Mohon tunggu...
Kimi Raikko
Kimi Raikko Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Just Another Days In Paradise \r\n\r\n \r\n\r\n\r\n \r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[MPK] Beib dan Surat-surat di Tahun 2073

10 Juni 2011   13:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:39 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu diam dan menggeleng. Tapi kamu tersenyum. Jika sudah seperti itu aku tinggal menunggu penjelasanmu.

Itu seperti panggilan sayang. Aku menemukan satu blog di tahun 2011. Berisi cerita tentang beib. Beib sudah digunakan semua orang”

Sepertinya tidak asing untukku.”

Kembali kamu diam. Kita pun memilih meneruskan membaca kertas-kertas rapuh ini.

Selamat pagi, Beib. Apa yang kamu lakukan di sana? Aku sudah tidak ada lagi, baik di tempat peristirahatan terakhirku maupun di dalam kehidupanmu. Seharusnya kamu tidak membiarkan waktu berlalu begitu saja tergelincir dari genggaman tanganmu. Seharusnya, rambut yang mulai keperakan itu pernah disentuh oleh kasih sayang dari tangan perempuan lain, yang masih hangat, yang masih tergenggam, bukan memikirkan aku yang tidak mungkin kamu genggam lagi. Kenangan adalah serupa angin, yang tak pernah mampu kau rengkuh setelah ia berlalu. Serupa pasir yang akan lolos keluar dari sela-sela jemari tanganmu. Tidak ada kebahagiaan yang abadi. Memang. Sama seperti, seharusnya, tidak ada kepedihan yang kamu biarkan abadi.

Ingin kupungut masa-masa lalumu yang kau biarkan tercecer di sana, lalu kutempelkan kembali hari-hari yang tergeletak usang terlantar karena kamu sibuk mencari-cari pintu untuk kembali ke masa-masa lalu. Pintu-pintu itu sudah tertutup, Beib. Bahkan sudah tak lagi ada di sana. Kalau saja kamu mau melihat, bukan, bukan ke sini, tetapi ke sana, ya ke sana, ke jalan di depanmu, ada pintu yang terbuka di sana, menunggumu untuk berjalan ke arahnya, lalu rabalah kalung di lehermu, ada sebuah kunci rapat dekat di jantungmu. Ambillah. Buka pintu itu dan lihat apa yang ada di sana.

Beib, jalan ke sana mungkin berupa lorong gelap, atau setapak yang dipenuhi rumput tinggi pada kiri-kanannya. Mungkin kamu tidak yakin kamu sedang menjalani jalan yang tepat. Tetapi percayalah, ke sana kakimu seharusnya melangkah. Aku tahu, sebab di pundakku telah dianugerahkanNya sepasang sayap, dan di tanganku dirajahkan namamu. Kamu tak dapat melihatku, tapi aku melihatmu dan aku tahu nur itu terletak di timur sesaat matahari naik. Aku tak bisa memaksamu, Beib, aku hanya bisa menyibakkan alang-alang itu sehingga kamu melihat jalan setapaknya, aku hanya bisa memastikan kamu melihat cahaya timur pagi di ujung lorong. Berpalinglah dari kenangan, Beib... Lihat cahaya fajar dan mulailah hari baru. Aku akan membantumu melangkah.

Ayo, Beib... mulailah melangkah ke sana.

Beib lagi? Siapa yang menulis ini?”

Yang jelas ini dua orang yang berbeda dan jangan kau tanya padaku.Kita setua ini dan menemukan catatan ini .. ”

Aku segera memotong,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun