"Ah, hati-hati ya. Kadang jalan ke warung itu penuh rintangan," ujar Kakek Wiryo dengan nada misterius.
Ilham mengernyit. Apa maksudnya? Jalan ke warung itu lurus, tanpa tikungan, tanpa belokan. Rintangan apa yang mungkin ada?
--
Perjalanan terus berlanjut. Di tengah jalan, ia bertemu dengan anak-anak kecil yang sedang bermain kelereng. Salah satu dari mereka, Bimo, memanggilnya.
"Mas Ilham, main sebentar dong! Kami kurang satu pemain."
Ilham ingin menolak, tapi Bimo dan teman-temannya memaksa. "Sebentar aja, Mas! Kalau menang, dapat dua biji kelereng!"
Ilham menyerah. Ia duduk, ikut bermain. Lima belas menit berlalu. Lalu tiga puluh menit. Saat ia sadar, matahari sudah makin tinggi, dan suara ayam berkokok di kejauhan mengingatkannya akan tugasnya.
--
Ketika ia melanjutkan perjalanan, Ilham bertemu Pak Burhan, penjual es cendol keliling.
"Ham, mau es cendol? Diskon buat kamu, cuma seribu," ujar Pak Burhan seiring mendorong gerobaknya.
Godaan itu terlalu besar. Ilham berhenti, mengeluarkan uang receh dari sakunya, dan membeli segelas es cendol. Ia duduk di bawah pohon, menikmati minuman dingin itu dengan santai, melupakan sejenak tujuan awalnya.