "Anjir, Lo itu cewek apaan sih, mosok gak tahu Minhyun?" teriaknya sewot. Andara malah tergelak. Tindakan yang mengundang banyak pasang mata beralih ke arah mereka, termasuk mata elang cowok yang mereka bicarakan.

    "Memang penting ya, tahu oppa-oppa cantikmu itu? Geli gue!" ejeknya ikut memakai logat Betawi Mega. Sahabatnya yang super cantik itu memang berasal dari kota Metropolitan. Gadis itu terpaksa pindah ikut nenek di kota kecil itu, karena tidak mau ikut tugas orangtuanya ke luar negeri. Katanya capek, pindah-pindah muluk. Padahal kan asyik pindah-pindah, banyak pengalaman.

     "Sumpah, mata elangnya bikin gue gila!" Danasti yang dari tadi sibuk menyantap bakso tenisnya ikut mengumpat lirih. Sendok yang tidak bersalah, diempaskan kasar. Meja mereka sedikit bergetar. Tanpa aba-aba, tangan Danasti menyambar es jeruk favoritnya. Lalu berpura-pura tenang, sementara matanya mengintip malu-malu ke arah Abimanyu. Mau tidak mau, Andara ikut menengok.

     "Please Ra, jangan lihat! Oppa ganteng lihatin kita!" larang Mega sambil menyentuh tangan Andara. Dasar Andara, gadis itu malah menatap cowok idaman teman-temannya yang duduk dua meja dari tempat mereka. Sekilas Andara melihat Abimanyu tersenyum, lalu mengangguk sopan.

     "Doi senyum, Ra, Lo lihat? Manis kan?" Andara gagal paham dengan celotehan sahabatnya. Tidak ada yang salah dengan senyum itu. Semua orang juga tahu, kalau wajah tersenyum itu selalu manis. Kalau muka marah, baru asem.

      My God, wajah senyum itu sekarang ada didepannya. Sejenak fokus Andara beralih ke bibir tipis Abimanyu. Betul kata Mega, bibir itu tipis kemerahan. Dia enggak pakai lipstik, kan? Batinnya bertanya. Asli, bibir itu memang... Eh, kenapa? Andara menggeleng kasar. Kenapa jadi mikir bibir yang sedang tersenyum itu?

     Andara melihat kepala Abimanyu sedikit miring. Mata elangnya masih memindai dirinya tanpa berkedip. Bukan tatapan tajam yang biasa membuat gadis-gadis berteriak histeris, melainkan mata teduh yang menyejukkan. Senyum manis juga masih menghiasi wajah sempurnanya. Abimanyu masih sabar menunggu, tetap dengan sikapnya yang tenang. Ini enggak benar! Konyol, dia hanya mau main-main. Aku enggak boleh terjebak. Ini pasti jebakan! Bantah Andara masih dalam hati. Gadis itu kembali menggeleng, kali ini lebih pelan. Mencoba mengusir pikiran yang mengusik hatinya.

     Merasa lucu, Andara terbahak. Abimanyu menarik kepalanya tegak. Lalu menengok ke kanan kiri, mencari sesuatu yang mungkin menyebabkan gadis berambut ekor kuda itu tertawa. Tidak ada siapa-siapa. Lalu, apa yang lucu? Mata Abimanyu memicing, heran.

    "Ada yang lucu?" tanyanya singkat. Masih dengan tawanya, Andara menggeleng. Tangan kirinya digoyangkan di udara, menjawab pertanyaan itu. Sementara tangan kanan memegang perutnya yang terguncang.

     "Apa yang lucu Andara?" sentak Abimanyu mulai tidak sabar. Sungguh, kesabaran seorang Abimanyu mulai diuji. Gadis mungil didepannya masih tertawa.  Perlahan tawa itu lenyap membuat suasana kembali senyap. Andara menegakkan badannya yang sempat membungkuk, mencoba mengambil oksigen sebanyak mungkin. Lalu kembali menatap cowok tampan yang masih menatapnya dengan alis berkerut. Wajahnya menyiratkan ketersinggungan atas sikap gadis yang disukainya.

     "Bisa jelaskan, kenapa kamu tertawa?" tuntutnya setelah menghela napas panjang. Andara tersentak, baru sadar tawanya menyinggung cowok kelas wahid di sekolahnya itu. Cowok tidak bercacat yang dikagumi banyak cewek, juga disegani para guru karena kepribadiannya.

      Abimanyu, bukan seperti cowok-cowok keren yang ada di novel-novel remaja zaman sekarang. Karakter cowok yang biasanya digambarkan tampan, cerdas, jago basket, ketua OSIS, anak orang kaya, paket lengkap. Sayangnya doi bandel, atau seenaknya sendiri. Abimanyu bukan cowok seperti itu. Dia benar-benar paket lengkap, tanpa embel-embel tetapi. Minusnya hanya satu, dia bukan ketua OSIS. Dia hanya ketua kelompok karya ilmiah remaja di sekolah, sesuai dengan hobinya kotak-katik angka dan hipotesa. Andara pernah mendengar, cowok itu malas berpolitik.  

     "Sori Mas, bukan maksud menyinggung. Tapi.."

     "Tapi apa?" potong Abimanyu cepat. Tanpa disadari rasa hangat menyentuh hatinya, Andara memanggilnya Mas, sopan banget. Sepengetahuannya Andara teramat sangat cuek, tidak menyangka gadis itu memegang etika yang tinggi. Abimanyu puas, penilaiannya terhadap gadis itu benar. Dia cewek istimewa.

     "Maaf, saya hanya tidak percaya dengan apa yang Mas bilang tadi," jawab Andara hati-hati. Gadis itu kembali menatap Abimanyu lekat, menelusuri wajah sempurna tanpa cacat itu. Hidungnya mancung, matanya tajam seperti buruk elang, ditambah dengan alisnya yang tebal. Jangan ditanya bibirnya, sudah jelas sempurna. Kok ada cowok sempurna kayak gini, batin Andara. Aduh, kenapa harus menilai sedetil itu sih, enggak sopan Dara! Gadis itu memukul kepalanya pelan.

    "Eh, kenapa malah pukul kepala?"cegah Abimanyu reflek memegang tangan Andara. Sesaat gadis itu terpaku. Tubuh Abimanyu tinggi menjulang tepat didepannya, tanpa jarak. Mata elang itu menatapnya lembut, mengoyahkan iman.

     Jantungnya berdetak kencang. Andara mengumpat dalam hati, reflek tangannya yang bebas menepuk dadanya. Mencoba meredakan debaran jantungnya. Abimanyu tersenyum, tangan Andara yang dipegangnya ditarik pelan. Tarikan itu sukses membuat tubuh mereka berapat. Tubuh Andara menegang, saat kepalanya menabrak dada bidang cowok itu. Entah dia yang terlalu mungil, atau Abimanyu yang terlalu tinggi. Faktanya tubuhnya hanya sebatas dada Abimanyu. Aroma wangi tubuh cowok ganteng itu membuai penciuman Andara, melenakan. Sampai bisikan lembut Abimanyu kembali menyadarkannya.

     "Andara, kamu mau jadi pacarku?" Andara mendorong tubuh kekar itu cepat. Menatapnya galak.

    "Cukup main-mainnya! Kamu pikir, aku cewek apaan! Jangan sembarangan peluk-peluk!" Abimanyu kaget, tidak menyangka Andara akan bereaksi seperti itu. Namun hanya sesaat, cowok enam belas tahun itu kembali tersenyum. Andara mengentakkan kakinya jengkel.

    "Apa senyum-senyum! Enggak lucu!"

    "Kamu yang lucu, Ra, marah-marah begitu! Memang siapa yang peluk kamu? Aku enggak peluk loh, hanya memegang tangan. Aku enggak suka, tangan ini dipakai untuk memukul kepala. Di dalam sini ini ada otak yang dikasih Tuhan, tidak boleh dipukul-pukul. Kalau koplak(rusak) bagaimana?" Nasehatnya panjang, sambil memegang kepala Andara. 

     Gadis itu mencebik. Respons Abimanyu tidak tertebak, cowok itu tidak marah, malah tersenyum manis kayak artis Korea-nya Mega. Eh, kok artis Korea sih! Abimanyu orang Jawa, tidak cocok dibandingkan dengan oppa-oppa berwajah halus itu. Diam-diam Andara membantah penilaiannya sendiri.

     "Ra," Panggilan lirih itu membuyarkan pikiran-pikiran aneh Andara. Dalam beberapa menit terakhir, entah sudah berapa kali dia melamun. Berpikir absurb tentang Abimanyu yang begitu sempurna.

     Siapa Andara, yang membuat Abimanyu jatuh cinta? Tanya itu terus mengejarnya sejak tadi. Tidak ada yang istimewa dari dirinya. Andara tidak hebat dalam mata pelajaran Fisika atau Matematika seperti Abimanyu, tidak juga suka basket. Andara lebih suka bahasa Indonesia, hanya suka menulis seperti ayahnya. Andara juga bukan anak orang kaya, dan yang pasti Andara tidak cantik. Setiap hari dia berkaca, Andara sadar sesadar-sadarnya wajahnya sangat biasa. Lalu kenapa Abimanyu memintanya menjadi pacar. Apakah sudah habis cewek cantik di muka Bumi ini, sampai cowok idaman itu putus asa?

     "Kok malah bengong? Kucing tetanggaku mati gara-gara bengong lho?" goda Abimanyu.

     "Garing, nggak lucu!" sahut Andara ketus.

     "Eh, bener! Nggak percaya, ayo ikut aku. Kita tanya tetangga sebelah rumahku!" ajaknya menantang. Andara mendelik. Abimanyu malah tertawa lepas, sampai tubuhnya terguncang. Sesekali tubuh mereka berimpitan karena tawa itu. Tubuh Andara membeku. Apalagi ketika tangan Abimanyu merapikan rambut nakal yang terlepas dari ikatannya. Perasaan aneh menjalar dalam hati Andara, cara Abimanyu memperlakukannya membuatnya kehilangan orientasi.

      Ini sudah tidak benar, aku nggak boleh terlena. Abimanyu hanya main-main. Abimanyu hanya mengujinya. Abimanyu hanya...dialog dalam hatinya membuat Andara bergerak cepat. Tubuh kekar Abimanyu kembali didorong sekuat tenaga. Andara berhasil, tubuh cowok itu mundur beberapa langkah, bahkan sempat oleng sebelum kembali tegak. Andara juga ikut mundur, membuat jarak lebih lebar. Berada dekat dengan Abimanyu membuatnya tidak bisa berpikir waras.

     "Kenapa, Ra?" tanya Abimanyu kembali melangkah maju.

     "Diam, jangan mendekat!" teriak Andara marah. Napasnya memburu, mata sipitnya melotot tajam. Merasa dipermainkan, emosinya langsung naik. Andara merasa terhina, dia tidak suka dilecehkan. Pernyataan cinta Abimanyu dianggapnya sebuah penghinaan besar. Abimanyu tidak mempunyai satu alasan pun untuk jatuh cita kepadanya, apalagi menjadikannya pacar. Nonsens, semua ini bohong. Kalau pun ada, alasan yang sempat terlintas hanya permainan konyol cowok tampan itu dengan teman-temannya. Pasti, hanya itu yang mungkin terjadi. Mengingat hal itu, membuat hati gadis tomboi itu terluka.

     "Aku tahu kamu tampan, cerdas, hebat, keren. Nggak salah banyak cewek naksir kamu, tapi bukan aku!" jelasnya percaya diri. Bukannya marah, Abimanyu malah tersenyum.

     "Nggak usah senyum-senyum! Dengar baik-baik, mas Abimanyu yang baik hati dan tidak sombong. Dengan sepenuh hati, Aku menolak menjadi pacarmu!" tolak Andara tegas, lalu berbalik meninggalkan Abimanyu yang terpana tidak percaya. (Bersambung)

                      ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun