Beib, kamu terlihat siap melepas kepergianku. Tak ada tangisan histeris, ratapan pilu, sampai ke pembaringan terakhirku. Kupikir, kamu memang memegang amanahku. Pesanku agar selalu kuat dan tabah menjalani hidup. Ternyata aku salah, beib. Kamu yang tampak tegar, menyimpan jiwa yang rapuh. Setiap malam menjelang, kamu selalu menangisi kepergianku. Tangis yang menggerogoti kesehatan tubuhmu secara perlahan.
Saat sakit yang parah menderamu, kamu malah sibuk menulis surat yang entah ditujukan kepada siapa. Surat yang kau simpan di tempat yang sama dengan suratku. Anehnya, kamu sepertinya sama sekali tak pernah melihat suratku. Membuatku gemas ingin menyentuh pipimu, menyentuh telingamu dan berbisik agar kamu secepatnya membaca suratku.
Kamu menjajarkan surat-surat itu di meja. Aku sudah membuatkan teh untukmu. Kamu tampak menikmati teh ini. Di saat tua seperti ini, di saat banyak yang hilang di peradaban, hanya ada satu dua yang selalu bertahan, teh ini misalnya. Teh, gula, kopi adalah benda-benda yang bertahan dari gerusan waktu. Teman setia. Pagi ini, Aku memilih teh. Seperti suguhan teh yang ada dalam surat ini. Surat-surat yang sesaat telah membuat kita terpaku pada intensitas rasa, mungkin tepatnya hanya aku. Kamu lebih suka terpaku pada penasaran dan melogikakan semua. Bagiku, itu hanya lemari yang kamu inginkan di sebuah bazar barang bekas. Dan saat kita ingin membuangnya, surat-surat ini hadir. “Itu hanya lemari tua, beib.” Aku tersenyum kecil ketika aku mulai tergoda memanggilmu beib. Kamu tampak senang. Aku pun seperti salah tingkah menghadapi senyum dan geseran tubuhmu mendekatiku. “Aku pernah menangis…”
Kamu menatapku dengan senyum. Sebuah pengakuan yang sangat jarang keluar dari bibirmu. Aku kaget tapi pura-pura tidak. Aku raba pipimu.
“Ingat ketika aku memberimu puisi?”
Aku mengangguk. Itu puisi yang indah.
“itu sebagian lirik Fields of Gold, lagunya Sting. Maaf aku tak memberi tahumu. Willyou stay with me, will you be my love?”
Kamu menyanyi! Ah, kali ini aku tak menyembunyikan kekagetanku. Dan kamu masih terus menyanyi.
“Among the fields of barley, We'll forget the sun in his jealous sky, As we lie in the fields of gold.”
Aku ingin kamu menyanyi terus tapi kamu berhenti.
“Surat-surat ini seperti kita beib…”